Latar Belakang

Sebagai langkah pemerintah Indonesia dalam membuka kesempatan bagi orang asing untuk memiliki hunian di Indonesia, Pemerintah mengundangan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia (“PP No. 103/2015”) dan peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan, atau Pengalihan Hak Atas Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia (“Permen ATR No. 13/2016”). Namun, Permen ATR No. 13/2016 dianggap kurang optimal, sehingga Menteri Agraria mengganti peraturan menteri tersebut dengan Peraturan Menteri Agraria Nomor 29 Tahun 2016 yang mengatur hal yang sama (“Permen ATR No. 29/2016”).

Hak Kepemilikian Rumah atau Hunian

Orang asing dengan izin tinggal dan berkedudukan di Indonesia dapat memiliki rumah atau hunian di Indonesia dengan hak pakai. Rumah atau hunian tersebut dapat diwariskan selama ahli warisnya memiiki izin tinggal di Indonesia.

Orang asing dapat memiliki rumah di atas tanah (i) hak pakai, (ii) hak pakai atas hak milik yang dikuasakan berdasarkan perjanjian pemberian hak pakai di atas hak milik dengan akta pejabat pembuatan akta tanah (PPAT), atau (iii) hak pakai yang berasal dari perubahan hak milik atau hak guna bangunan (“HGB”).

Orang asing juga dapat memiliki satuan rumah susun (“Sarusun”) yang (i) dibangun di atas tanah hak pakai, atau (ii) berasal dari perubahan hak milik atas Sarusun.

Batasan Kepemilikan Rumah atau Hunian

Batasan kepemilikan rumah atau hunian dalam Permen ATR No. 29/2016 diatur berupa batasan harga dan batasan ketentuan. Batasan harga diatur adalah minimal harga rumah atau Sarusun untuk orang asing, contohnya di Jakarta harga minimal untuk rumah adalah Rp. 10.000.000.000 (sepuluh miliar Rupiah) dan Rp. 3.000.000.000 (tiga miliar Rupiah) untuk Sarusun, sedangkan untuk di Bali, orang asing diperbolehkan memiliki rumah dengan harga minimal Rp. 5.000.000.000 (lima miliar Rupiah) dan Rp. 2.000.000.000 (dua miliar Rupiah) untuk Sarusun. Harga lain di dalam peraturan ini diatur sebagai berikut:

Read Also  Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan sebagai Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional menurut PP No.13 tahun 2010

Sedangkan untuk batasan ketentuan rumah, dalam Permen ATR No. 29/2016, diatur sebagai berikut:

Lokasi

Harga Minimal

Rumah

Sarusun

Jakarta Rp. 10.000.000.000 Rp. 3.000.000.000
Banten Rp. 5.000.000.000 Rp. 2.000.000.000
West Java Rp. 5.000.000.000 Rp. 1.000.000.000
Central Java Rp. 3.000.000.000 Rp. 1.000.000.000
Yogyakarta Rp. 5.000.000.000 Rp. 1.000.000.000
Bali Rp. 5.000.000.000 Rp. 2.000.000.000
East Java Rp. 5.000.000.000 Rp. 1.500.000.000
West Nusa Tenggara Rp. 3.000.000.000 Rp. 1.000.000.000
North Sumatera IDR  3.000.000.000 IDR  1.000.000.000
East Kalimatan IDR  2.000.000.000 IDR  1.000.000.000
South Sulawesi IDR  2.000.000.000 IDR  1.000.000.000
Daerah/Provinsi Lainnya IDR  1.000.000.000 IDR  750.000.000

 

  1. 1 (satu) bidang tanah per orang/keluarga; dan
  2. luas maksimal tanah 2.000 m2 (dua ribu meter persegi).

Menteri dapat mengizinkan kepemilikan rumah dengan luas lebih dari 2.000 m2 (dua ribu meter persegi) jika terdapat keadaan tertentu yang berdampak positif luar biasa terhadap ekonomi.

Permen ATR No. 29/2016 tidak mengatur mengenai batasan ketentuan untuk Sarusun.

Perubahan Hak Pakai atas Rumah atau Hunian

Perbedaan yang signifikan dari Permen ATR No. 13/2016 dan Permen ATR No. 29/2016 adalah pengaturan mengenai perubahan langsung hak lain menjadi hak pakai.

Rumah yang berasal dari hak milik atau HGB akan menjadi tanah negara yang langsung diberikan dengan perubahan menjadi hak pakai untuk orang asing. Begitupun dengan Sarusun yang dibangun di atas HGB atau hak pengelolaan (“HPL”), hak milik atas Sarusun tersebut akan diberikan dengan perubahan menjadi hak pakai atas Sarusun.

Perubahan buku tanah mengenai tanah bersama, bagian bersama dan benda bersama Sarusun tidak perlu dilakukan, kecuali kepemilikan seluruh Sarusun beralih atau dialihkan kepada orang asing. Tanah tersebut akan dilepaskan menjadi tanah negara dan langsung diberikan dengan perubahan menjadi hak pakai.

Permohonan pendaftaran perubahan hak kepemilikan rumah atau Sarusun dimohonkan ke kepala kantor pertanahan dan pembayaran pendaftaran harus disesuaikan dengan tarif penerimaan negara bukan pajak yang berlaku.

Read Also  Perundingan Bipartit antara Pengusaha dan Pekerja

Perubahan hak ini dilakukan oleh kantor pertanahan dengan mencoret kata-kata dan nomor hak tersebut dalam buku tanah, sertifikat, peta-peta hak tanah dan bidang tanah terkait, menjadi kata-kata dan nomor hak pakai. Di dalam kolom perubahan diberi keterangan mengenai adanya perubahan berdasarkan peraturan ini.

Jangka Waktu Hak Kepemilikan Rumah atau Hunian

Jangka waktu kepemilikan (i) rumah di atas hak pakai yang berasal dari hak milik atau (ii) Sarusun yang diperoleh pertama kali dari unit hak milik atas Sarusun baru di atas HGB atau HPL, akan diberikan untuk 30 (tiga puluh) tahun, dapat diperpanjang untuk 20 (dua puluh) tahun, dapat diperbahrui untuk 30 (tiga puluh) tahun.

Sedangkan untuk (iii) rumah di atas hak pakai yang berasal dari HGB atau (iv) hak pakai Sarusun yang berasal dari hak milik atas Sarusun di atas HGB atau HPL akan diberikan dengan jangka waktu selama sisa jangka waktu berlakunya HGB atau HPL tersebut, dapat diperpanjang untuk 20 (dua puluh) tahun dan diperbahrui untuk 30 (tiga puluh) tahun.

Penjaminan dan Peralihan

Kepemilikan rumah atau hunian oleh orang asing dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani dengan hak tanggungan, dan hak kepemilikan ini dapat beralih dan/atau dialihkan kepada pihak lain.

Hak pakai (i) rumah yang berasal dari hak milik atau HGB, atau (ii) Sarusun dari perubahan hak milik di atas HGB atau HPL yang dialihkan ke warga negara Indonesia, dapat diubah kembali menjadi hak milik atau HGB. Jangka waktu hak rumah yang kembali menjadi HGB, dan Sarusun yang kembali menjadi hak milik di atas HGB atau HPL merupakan sisa jangka waktu hak pakai sebelumnya.
Perubahan kembali “hak pakai” menjadi “hak milik” tadi harus didaftarkan ke kantor pertanahan.


Evelyn Hutami Gunawarman