Pemerintah telah menyusun draft RUU Omnibus Law yang terdiri dari RUU Cipta Kerja, RUU Fasilitas Pajak dan RUU Ibu KoAspekta Negara. Pada 12 Februari 2020 pimpinan DPR telah menerima naskah akademik dan draft RUU Cipta Kerja untuk dilakukan pembahasan lebih lanjut. Draft RUU Cipta Kerja ini terdiri dari 174 pasal dan 79 undang-undang terdampak dan salah satu undang-undang yang diubah di dalam RUU Cipta Kerja adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (“UU No. 28/2002”). Pasal 25 RUU Cipta Kerja mengatur mengenai perubahan UU No. 28/2002 yaitu tentang Persetujuan Bangunan Gedung, standar teknis bangunan gedung, pihak penyelenggara bangunan gedung, prosedur, wewenang dan sanksi.

Artikel ini akan fokus membahas perubahan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung di dalam RUU Cipta Kerja.

Persetujuan Bangunan Gedung

Di dalam RUU Cipta Kerja terminologi Izin Mendirikan Bangunan diubah menjadi Persetujuan Bangunan Gedung. Berdasarkan RUU Cipta Kerja, Persetujuan Bangunan Gedung baik untuk penerbitan yang pertama maupun untuk perubahan fungsi bangunan wajib mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat. Ketentuan mengenai tata cara memperoleh Persetujuan Bangunan Gedung akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Standar Teknis Bangunan Gedung

Berdasarkan Pasal 7 UU No. 28/2002 setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif yang meliputi i) persyaratan status hak atas tanah, ii) status kepemilikan bangunan gedung, iii) izin mendirikan bangunan, serta persyaratan teknis yang meliputi i) persyaratan tata bangunan dan ii) persyaratan keandalan bangunan gedung. RUU Cipta Kerja menghapus ketentuan mengenai persyaratan administratif bangunan gedung, persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung, dan mengubah Pasal 7 UU No. 28/2002 sehingga persyaratan bangunan gedung adalah memenuhi standar teknis bangunan gedung. Standar teknis bangunan adalah standar baku spesifikasi berdasarkan lokasi, fungsi dan klasifikasi bangunan antara lain meliputi ketinggian bangunan, jumlah lantai maksimum bangunan dan jarak bebas bangunan. Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis bangunan gedung akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pihak Penyelenggara Bangunan Gedung

RUU Cipta Kerja merubah Pasal 34 UU No. 28/2002 terkait pihak penyelenggara bangunan gedung. Penyelenggara bangunan gedung adalah pihak-pihak yang wajib memenuhi standar teknis bangunan gedung. Adapun pihak yang dimaksud berdasarkan RUU Cipta Kerja adalah:

  1. Pemilik bangunan gedung;
  2. Penyedia jasa konstruksi;
  3. Profesi ahli;
  4. Penilik;
  5. Pengkaji teknis;
  6. Pengguna bangunan gedung;

Profesi ahli adalah seseorang yang telah memenuhi standar kompetensi dan ditetapkan oleh lembaga yang diakreditasi oleh Pemerintah Pusat. Penilik adalah Penilik bangunan gedung yang merupakan orang perseorangan yang memiliki kompetensi, yang diberi tugas oleh Pemerintah Pusat untuk melakukan inspeksi terhadap penyelenggaraan bangunan gedung. Penyedia jasa konstruksi adalah pemberi layanan jasa konstruksi sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan tentang jasa konstruksi. Pengkaji teknis adalah individu atau badan usaha yang mempunyai sertifikat kompetensi kerja kualifikasi ahli atau sertifikat badan usaha untuk melaksanakan pengkajian teknis atas kelaikan fungsi bangunan gedung.

Read Also  Daily tips: Prosedur dan Mekanisme Pembuatan Akta Tanah

Prosedur

Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik bangunan wajib menggunakan jasa penyedia jasa konstruksi dan pengkaji teknis bangunan. RUU Cipta Kerja mengatur lebih rinci mengenai prosedur pembangunan bangunan gedung, yaitu:

  1. Penyedia jasa perencana konstruksimelaksanakan tahap perencanaan pembangunan bangunan gedung dengan mengikuti acuan standar teknis bangunan gedung. Dalam hal bangunan gedung direncanakan tidak sesuai dengan standar teknis bangunan gedung yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, maka penyedia jasa perencana konstruksi harus melengkapi rencana tersebut dengan hasil pengujian antara lain berupa hasil uji laboratorium, simulasi dan/atau hasil analisis. Kemudian hasil pengujian tersebut dikonsultasikan dengan Pemerintah Pusat untuk mendapatkan pernyataan pemenuhan standar teknis dan persetujuan rencana teknis dari Pemerintah Pusat. Namun jika pembangunan direncanakan mengikuti acuan standar teknis bangunan gedung, maka penyedia jasa perencana konstruksi mendapatkan pernyataan pemenuhan standar teknis tanpa perlu melakukan konsultasi dan pemeriksaan pemenuhan standar.
  2. Pelaksanaan konstruksi dilakukan oleh penyedia jasa konstruksi setelah mendapatkan Persetujuan Bangunan Gedung. Untuk mendapatkan Persetujuan Bangunan Gedung penyedia jasa konstruksiwajib menyerahkan pernyataan pemenuhan standar teknis sebagai dokumen persyaratan. Dokumen tersebut dimohonkan kepada Pemerintah Pusat melalui Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung untuk bangunan gedung non-usaha dan pelayanan Perizinan Berusaha terintegrasi elektronik untuk bangunan gedung berusaha. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh Persetujuan Bangunan Gedung akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
  3. Di dalam tahap pembangunan, Pemerintah Pusat melakukan pengawasan terhadap setiap tahapan pembangunan dengan menunjuk Penilik Bangunan Gedung. Pengawasan ini dilakukan untuk menentukan lanjut atau tidaknya pekerjaan konstruksi ke tahap selanjutnya.

Setelah pembangunan selesai, bangunan gedung dapat digunakan setelah mendapatkan sertifkat laik fungsi. RUU Cipta Kerja mengatur secara rinci prosedur penerbitan sertifikat laik fungsi, sebagai berikut:

  1. Surat pernyataan kelaikan fungsi akan diterbitkan oleh pengkaji teknissetelah inspeksi tahap pembangunan terakhir telah selesai dan dinyatakan bangunan gedung telah memenuhi standar teknis bangunan gedung.
  2. Penyedia Jasa Pengawasan atau Manajemen Konstruksi mengajukan penerbitan sertifikat laik fungsi berdasarkan surat pernyataan kelaikan fungsi tersebut kepada Pemerintah Pusat melalui sistem elektronik.
  3. Penerbitan sertifikat laik fungsi bangunan gedung dilakukan bersamaan dengan penerbitan surat bukti kepemilikan bangunan gedung. 
Read Also  Legal View - Omnibus Law on Spatial Planning

Wewenang

Beberapa wewenang Pemerintah Daerah lainnya yang diambilalih oleh Pemerintah Pusat berdasarkan RUU Cipta Kerja adalah:

  1. Penetapan pembongkaran bangunan gedung yang tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki;
  2. Pengesahan rencana teknis bangunan gedung; dan
  3. Penetapan bangunan gedung dan/atau lingkungan yang dilindungi dan dilestarikan.

Namun demikian, Pemerintah Daerah tetap memiliki kewenangan dalam menyusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) wilayahnya dan setiap bangunan gedung harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur di dalam RDTR.

Sanksi

Apabila di dalam UU No. 28/2002 sanksi administratif dikenakan hanya kepada pemilik dan pengguna bangunan gedung, maka di dalam RUU Cipta Kerja sanksi administratif dapat dikenakan kepada seluruh pihak penyelenggara bangunan gedung. Ketentuan mengenai jenis dan tata cara pengenaan sanksi administratif akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Selain itu sebelumnya di dalam UU No. 28/2002 terhadap pelanggaran yang mengakibatkan kerugian harta benda diancam dengan pidana paling lama 3 tahun dan/atau denda paling banyak 10% dari nilai bangunan. Di dalam RUU Cipta Kerja atas pelanggaran yang sama akan dikenakan sanksi administratif dan sanksi penggantian kerugian atas harta benda yang rusak. Sanksi pidana akan ditetapkan apabila sanksi administratif dan sanksi penggantian tidak dilaksanakan oleh pelaku pelanggaran.

Penutup

Untuk meningkatkan ekosistem investasi dan memberikan kemudahan bagi pelaku usaha, RUU Cipta Kerja melakukan penyederhanaan terhadap persyaratan Perizinan Berusaha, dalam hal ini yaitu persyaratan Persetujuan Bangunan Gedung. RUU Cipta Kerja tidak mengatur persyaratan administratif bangunan gedung dan hanya mewajibkan bangunan gedung untuk memenuhi standar teknis bangunan gedung. Hal ini mungkin akan diatur lebih lanjut di dalam peraturan pelaksana yang lebih teknis terutama yang melibatkan aplikasi melalui sistem online. Standar teknis ini tidak dirinci di dalam RUU Cipta Kerja melainkan akan diatur di dalam peraturan pelaksanaannya. Selain itu RUU Cipta Kerja mengatur lebih rinci pihak-pihak yang terlibat di dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Pihak-pihak tersebut wajib tunduk dengan ketentuan dan standar yang diatur oleh Pemerintah Pusat termasuk kewajiban untuk mematuhi standar teknis bangunan gedung. Keterlibatan pihak-pihak ini wajib ada mulai dari tahap perencanaan sampai dengan tahap pembangunan dan pengawasan bangunan gedung. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa setiap tahap penyelenggaraan bangunan gedung dilaksanakan secara tertib dan aman.

Persetujuan Bangunan Gedung akan diterbitkan oleh Pemerintah Pusat melalui sistem elektronik. Selain itu, guna menyederhanakan proses penyelenggaraan bangunan gedung, seluruh wewenang Pemerintah Daerah terkait penyelenggaran bangunan gedung akan dialihkan ke Pemerintah Pusat.

 

Herdiasti Anggitya