Pendahuluan

Perubahan iklim mengacu pada perubahan jangka panjang dalam suhu dan pola cuaca.1 Perubahan iklim ini disebabkan oleh adanya pelepasan gas rumah kaca (“GRK”) seperti karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (N2O), metana (CH4), dan lainnya ke atmosfer, yang dapat memanaskan bumi.

Komitmen Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim salah satunya ditunjukkan dengan diratifikasinya Perjanjian Paris melalui Undang-Undang No. 16 tahun 2016 tentang Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim (“UU No. 16/2016”) yang memuat kewajiban Pemerintah Indonesia untuk berkontribusi dalam pengurangan emisi GRK yang ditetapkan secara nasional (National Determined Contribution – NDC”) untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata global di bawah 2°C (dua derajat Celsius) sampai dengan 1,5°C (satu koma lima derajat Celsius) dari tingkat suhu pra-industrialisasi.

Pada tahun 2022 Pemerintah Indonesia telah mengajukan peningkatan NDC (Enhanced Nationally Determined Contribution ENDC”) kepada Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam ENDC tersebut Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan penurunan emisi GRK tanpa syarat yang pada awalnya sebesar 29% menjadi 31,89% dan dengan bantuan internasional yang pada awalnya sebesar 41% menjadi 43,2% pada tahun 2030.2

Dalam melaksanakan komitmen Indonesia untuk mengatasi perubahan iklim dan juga memenuhi target NDC, pemerintah telah melakukan beberapa upaya salah satunya dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Pembangunan Nasional (“Perpres 98/2021”) dan kemudian diatur lebih lanjut lagi melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon (“PermenLHK 21/2022”). Berdasarkan kedua peraturan tersebut perdagangan karbon menjadi salah satu alternatif yang dapat dilakukan dalam rangka mengatasi perubahan iklim dan guna memenuhi target NDC.

Ketentuan Umum Perdagangan Karbon di Indonesia

Perdagangan karbon adalah mekanisme berbasis pasar untuk mengurangi Emisi GRK melalui kegiatan jual beli unit karbon.3 Unit karbon merupakan bukti kepemilikan karbon dalam bentuk sertifikat atau persetujuan teknis. Satu unit karbon setara dengan 1 (satu) ton karbon dioksida. Setiap unit karbon harus dicatatkan dalam Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (“SRN-PPI”).4 Perdagangan karbon dapat dilakukan melalui perdagangan karbon dalam negeri maupun perdagangan karbon luar negeri5. Dalam melaksanakan perdagangan karbon, harus memenuhi ketentuan:

  1. Sesuai dengan peta jalan perdagangan karbon.
  2. Menyediakan cadangan pengurangan emisi (buffer).
  3. Berbentuk Sertifikat Penurunan Emisi GRK (“SPE-GRK”) untuk perdagangan karbon lintas sektor.

Selain melaksanakan ketentuan tersebut, dalam melakukan perdagangan karbon luar negeri juga harus memenuhi ketentuan:

  1. Dilakukan setelah menteri terkait menetapkan dan menyampaikan rencana dan strategi pencapaian terkait NDC pada sektor atau sub-sektor.
  2. Telah mencapai target NDC pada sub-sektor atau sub-sub-sektor yang ditentukan untuk perdagangan karbon internasional.
  3. Mendapatkan otorisasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (“KLHK”).
Read Also  Carbon Trading as Climate Change Mitigation in Indonesia

Mekanisme Perdagangan Karbon

Perdagangan karbon di Indonesia dapat dilaksanakan melalui mekanisme berikut6:

  • Perdagangan Emisi
    Perdagangan Emisi adalah mekanisme transaksi antar pelaku usaha yang memiliki emisi melebih batas emisi GRK yang ditentukan.7 Mekanisme ini hanya diterapkan untuk kegiatan usaha dan/atau aktivitas yang memiliki batas emisi GRK yang ditetapkan melalui Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi (“PTBAE”).8 Pelaku usaha yang memiliki emisi GRK di bawah batas dapat menjual surplus kuota kepada pihak lain.
  • Offset Emisi GRK
    Offset Emisi GRK adalah pengurangan Emisi GRK yang dilakukan oleh usaha dan/atau kegiatan untuk mengkompensasi emisi yang dibuat di tempat lain.9 Dalam mekanisme ini yang diperdagangkan adalah sertifikasi pengurangan emisi karbon akibat pelaksanaan proyek penurunan emisi karbon. Mekanisme ini ditujukan kepada pelaku usaha dan/atau kegiatan dengan kondisi:
    1. Tidak memiliki batas atas emisi GRK dan memenuhi target pengurangan emisi sesuai dengan Baseline Emisi GRK10 yang ditetapkan oleh KLHK.11
    2. Memiliki surplus atau defisit atas pencapaian pengurangan emisi GRK sesuai dengan Baseline Emisi GRK.12

Penurunan emisi akan disertifikasi dalam SPE-GRK yang kemudian dapat dijual kepada pihak lain yang mengalami defisit pengurangan emisi.

Cara Perdagangan Karbon

Perdagangan karbon baik melalui mekanisme perdagangan emisi atau offset emisi GRK dapat dilakukan melalui:

  • Bursa Karbon
    Bursa Karbon adalah suatu sistem yang mengatur perdagangan karbon dan/atau catatan kepemilikan unit karbon. Penyelenggaraan perdagangan karbon melalui bursa karbon diatur lebih lanjut dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon.
  • Perdagangan Langsung
    Perdagangan langsung adalah perdagangan karbon yang dilakukan di luar bursa karbon antara penjual dan pembeli yang membutuhkan unit karbon.

Perdagangan Karbon di Sektor dan Sub-Sektor

Berdasarkan PermenLHK 21/2022 tata cara perdagangan karbon pada sektor atau sub-sektor akan ditetapkan oleh menteri terkait sesuai dengan kewenangannya. Saat ini sudah terdapat beberapa peraturan menteri yang dikeluarkan oleh pemerintah, yaitu:

  • Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 16 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik (“Permen ESDM 16/2022”)
    Permen ESDM 16/2022 telah mengatur terkait lebih lanjut persyaratan dalam melaksanakan perdagangan karbon pada sub-sektor pembangkit tenaga listrik. Permen ESDM 16/2022 melarang adanya perdagangan karbon antar unit pembangkit tenaga listrik yang berada dalam satu unit area. Selain itu, pelaku usaha yang melakukan perdagangan karbon pada sub-sektor pembangkit tenaga listrik juga diwajibkan untuk menyampaikan laporan (i) hasil penerbitan SPE-GRK atau sertifikat emisi dan (ii) hasil pelaksanaan perdagangan karbon melalui APPLE-Gartik.13
  • Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 Tahun 2023 tentang Tata Cara Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan (“Permen LHK 7/2023”).
    Dalam Permen LHK 7/2023 diatur terkait tata cara perdagangan karbon pada sub-sektor kehutanan, dan sub-sektor pengelolaan gambut dan mangrove. Permen LHK 7/2023 mewajibkan pihak tertentu harus memenuhi persyaratan berikut:
    1. Pemegang PBPH14, hak pengelolaan, dan pemilik hutan hak milik wajib memiliki sertifikat (i) pengelolaan hutan lestari, (ii) legalitas hasil hutan, dan (iii) deklarasi hasil hutan.
    2. Pemegang Persetujuan Perhutanan Sosial minimal memperoleh klasifikasi silver dalam penyelenggaraan perhutanan sosial.
    3. Masyarakat hukum adat, pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial, dan masyarakat pemilik hutan hak yang melakukan usaha dan/atau kegiatan offset emisi GRK harus bermitra dengan yang memiliki pengalaman atau keahlian terkait pengukuran karbon, perencanaan, dan pelaksanaan proyek atau mengakses pasar karbon.
Read Also  Penyelenggaraan Izin Mendirikan Bangunan dan Sertifikat Laik Fungsi Melalui Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik

Selain itu juga Permen LHK 7/2023 telah mengatur lebih lanjut terkait dengan ketentuan untuk melakukan perdagangan karbon luar negeri pada sub-sektor ini.

Penutup

Perdagangan karbon merupakan salah satu mekanisme yang efektif sebagai mitigasi perubahan iklim dikarenakan menggabungkan kepentingan ekonomi dan lingkungan. Secara umum pelaksanaan perdagangan karbon diatur pada Pepres 98/2021 dan PermenLHK 21/2022 dan pada sektor dan sub-sektor akan diatur lebih lanjut oleh kementerian terkait.

Ardelia Ignatius

Sources

  1. Apa itu Perubahan Iklim? – United Nation https://indonesia.un.org/id/172909-apa-itu-perubahan-iklim (Diakses pada 11 September 2023)
  2. Enhanced Nationally Determined Contribution Republic of Indonesia – UNFCC. https://unfccc.int/sites/default/files/NDC/2022-09/23.09.2022_Enhanced%20NDC%20Indonesia.pdf (Diakses pada 11 September 2023)
  3. Pasal 1 angka 17 Perpres 98/2021; Pasal 1 angka 19 PermenLHK 21/2022
  4. Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (“SRN-PPI”) adalah sistem pengelolaan, penyediaan data dan informasi berbasis web tentang aksi dan sumber daya untuk Mitigasi Perubahan Iklim, Adaptasi Perubahan iklim, dan nilai ekonomi karbon di Indonesia. (Pasal 1 angka 25 PermenLHK 21/2022)
  5. Pasal 48 ayat (1) Perpres 98/2021; Pasal 4 ayat (1) PermenLHK 21/2022
  6. Pasal 5 ayat (1) PermenLHK 21/2022
  7. Pasal 1 angka 23 PermenLHK 21/2022
  8. Pasal 9 ayat (1) PermenLHK 21/2022
  9. Pasal 1 angka 14 PermenLHK 21/022
  10. Baseline Emisi GRK adalah perkiraan tingkat emisi dan proyeksi GRK pada sektor atau kegiatan yang telah diidentifikasi dalam jangka waktu yang telah ditetapkan tanpa intervensi kebijakan dan/atau teknologi mitigasi. (Pasal 1 angka 15 PermenLHK 21/2022)
  11. Pasal 14 ayat (1) huruf a dan ayat (2) PermenLHK 21/2022
  12. Pasal 14 ayat (1) huruf b dan c PermenLHK 21/2022
  13. Aplikasi Penghitungan dan Pelaporan Emisi Ketenagalistrikan yang selanjutnya disebut APPLE-Gatrik adalah aplikasi berbasis web pada Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan yang digunakan untuk menghitung dan melaporkan tingkat Emisi GRK dan aksi mitigasi GRK dari pembangkit tenaga listrik. (Pasal 1 angka 20 Permen ESDM 16/2022)
  14. Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan yang selanjutnya disingkat PBPH adalah perizinan berusaha yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatan pemanfaatan hutan. (Pasal 1 angka 10 Permen LHK 7/2023)