Pendahuluan

Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menentukan, “suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”. Ketentuan ini memiliki kaitan erat dengan ketentuan dalam Pasal 1335 yang juga mengatur materi yang sama. Artikel ini akan mendiskusikan salah satu elemen yang termuat dalam Pasal 1337, yaitu ketertiban umum.

Pembahasan

Pada bagian ini, dilakukan upaya untuk menalaah pandangan hakim-hakim terhadap penerapan asas ketertiban umum dalam pelaksanaan perjanjian di Indonesia. Disini akan ditelisik mengenai “bagaimana hakim-hakim mengkonstruksikan dan menggambarkan kondisi yang dianggap melanggar ketertiban umum dalam suatu pelaksanaan perjanjian”, sehingga dapat menjadi dasar dijatuhkannya suatu putusan pengadilan yang menjamin penerapan asas ketertiban umum.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Semarapura melalui Putusan No. 09/PDT.G/2010/PN.SP mempertimbangkan bahwa “transaksi jual beli tanah yang didasari oleh kuasa menjual (kuasa mutlak) yang dilakukan oleh Penggugat II jelas melanggar hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Instruksi Mendagri No. 14/1982). Sehingga, majelis menarik kesimpulan bahwa surat kuasa tersebut telah melanggar ketertiban umum. Dengan demikian, transaksi jual belinya pun diangap batal demi hukum.

Putusan ini mengindikasikan bahwa hakim memandang perbuatan melanggar peraturan-perundang-undangan yang berlaku sebagai pelanggaran terhadap ketertiban umum. Dalam kasus ini, pelanggaran terjadi terhadap peraturan perundang-undangan yang levelnya berada di bawah undang-undang, yaitu Instruksi Menteri Dalam Negeri. Sesungguhnya, Instruksi Menteri tidaklah dapat dianggap sebagai peraturan karena tidak mengikat secara publik.

Pertimbangan serupa dapat ditemui dalam Putusan No. 24/PDT/2017/PT DKI, dimana dalam pertimbangannya majelis hakim mempertimbangkan bahwa pelanggaran atas hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam hal ini adalah pelanggaran terhadap Instruksi Presiden, merupakan suatu pelanggaran terhadap ketertiban umum. Putusan Pengadilan Tinggi tersebut dikuatkan oleh Mahkamah Agung, dimana judex juris mempertimbangkan bahwa pemutusan perjanjian secara sepihak telah mengabaikan ketentuan dalam Keputusan Presiden dan akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakpercayaan kepada pemerintah Indonesia.

Read Also  Podcast on Real Estate Law - Keterangan Rencana Kota

Penutup

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa asas ketertiban umum menjadi suatu asas yang begitu esensial dan tidak dapat dikesampingkan dalam suatu perjanjian. Dari ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata, ketertiban umum dapat dipertimbangkan sebagai alasan yang menyebabkan suatu kontrak batal demi hukum atau tidak dapat dilaksanakan. Ketentuan tersebut menentukan bahwa sebab/causa dari suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan hukum, kesusilaan, dan ketertiban umum. Berdasarkan dua putusan pengadilan yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, suatu perjanjian dianggap telah melanggar ketertiban umum karena bertentangan dengan peraturan yang levelnya berada dibawah undang-undang, yaitu bertentangan dengan Instruksi Menteri dan Keputusan Presiden.

Avaya Ruzha Avicenna