Pada tanggal 23 April 2020, pemerintah pusat telah mengundangkan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi (“PP No. 22/2020”), yang memberikan kejelasan pengaturan mengenai, antara lain (i) rantai pasok sumber daya konstruksi, (ii) ketentuan penunjukan langsung, (iii) aspek kepentingan umum, and (iv) kontrak kerja konstruksi.

Dari sisi kemanfaatan hukum, PP No. 22/2020 sangat ditunggu oleh masyarakat karena peraturan sebelumnya perlu diganti agar sesuai dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi (“UU No. 2/2017”) sebagai undang-undang jasa konstruksi yang baru.

Rantai Pasok Sumber Daya Konstruksi

UU No. 2/2017 menetapkan rantai pasokan sumber daya konstruksi sebagai kegiatan produksi dan distribusi bahan, peralatan dan teknologi yang digunakan dalam pelaksanaan jasa konstruksi. PP No. 22/2020 semakin menekankan penggunaan sumber daya konstruksi mengutamakan produk dalam negeri, unggulan dan ramah lingkungan, yang terdiri atas sumber daya material, peralatan, teknologi dan manusia. Sumber daya konstruksi harus memenuhi standar keamanan, keselamatan dan keberlanjutan.

Sumber daya material dan peralatan harus lulus uji standar dan mengoptimalkan penggunaan produk dalam negeri. Sumber daya teknologi harus didukung pengembangan teknologi dalam negeri. Sedangkan, sumber daya manusia harus memenuhi standar kompetensi kerja, yang terdiri atas operator, teknisi atau analis, dan ahli. Sertifikat kompetensi kerja berlaku untuk waktu lima tahun dan dapat diperpanjang.

Penunjukan Langsung

UU No. 2/2017 memberikan peluang penunjukan langsung dalam pemilihan penyedia jasa yang menggunakan sumber keuangan negara dalam hal salah satunya “kondisi tertentu”. Sayangnya, UU No. 2/2017 tidak mengatur lebih rinci mengenai kondisi tertentu tersebut. UU No. 2/2017 mengamanatkan peraturan pemerintah untuk mengatur lebih lanjut mengenai “kondisi tertentu”.

Kondisi tertentu, berdasarkan PP No. 22/2020, mencakup antara lain (i) pekerjaan konstruksi yang bersifat rahasia untuk kepentingan negara, (ii) penugasan pemerintah kepada BUMN/BUMD, anak perusahaan, dan/atau pihak terafiliasinya, (iii) penanganan darurat, (iv) pekerjaan konstruksi yang hanya dapat diberikan oleh satu pelaku usaha yang mampu, dan (v) pekerjaan yang spesifik dan hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak paten atau pihak lain yang telah mendapat izin dari pemegang hak paten, atau pihak yang menjadi pemenang tender untuk mendapatkan izin dari pemerintah.

Read Also  Izin Mendirikan Bangunan

Sedangkan, untuk jasa konsultasi konstruksi, “kondisi tertentu” mencakup antara lain (i) permintaan berulang untuk penyedia jasa konsultasi konstruksi yang sama, (ii) jasa konsultasi konstruksi yang setelah dilakukan seleksi ulang mengalami kegagalan, (iii) penugasan pemerintah kepada BUMN/BUMD, anak perusahaan, dan/atau pihak terafiliasinya, (iv) jasa konsultasi konstruksi yang hanya dapat dilakukan oleh satu pelaksanaan usaha yang mampu, (v) jasa konsultasi konstruksi yang hanya dapat dilakukan oleh satu pemegang hak cipta yang telah terdaftar atau pihak yang telah mendapat izin pemegang hak cipta, (vi) jasa konsultasi konstruksi yang bersifat rahasia untuk kepentingan negara, dan (vii) jasa konsultasi konstruksi lanjutan yang merupakan satu kesatuan sistem konstruksi dan satu kesatuan tanggung jawab atas risiko kegagalan bangunan yang secara keseluruhan tidak dapat dipecah-pecah dari pekerjaan yang sudah dilaksanakan sebelumnya.

Kepentingan Umum

UU No. 2/2017 tidak mengatur secara tegas apakah pemilihan penyedia jasa untuk konstruksi kepentingan umum harus sesuai dengan prosedur yang berlaku atau tidak. UU No. 2/2017 hanya melarang pengguna jasa yang menggunakan penyedia jasa terafiliasi untuk pembangunan kepentingan umum tanpa melalui proses tender, seleksi atau pengadaan. UU No. 2017 juga tidak mengklasifikasi tipe pembangunan yang terklasifikasi sebagai “kepentingan umum”.

PP No. 22/2020 memberikan batasan terhadap “kepentingan umum” yakni yang memiliki dampak terhadap kepentingan bangsa dan negara, dan/atau kepentingan masyarakat, berupa antara lain (i) pertahanan dan keamanan nasional, (ii) jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api dan fasilitas operasi kereta api, (iii) waduk, bendungan dan irigasi, (iv) pelabuhan, bandara dan terminal, (v) infrastruktur minyak, gas dan panas bumi, (vi) pembangkit listrik dan transmisi, (vii) kantor pemerintah pusat atau pemerintah daerah, dan (viii) pasar umum.

Kontrak Kerja Konstruksi

Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan bentuk kontrak kerja konstruksi, yang ditentukan berdasarkan (i) sistem penyelenggaraan, sistem pembayaran, dan (iii) sistem perhitungan hasil pekerjaan.

Read Also  Daily Tips: Trik-Trik atau Jurus Jitu dalam Penjualan Properti

Dalam menetapkan sistem penyelenggaraan, pengguna jasa harus mempertimbangkan (i) kapasitas pengguna jasa, (ii) ketersediaan penyedia jasa, dan (iii) rantai pasok. Sistem penyelenggaraan sendiri meliputi (i) rancang-penawaran-bangun, (ii) rancang-bangun, (iii) perekayasaan-pengadaan-pelaksanaan, (iv) manajemen konstruksi dengan risiko, (v) manajemen konstruksi sebagai agen pengguna jasa, dan (vi) kemitraan/kerja sama.

Sistem pembayaran dilakukan dengan cara di muka, bulanan, tahapan atau termin, atau pembayaran terima jadi/pembayaran sekaligus. Klausul dalam kontrak kerja konstruksi terkait pembayaran harus memuat (i) jangka waktu pembayaran, (ii) ganti rugi keterlambatan pembayaran, (iii) jaminan, dan (iv) dokumen bukti kemampuan membayar.

Sedangkan, sistem perhitungan terdiri atas (i) lumsum, (ii) harga satuan, (iii) gabungan lumsum dan harga satuan, (iv) presentasi nilai, (v) biaya penggantian, dan (vi) target biaya.

Kontrak kerja konstruksi sedikitnya memuat:

  1. Perjanjian, berisi (i) uraian para pihak, (ii) konsiderasi, (iii) lingkup pekerjaan, (iv) hal pokok berupa harga dan jangka waktu pelaksanaan kontrak, dan (v) daftar dokumen yang mengikat beserta urutan hierarkinya.
  2. Syarat khusus kontrak, berisi (i) data informasi pekerjaan, dan (ii) ketentuan perubahan yang diizinkan oleh syarat umum kontrak berdasarkan karakteristik khusus pekerjaan.
  3. Syarat umum kontrak, berisi (i) ketentuan umum yang mengatur perikatan berdasarkan sistem penyelenggaraan, (ii) lingkup pekerjaan, (iii) cara pembayaran, dan (iv) sistem perhitungan hasil pekerjaan.
  4. Dokumen pengguna jasa (sebagai bagian dari dokumen pemilihan yang menjadi dasar bagi penyusunan penawaran), berisi lingkup tugas dan persyaratannya, meliputi (i) persyaratan spesifikasi pekerjaan, (ii) gambar-gambar, (iii) daftar keluaran/kuantitas, dan (iv) harga.
  5. Usulan atau penawaran, yang disusun oleh penyedia jasa berdasarkan dokumen pemilihan, berisi (i) metode, (ii) harga penawaran, (iii) jadwal waktu, dan (iv) sumber daya.
  6. Berita acara, berisi kesepakatan yang terjadi antara pengguna jasa dan penyedia jasa selama proses evaluasi usulan atau penawaran oleh pengguna jasa berupa klarifikasi atas hal yang menimbulkan keraguan.
  7. Surat pernyataan pengguna jasa, yang menyatakan menerima atau menyetujui usulan atau penawaran dari penyedia jasa.
  8. Surat pernyataan penyedia jasa, yang menyatakan kesanggupan untuk melaksanakan pekerjaan.

Adrian Fernando