Fitri Nabilla Aulia

Kebijakan Sampah Menjadi Energi di Indonesia, regulasi pengelolaan sampah indonesia, kebijakan lingkungan indonesia, energi terbarukan dari sampah, pengelolaan sampah berkelanjutan, solusi sampah perkotaan, energi hijau indonesia, teknologi ramah lingkungan, konversi sampah jadi listrik, transisi energi terbarukan.

Kerangka Regulasi Pengelolaan Sampah

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (“UU Pengelolaan Sampah”) mengamanatkan pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan. Salah satu asas dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah adalah asas manfaat. Asas manfaat berarti pengelolaan sampah perlu menggunakan pendekatan yang menganggap sampah sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Dalam rangka melaksanakan amanat UU Pengelolaan Sampah tersebut, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah di Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya, dan Kota Makassar (“Perpres No. 18/2016”). Perpres No. 18 Tahun 2016 bertujuan untuk mengubah sampah menjadi sumber energi, meningkatkan kualitas lingkungan, serta memperkuat peran ketenagalistrikan nasional melalui percepatan pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah (“PLTSa”).

Baca Juga: Menyikapi ESG di Indonesia: Kekosongan Kerangka Regulasi

Perpres No. 18/2016 berfokus pada percepatan pembangunan PLTSa di 7 (tujuh). Perpres No. 18/2016 ini kemudian dicabut dan dengan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan (“Perpres No. 35/2018”). Melalui Perpres No. 35/2018, cakupan wilayah percepatan pembangunan PLTSa diperluas menjadi 12 (dua belas) daerah, termasuk di antaranya Provinsi DKI Jakarta, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Denpasar, dan Kota Manado.

Akan tetapi, Perpres No. 35/2018 ini dinilai tidak berjalan efektif. Pada tahun 2023, timbunan sampah di Indonesia mencapai 56,63 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, hanya 39,01% yang berhasil dikelola, sementara 60,99% sisanya belum terkelola dan dibuang secara terbuka (open dumping). Hal ini menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan serta gangguan kesehatan masyarakat sehingga mengakibatkan terjadinya kedaruratan sampah terutama di perkotaan. Untuk menangani permasalahan tersebut, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2025 tentang Penanganan Sampah Perkotaan Melalui Pengolahan Sampah Menjadi Energi Terbarukan Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan (“Perpres No. 109/2025”) yang mencabut Perpres No. 35/2018.

Perpres No. 109/2025 diterbitkan untuk menangani timbulan sampah dan timbunan sampah melalui Pengolahan Sampah menjadi Energi Terbarukan Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan (“PSE”) sehingga sampah dapat dimanfaatkan untuk mendukung ketahanan energi nasional. PSE dilakukan melalui:

  • Pengolah Sampah Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan menjadi Energi Listrik (“PSEL”);
  • Pengolah Sampah menjadi Energi Terbarukan Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan Bioenergi (“PSE Bioenergi”);
  • Pengolah Sampah menjadi Energi Terqarukan Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan Bahan Bakar Minyak Terbarukan (“PSE Bahan Bakar Minyak Terbarukan”); dan
  • PSE produk ikutan lainnya.

Artikel ini akan membahas perubahan penting dalam Perpres No. 109/2025 dibandingkan dengan Perpres No. 35/2018, dengan pembahasan yang lebih mendalam pada PSEL.

Kebijakan Sampah Menjadi Energi di Indonesia

Perubahan Penting Dalam Perpres No. 109/2025

Perluasan Bentuk Pengelolaan Sampah

Berbeda dengan Perpres No. 18/2016 dan Perpres No. 35/2018 yang hanya menekankan pengelolaan sampah menjadi listrik melalui PLTSa, Pepres No. 109/2025 memperluas pengolahan sampah menjadi 4 (empat) bentuk yaitu listrik, bioenergi, bahan bakar minyak terbarukan, serta produk ikutan lainnya.

Berdasarkan Pasal 27 Perpres No. 109/2025, PSE Bioenergi meliputi biomassa dan biogas. Produk PSE Bioenergi dapa dimanfaatkan sendiri dan/atau dijual kepada masyarakat sebagai pengganti bahan bakar fosil. Selain itu, berdasarkan Pasal 28 Perpres No. 109/2025, sampah yang diolah dapat menghasilkan PSE Bahan Bakar Minyak Terbarukan berupa bahan bakar cair yang dapat dimanfaatkan sendiri dan/atau dijual kepada:

  • Pembangkit listrik;
  • Transportasi; dan
  • Pemanfaatan lainya.

Untuk PSE produk ikutan lainnya, akan ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi.

Kriteria Daerah Untuk Penyelenggaraan PSEL

 

“Perpres No. 109/2025 menekankan PSEL dilaksanakan berdasarkan kriteria, bukan sekadar lokasi”

Perpres No. 18/2016 dan Perpres No. 35/2018 berfokus pada percepatan pembangunan PLTSa pada daerah-daerah yang telah ditetapkan. Sementara itu, melalui Perpres No. 109/2025, pemerintah menekankan bahwa penyelenggaraan PSEL harus didasarkan pada pemenuhan kriteria tertentu, bukan semata-mata pada lokasi. Pasal 4 Pepres No. 109/2025 mengatur kriteria kabupaten/kota yang dapat menyelenggarakan PSEL, sebagai berikut:

  1. Ketersediaan volume sampah yang disalurkan oleh pemerintah daerah kepada PSEL paling sedikit 1.000 (seribu) ton/hari selama masa operasional PSEL;
  2. Ketersediaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (“APBD”) yang dialokasikan dan direalisasikan oleh Pemerintah Daerah untuk pengelolaan sampah meliputi pengumpulan dan pengangkutan sampah dari sumber sampah ke lokasi PSEL;
  3. Ketersediaan lahan untuk pengelolaan sampah dan pembangunan PSEL; dan
  4. Komitmen penyusunan peraturan daerah tentang retribusi pelayanan kebersihan.

Pasal 9 Perpres No. 109/2025 lebih lanjut menjelaskan bahwa ketersediaan volume sampah sebagaimana dimaksud Pasal 4 huruf a, meliputi:

  1. Sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  2. Sampah yang berasal dari timbulan sampah dan timbunan sampah.

Penjelasan mengenai sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (“PP No. 81/2012”). Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 PP No. 81/2012, sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. Sedangkan, sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah rumah tangga yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.

Baca Juga: Asas Pencemar Membayar: Memahami Biaya Ganti Rugi Lingkungan dalam Kaitannya Dengan Kepatuhan Regulasi

Operasional PLTSa kini masih menghadapi berbagai kendala, terutama dalam hal ketersediaan pasokan limbah domestik yang belum mencukupi untuk menjaga keberlanjutan operasional. Sedangkan, teknologi PLTSa memerlukan volume sampah yang konsisten agar dapat beroperasi secara efisien. Dengan demikian, penegasan atas kriteria pasokan sampah minimal 1.000 (seribu) ton per hari oleh pemerintah daerah menjadi langkah awal yang penting untuk memastikan PLTSa dapat beroperasi secara berkelanjutan, efisien, serta memberikan dampak optimal dalam penanganan kedaruratan sampah. Selain itu, penetapan kriteria dalam Perpres No. 109/2025 membuka peluang bagi perluasan penyelenggaraan PSEL di berbagai daerah, sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan, sehingga cakupan pengelolaan sampah tidak lagi terbatas pada wilayah tertentu.

Regulasi Pengelolaan Sampah

Tahapan Penyelenggaraan PSEL

Perpres No. 35/2018 mengatur bahwa dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah, pemerintah daerah kabupaten/kota secara sendiri atau bersama-sama dapat bermitra dengan pengelola sampah. Kemitraan tersebut dituangkan dalam bentuk perjanjian antara pemerintah daerah kabupaten/kota dan badan usaha pengelola sampah yang bersangkutan. Selain itu, dalam Pasal 6 Perpres No 35/2018 mengatur bahwa dalam percepatan pembangunan PLTSa, gubernur atau wali kota dapat menugaskan Badan Usaha Milik Daerah (“BUMD”) yang pelaksanaannya berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BUMD atau melakukan kompetisi badan usaha yang pelaksanaannya berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah atau ketentuan kerja sama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Perpres No. 35/2018 tidak secara rinci mengatur tahapan penyelenggaraan PSEL.

Dalam Perpres No. 109/2025, secara rinci mengatur bahwa penyelenggaraan PSEL dilaksanakan dengan tahapan perencanaan dan pelaksanaan. Tahap pelaksanaan meliputi:

  • Penetapan kabupaten/kota
    Dalam penetapan kabupaten/kota, pemerintah daerah menyampaikan pernyataan kesiapan pembangunan PSEL kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan dilengkapi dengan persyaratan:
  1. Pemenuhan kriteria dalam Pasal 4 (lihat penjelasan mengenai kriteria di atas);
  2. pengintegrasian pembangunan PSEL dalam dokumen perencanaan daerah dan rencana induk persampahan; dan
  3. melaksanakan konsultasi publik dengan masyarakat di sekitar lokasi yang akan dibangun PSEL.

Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, melakukan verifikasi dan evaluasi terhadap kesiapan pemerintah daerah dengan melibatkan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi. Kabupaten/kota terpilih ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hasil penetapan kabupaten/kota tersebut kemudian akan menjadi dasar pelaksanaan kajian teknis dan ekonomi serta pemilihan Badan Usaha Pengembang dan Pengelola PSEL (“BUPP PESL”)

  • Pemilihan BUPP PSEL
    Pemilihan BUPP PSEL dilakukan oleh BPI Danantara, yang akan kami uraikan di bagian selanjutnya.
  • Perjanjian kerja sama
    Perjanjian kerja sama dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan BUPP PSEL. Perjanjian kerja paling sedikit memuat ketentuan:
  1. ketersediaan lahan pinjam pakai dan tanpa dikenakan biaya;
  2. kesiapan dan komitmen pengumpulan dan pengangkutan Sampah;
  3. jangka waktu kerja sama;
  4. wanprestasi pelaksanaan kerja sama;
  5. kompensasi apabila dalam pelaksanaan kerja sama, ketersediaan Sampah tidak memenuhi syarat;
  6. status aset pasca kerja sama.
  • Pemenuhan perizinan sebelum melaksanakan konstruksi
    Pemenuhan perizinan sebelum melaksanakan konstruksi dilakukan melalui Sistem OSS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.
  • Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (“PJBL”)
    Pasal 5 Perpres No. 109/2025 mengatur secara tegas bahwa PT PLN (Persero) ditugaskan untuk membeli listrik yang dihasilkan oleh PSEL. Ketentuan ini berbeda dengan Perpres Nomor 35 Tahun 2018, di mana penugasan kepada PT PLN (Persero) untuk membeli tenaga listrik dari PLTSa harus terlebih dahulu diusulkan oleh gubernur atau wali kota sesuai dengan kewenangannya kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. PJBL disusun antara PT PLN (Persero) dengan BUPP PSEL untuk mengatur pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero).

Sedangkan dalam tahap pelaksanaan meliputi:

  1. Konstruksi, yang mana dilakukan oleh BUPP PSEL dan wajib melaporkan secara berkala kemajuan konstruksi PSEL kepada menteri yang menyelenggarakan pemerintahan di bidang energi;
  2. Pemenuhan perizinan saat dan/atau setelah konstruksi melalui OSS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perizinan berusaha di bidang perizinan berusaha berbasis risiko; dan
  3. Operasional

PSEL beroperasi secara komersial setelah:

  1. PSEL telah mendapatkan sertifikat laik operasi dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi; dan
  2. ditandatanganinya berita acara operasi komersial pembangkit PSEL oleh PT PLN (Persero) dan BUPP PSEL dengan jangka waktu operasional 30 (tiga puluh) tahun.

Selama operasional PSEL, BUPP PSEL wajib:

  1. membangun, mengoperasikan, dan memelihara PSEL;
  2. menjual tenaga listrik kepada PT PLN (Persero) sesuai yang tercantum dalam PJBL;
  3. melakukan pengendalian pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Menyusun laporan tahunan berupa laporan pengolahan sampah dan laporan pengusahaan PSEL.
Regulasi Lingkungan di Indonesia

Pengaturan Peran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (“BPI Danantara”) dalam PSEL

 

“BPI Danantara terlibat aktif dalam proses pemilihan BUPP PSEL dan kajian teknis dan keekonomian PSEL”

Pada tahun 2025 melalui Undang-undang Nomor 1 Tahun 2025 mengenai Badan Usaha Milik Negara (“UU BUMN”), presiden melimpahkan sebagian kewenangannya pengelolaan BUMN kepada BPI Danantara. Dalam menjalankan kewenangan BPI Danantara, UU BUMN memberikan kewenangan BPI Danantara untuk mendirikan holding investasi dan holding operasional. Holding investasi pada dasarnya mempunyai tugas untuk melakukan pengelolaan investasi dan melakukan pemberdayaan aset dalam rangka peningkatan nilai investasi. Sedangkan, holding operasional mempunyai tugas untuk melakukan pengelolaan operasional BUMN.

Dalam pelaksanaan PSEL berdasarkan Perpres No. 109/2025, BPI Danantara turut berperan aktif. Pasal 5 Pepres No. 109/2025 mengatur bahwa bahwa BPI Danantara melalui holding investasi, holding operasional, dan/atau BUMN dan/atau Anak Usaha BUMN melakukan pemilihan BUPP PSEL dan/atau pelaksanaan investasi dalam penyelenggaraan PSEL yang layak secara komersial, finansial, dan manajemen risiko. Selain itu, BPI Danantara juga memiliki tugas untuk membuat kajian teknis dan keekonomian penyelenggaraan PSEL.

Baca Juga: Kerangka Hukum Energi Baru dan Terbarukan di Indonesia: Urgensi Pembentukan Undang-Undang Baru

BPI Danantara melalui holding investasi, holding operasional, dan/atau BUMN dan/atau Anak Usaha BUMN mempersiapkan kajian teknis dan keekonomian pembangunan PSEL pada daerah yang telah ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yang memuat:

  • Volume sampah dan kalori yang dapat dihasilkan dari pengolahan sampah;
  • Kesesuaian dan ketersediaan lokasi PSEL;
  • Ketersediaan sistem pendukung untuk keberlangsungan PSEL meliputi ssitem pengumpulan dan pengangkutan sampah; dan
  • Identifikasi, rekomendasi mitigasi, dan pengalokasian risiko.

Sehubungan dengan pemilihan BUPP PSEL, BPI Danantara melalui holding investasi, holding operasional, dan/atau BUMN dan/atau Anak Usaha BUMN melakukan pemilihan BUPP PSEL yang memenuhi kriteria dan berpedoman pada ketentuan pelaksanaan kerja sama investasi pada BUMN dan/atau Anak Usaha BUMN. Jika tidak ada peserta yang mendaftar untuk pemilihan BUPP PSEL atau tidak terdapat peserta yang memenuhi kriteria, maka BUMN dan/atau Anak Usaha BUMN melalui BPI Danantara menyampaikan hasil pelaksanaan pemilihan BUPP PSEL tersebut kepada Dalam hal pemilihan BUPP PSEL tidak ada peserta yang mendaftar atau tidak terdapat peserta yang memenuhi kriteria, BUMN dan/ atau Anak Usaha BUMN melalui BPI Danantara menyampaikan laporan hasil pelaksanaan pemilihan BUPP PSEL kepada (i) menteri yang menyelenggarakan ·sinkronisasi dan koordinasi serta pengendalian urusan kementerian di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; (ii) menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; (iii) menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi; dan (iv) menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri, agar kemudian laporan tersebut ditindaklanjuti dengan rapat koordinasi untuk mendorong kerja sama antara pemerintah daerah dengan badan usaha yang berminat menjadi BUPP PSEL.

Pengaturan Kriteria Badan Usaha Penyelenggara PSEL

 

“Perpres No. 109/2025 menetapkan kriteria konkret bagi BUPP PSEL yang belum diatur dalam Perpres No. 35/2018”

Perpres No. 35/2018 tidak mengatur secara spesifik mengenai kriteria badan usaha yang dapat ditunjuk untuk membangun PLTSa dalam kerja sama dengan pemerintah daerah. dalam Perpres No. 109/2025 mengatur jelas kriteria BUPP PSEL yang dapat mengikuti pemilihan yang dilakukan oleh BPI Danantara. Adapun kriteria BUPP PSEL yang dapat mengikuti proses pemilihan tersebut paling sedikit meliputi:

  • memiliki teknologi PSEL yang teruji dan termutakhir sesuai dengan perkembangan teknologi yang ramah lingkungan serta sesuai dengan jenis Sampah yang akan diolah;
  • memiliki kemampuan keuangan dan memenuhi kewajiban investasi; dan
  • memiliki pengalaman dalam PSE dan memenuhi seluruh ketentuan dan standar yang berlaku.

Perpres No. 109/2025 juga mengatur bahwa dalam keadaan tertentu, pemilihan BUPP PSEL dapat dilakukan dengan mekanisme penunjukan langsung. Kriteria keadaan tersebut meliputi keadaan:

  • hanya terdapat 1 (satu) peserta yang memenuhi kriteria;
  • lokasi yang memenuhi kondisi kedaruratan sampah yang memerlukan penanganan segera dan ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
  • terdapat pengembang PSEL yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah sebelum berlakunya Perpes No. 109/2025 dan telah dilakukan pengakhiran atas penetapan tersebut yang bersifat final dan mengikat di antara para pihak.
pencemaran lingkungan

Jangka Waktu PJBL

Perpres No. 35/2018 dan Perpres No. 109/2025 mengatur hal yang sama bahwa pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero) dari BUPP PSEL dituangkan ke dalam PJBL Namun, dalam Perpres No. 35/2018 tidak diatur jangka waktu PJBL. Dalam Perpres No. 109/2025, diatur bahwa jangka waktu PJBL adalah selama 30 (tiga puluh) tahun terhitung sejak PSEL dinyatakan telah mencapai tahap beroperasi komersial. Jangka waktu PJBL ini dapat diperpanjang berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 5 Tahun 2025 tentang Pedoman Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik dari Pembangkit Tenaga Listrik Yang Memanfaatkan Sumber Energi Terbarukan.

Dengan adanya jangka waktu PJBL ini berarti pemerintah daerah harus memastikan bahwa kebutuhan sampah minimal 1.000 ton per hari harus terus terpenuhi selama jangka waktu PJBL, minimal 30 (tiga puluh tahun).

Harga Pembelian Tenaga Listrik

 

“Perpres No. 109/2025 memberlakukan single tarif USD 0,20/kWh untuk listrik PSEL”

Perpres No. 35/2018 mengatur bahwa harga pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero) ditetapkan bedasarkan kapastias PLTSa yang dijual kepada PT PLN (Persero) dengan ketentuan:

  • untuk besaran kapasitas sampai dengan 20 MW (dua puluh megawatt) sebesar USD 13.35 cent/kWh yang terinterkoneksi pada jaringan tegangan tinggi, jaringan tegangan menengah, atau jaringan tegangan rendah; atau
  • untuk besaran kapasitas lebih dari 20 MW (dua puluh megawatt) yang terinterkoneksi pada jaringan tegangan tinggi atau jaringan tegangan menengah dengan perhitungan Harga Pembelian (USD cent/kWh) = 14,54 – (0,076 x besaran kapasitas PLTSa yang dijual ke PT PLN (Persero)).

Harga pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero) tersebut sudah termasuk seluruh biaya pengadaan jaringan dari PLTSa ke jaringan tenaga listrik PT PLN (Persero). Harga pembelian tersebut merupakan harga yang digunakan dalam PJBL tanpa negosiasi dan tanpa eskalasi harga.

Dalam Perpres No. 109/2025 ini harga pembelian tenaga listrik tidak lagi ditetapkan berdasarkan besaran kapasitas. Dalam Perpres No. 109/2025, harga pembelian tenaga listrik ditetapkan sebesar USD 0.20 (dua puluh sen Dollar Amerika Serikat) per kWh (kilowatt per jam) untuk semua kapasitas. Selain itu, harga pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero) dalam Perpres No. 109/2025 tidak termasuk biaya pengadaan infrastruktur ketenagalistrikan yang disediakan oleh PT PLN (Persero). Lebih lanjut, Pasal 19 ayat (6) Perpres No. 109/2025 mengatur bahwa Transaksi pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero) dilaksanakan dengan ketentuan:

  • harga dituangkan dalam PJBL tanpa negosiasi dan tanpa eskalasi harga;
  • harga berlaku pada saat PSEL dinyatakan telah mencapai tahap beroperasi secara komersial sesuai dengan jadwal yang telah disepakati dalam PJBL;
  • tidak dikenakan denda atau penalti (take-and-pay) apabila besaran daya dalam PJBL tidak terpenuhi yang disebabkan oleh permasalahan teknis di luar kendali BUPP PSEL dan kecukupan pasokan sampah oleh pemerintah daerah.
  • prioritas untuk masuk jaringan PT PLN (Persero) (must dispatched), sesuai besaran energi yang diperjanjikan setiap tahun (annual contracted energy)

Ketentuan nomor (iii) dan (iv) di atas, tidak diatur secara tegas sebelumnya dalam Perpes No. 35/2018.

 

“Perpres No. 109/2025 memberikan kompensasi kepada PLN atas peningkatan biaya pembangkit dan jaringan akibat pembelian listrik dari PSEL”

Selain itu, hal baru yang diatur dalam Perpres No. 109/2025 adalah kompensasi kepada PT PLN (Persero). Pasal 20 Perpres No. 109/2025 mengatur bahwa apabila penugasan pembelian tenaga listrik dari PSEL oleh PT PLN (Persero) menimbulkan peningkatan biaya pokok pembangkit, termasuk biaya pembangunan jaringan ketenagalistrikan dari lokasi PSEL ke jaringan PLN, PT PLN (Persero) berhak menerima kompensasi atas seluruh biaya yang telah dikeluarkan, dan pembayaran kompensasi tersebut dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penghapusan Bantuan Biaya Layanan Pengolahan Sampah kepada Pemerintah Daerah

Dalam Perpres No. 35/2018, diatur bahwa pendanaan yang diperlukan untuk percepatan pembangunan PLTSa, bersumber dari APBD, dan dapat didukung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (“APBN”), dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendanaan yang bersumber dari APBN tersebut digunakan untuk bantuan biaya layanan pengolahan sampah kepada pemerintah daerah dengan besaran paling tinggi Rp500.000 (lima ratur ribu rupiah) per ton sampah. Akan tetapi, pengaturan ini kemudian dihapuskan dalam Perpes No. 109/2025.

Hukum Lingkungan Indonesia

Implikasi Hukum Perpres No. 109/2025

Dengan diterbitkannya Perpres No. 109/2025, penyelenggaraan PSEL yang telah dilaksanakan sebelum berlakunya Perpres No. 109/2025 mengikuti ketentuan Perpres No. 35/2018. Penyelenggaraan PSEL yang telah dilaksanakan oleh pemerindah daerah, pengembang PSEL, dan/atau PT PLN (Persero), meliputi tahapan:

  • telah ditetapkannya pemenang pengembang PSEL oleh Pemerintah Daerah;
  • telah ditandatanganinya perjanjian kerja sama antara Pemerintah Daerah dengan pengembang PSEL sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini; dan/ atau
  • telah ditandatanganinya PJBL antara PT PLN (Persero) dengan pengembang PSEL sebelum berlakunya Perpres No. 109/2025.

Namun, jika penyelenggaraan PSEL tidak dapat mengolah Sampah menjadi energi listrik,  mengurangi volume sampah secara signifikan; dan/atau mengurangi waktu pengolahan sampah secara signifikan melalui teknologi yang ramah lingkungan dan teruji, maka Pemerintah Daerah, pengembang PSEL, dan/atau PT PLN (Persero) dapat mengikuti seluruh ketentuan sebagaimana diatur dalam Perpres No. 109/2025 sepanjang proses yang telah dilakukan sebelumnya telah berakhir dan pengakhiran tersebut telah bersifat final dan mengikat di antara para pihak.

Penerbitan Perpres No. 109/2025 diharapkan mendorong pemanfaatan sampah menjadi energi secara berkelanjutan, sebagai upaya menangani kedaruratan sampah dan pencemaran lingkungan. Perpres ini juga diharapkan mampu mengatasi berbagai permasalahan dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah. Selain itu, dengan pemberlakuan tarif tetap selama 30 tahun, Perpres ini diharapkan memberikan kepastian hukum dan finansial bagi investor.


Author

Fitri Nabilla Aulia

Fitri is an Associate at Leks&Co. She started her career as an intern at Leks&Co and was then promoted to Associate in 2022. At Leks&Co Fitri contributed to real estate, general corporate/commerical, commercial dispute resolution, and construction.


Editor

Dr. Eddy Marek Leks

Dr Eddy Marek Leks, FCIArb, FSIArb, is the founder and managing partner of Leks&Co. He has obtained his doctorate degree in philosophy (Jurisprudence) and has been practising law for more than 20 years and is a registered arbitrator of  BANI Arbitration Centre, Singapore Institute of Arbitrators, and APIAC. Aside to his practice, the author and editor of several legal books. He led the contribution on the ICLG Construction and Engineering Law 2023 and ICLG International Arbitration 2024 as well as Construction Arbitration by Global Arbitration Review. He was requested as a legal expert on contract/commercial law and real estate law before the court.


Contact Us for Inquiries

If you have any queries, you may contact us through query@lekslawyer.com, visit our website www.lekslawyer.com or visit our blog.lekslawyer.com, real estate law blogs i.e., www.hukumproperti.com and www.indonesiarealestatelaw.com


Source

Law:

News or Article: