
Klausul non-kompetisi sering digunakan untuk melindungi kepentingan bisnis, terutama ketika karyawan pindah ke posisi baru. Namun, keberlakuan klausul ini tidak selalu jelas dan sangat bergantung pada cara penerapannya serta struktur yang digunakan.
Table of Contents
Memahami Klausul Non-Kompetisi
Black’s Law Dictionary mendefinisikan klausul non-kompetisi sebagai sebuah janji, biasanya dalam kontrak penjualan bisnis, kemitraan, atau ketenagakerjaan, untuk tidak terlibat dalam jenis bisnis yang sama selama jangka waktu tertentu di pasar yang sama dengan pembeli, mitra, atau pemberi kerja (Garner, 2009). Definisi ini mencakup klausul non-kompetisi dalam berbagai jenis perjanjian, tidak terbatas pada ketenagakerjaan. Cambridge Dictionary mendefinisikan klausul non-kompetisi secara khusus dalam konteks perjanjian kerja, dimana klausul non-kompetisi adalah klausul perjanjian yang melarang karyawan untuk meninggalkan perusahaan dan bekerja di perusahaan lain yang terlibat dalam aktivitas yang sama selama periode tertentu (Combley, 2011).
“Klausul non-kompetisi adalah klausul perjanjian yang melarang karyawan untuk meninggalkan perusahaan dan bekerja di perusahaan lain yang terlibat dalam aktivitas yang sama selama periode tertentu”
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam bidang hukum ketenagakerjaan, klausul non-kompetisi merupakan klausul dalam perjanjian kerja dimana salah satu pihak dalam perjanjian [karyawan] berjanji untuk tidak bekerja atau terlibat pada perusahaan lain yang bergerak dalam bidang yang sama atau dalam jenis bisnis yang sama di pasar yang sama dengan pihak lain dalam perjanjian [pemberi kerja] dalam jangka waktu tertentu.
Klausul non-kompetisi sering ditemukan dalam perjanjian kerja atau perjanjian kerahasiaan, yang mengatur hubungan kerja antara pemberi kerja dengan karyawannya. Klausul ini masih dianggap perlu, terutama terhadap karyawan yang memiliki akses ke informasi-informasi rahasia perusahaan, terlebih lagi rahasia dagangnya, seperti informasi mengenai klien, pemasok, data keuangan, dan lain-lain, untuk mencegah atau setidaknya meminimalkan risiko mantan karyawan membocorkan informasi rahasia milik perusahaan kepada pesaing (Alizia, 2023).
“Klausul non-kompetisi sering ditemukan dalam perjanjian kerja atau perjanjian kerahasiaan”

Non-Kompetisi di Indonesia dalam Perspektif Perjanjian Perburuhan
Hukum di Indonesia tidak memberikan definisi hukum apa pun tentang klausul non-kompetisi, apalagi mengatur apakah klausul tersebut diperbolehkan atau dilarang (Alizia, 2023). Namun, Pasal 1601x Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) (R. Subekti, 2012) memberi ketentuan yang menjadi dasar suatu klausul non-kompetisi, yaitu sebagai berikut:
“Suatu janji antara si majikan dan si buruh, dengan mana pihak yang belakangan ini dibatasi dalam kekuasaannya untuk setelah berakhirnya hubungan kerja melakukan pekerjaan dengan sesuatu cara, hanyalah sah apabila janji itu dibuat dalam suatu perjanjian tertulis atau dalam suatu reglemen, dengan seorang buruh yang dewasa.”
Dalam KUHPerdata yang diterjemahkan oleh R. Subekti, rumusan Pasal 1601x tidak begitu jelas. Namun, dalam terjemahan versi yang lain yang diperoleh dari Hukumonline, Pasal 1601x diterjemahkan menjadi sebagai berikut:
“Suatu perjanjian yang mengurangi hak buruh, bahwa setelah mengakhiri hubungan kerja, ia tidak diperbolehkan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu, hanya sah jika dibuat dalam suatu perjanjian tertulis atau suatu reglemen dengan buruh yang telah dewasa.”
Berdasarkan terjemahan versi lain tersebut, maka dapat ditafsirkan bahwa suatu perusahaan diperbolehkan untuk mengurangi hak karyawan [tidak diperbolehkan melakukan suatu pekerjaan tertentu setelah pengakhiran hubungan kerja]. Terjemahan versi R. Subekti pun secara prinsip dapat diartikan seperti itu. Ketentuan ini dapat menjadi dasar dari klausul non-kompetisi di Indonesia.
Dengan demikian, berdasarkan ketentuan di atas, klausul non-kompetisi menjadi sah dan berlaku apabila dibuat dalam perjanjian tertulis [dicantumkan dalam perjanjian kerja] atau dalam suatu reglemen.
Namun, keabsahan suatu klausul non-kompetisi dan karenanya, daya mengikat dari klausul tersebut dibatasi oleh pasal tersebut. Berikut adalah pembatasan-pembatasannya:
- Hakim dapat membatalkannya dengan alasan bahwa karyawan telah dirugikan secara tidak adil oleh klausul tersebut;[Pasal 1601x KUHPerdata kalimat kedua: Hakim diperbolehkan atas tuntutan si buruh atau karena dimintanya dalam pembelaan-nya di dalam suatu perkara, meniadakan seluruhnya atau sebagian suatu janji seperti itu dengan alasan bahwa dibandingkan dengan kepentingan si majikan yang harus dilindungi, si buruh dirugikan secara tidak adil oleh janji tersebut.]
- Pemberi kerja tidak dapat memperoleh hak-haknya, apabila: (i) pemberi kerja telah melakukan pemutusan hubungan kerja secara melawan hukum, (ii) karyawan dengan sengaja atau karena kesalahan pemberi kerja sendiri telah mengajukan alasan yang mendesak untuk melakukan pemutusan hubungan kerja dan telah melaksanakan kewenangan tersebut, atau (iii) hakim atas permohonan atau berdasarkan gugatan karyawan telah menyatakan bahwa perjanjian kerja berakhir berdasarkan alasan-alasan mendesak yang diajukan oleh karyawan dan disebabkan oleh sengaja atau karena perbuatan pemberi kerja;[Pasal 1601x KUHPerdata kalimat ketiga: Si majikan tidak dapat memperoleh hak-hak dari suatu jani sebagaimana dimaksudkan dalam ayat kesatu, jika ia telah mengakhiri hubungan kerja secara melanggar hukum, atau jika ia dengan sengaja atau karena kesalahannya telah memberi suatu alasan yang mendesak kepada si buruh untuk mengakhiri hubungan kerjanya, sedangkan si buruh ini telah mempergunakan kekuasaan itu, demikian pun tidak, jika Hakim atas permintaan atau tuntutan si buruh telah menyatakan bubarnya perjanjian berdasarkan suatu alasan yang mendesak, yang diberikan kepada si buruh karena kesengajaan atau kesalahan si majikan.] dan
- Jika ada ganti rugi yang dapat dikenakan atas pelanggaran ketentuan tersebut, maka hakim berwenang mengurangi ganti rugi tersebut ke jumlah yang lebih kecil, jika jumlah yang disepakati ternyata terlalu besar.[Pasal 1601x KUHPerdata kalimat keempat: Jika oleh si majikan telah diperjanjikan suatu ganti rugi dari si buruh manakala si buruh ini melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan suatu janji, seperti yang dimaksudkan dalam ayat kesatu, maka Hakim senantiasa berkuasa menetapkan ganti rugi pada suatu jumlah yang kurang, jika menurut pendapatnya jumlah yang diperjanjikan itu lebih dari sepantasnya.]
“Pasal 1601x Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat menjadi dasar klausul non-kompetisi”
Pasal 1601x KUHPerdata sendiri masih berlaku dan mengikat karena tidak ditemukan suatu ketentuan yang serupa (apple to apple) yang secara langsung bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diubah dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (“UU Ketenagakerjaan”).
Apabila klausul non-kompetisi telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 1601x KUHPerdata, yaitu dibuat dalam suatu perjanjian tertulis, maka tidak akan ada pelanggaran undang-undang dalam perspektif KUHPerdata.
Sepanjang perjanjian kerja tersebut secara sah dibuat berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian kerja tersebut akan mengikat para pihak. Dengan demikian, klausul non-kompetisi mengikat orang-orang yang telah membuatnya demi hukum [pemberi kerja dan karyawan], tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu, dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
“Klausul non-kompetisi yang memenuhi syarat-syarat dalam Pasal 1601x Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengikat orang-orang yang telah membuatnya demi hukum”
Non-Kompetisi di Indonesia dalam Perspektif Hak Asasi Manusia
Meskipun KUHPerdata memberikan ketentuan yang menjadi dasar dari klausul non-kompetisi, beberapa akademisi dan pengacara tidak yakin bahwa klausul non-kompetisi berlaku di Indonesia karena dianggap berpotensi ‘menghilangkan’ peluang bagi mantan karyawan untuk berbisnis atau bekerja di tempat lain (Alizia, 2023). Selain itu, klausul non-kompetisi seringkali dianggap melanggar beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”), sebagai berikut:
- Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945: Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan;
- Pasal 38 ayat (2) UU HAM: Setiap orang dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil; dan
Berdasarkan ketentuan di atas, maka setiap orang memiliki hak untuk memilih pekerjaan yang disukainya, memperoleh syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil, dan memperoleh penghasilan yang layak. Sedangkan pada prinsipnya, klausul non-kompetisi akan membatasi hak dan kesempatan tersebut. Oleh karena itu, apabila dilihat berdasarkan perspektif UU HAM, maka terdapat undang-undang yang berpotensi dilanggar jika klausul non-kompetisi diterapkan di dalam perjanjian.
Pelanggaran undang-undang tersebut akan mengakibatkan tidak terpenuhinya syarat sah keempat suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu suatu perjanjian harus memiliki sebab yang halal.
“Klausul non-kompetisi dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya syarat sah perjanjian [suatu sebab yang halal] berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”
Lebih lanjut, meskipun terdapat asas kebebasan berkontrak dimana para pihak dapat menentukan sendiri isi perjanjian, kebebasan ini tetap terbatas. Dalam asas kebebasan berkontrak, pada prinsipnya setiap orang dapat membuat perjanjian dengan isi apa pun, selama tidak bertentangan dengan hukum, kesusilaan, dan ketertiban umum (J. Satrio, 1999). Berdasarkan alasan tersebut, dimana klausul non-kompetisi melanggar hukum [UU HAM], maka seharusnya dianggap batal demi hukum dan tidak dapat diberlakukan.
Namun, perlu dicatat bahwa Pasal 73 UU HAM mengatur bahwa hak dan kebebasan yang diatur dalam UU HAM dapat dibatasi, namun hanya oleh dan berdasarkan undang-undang untuk menjamin pengakuan dan penghormatan hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa. Oleh karena itu, hak mendasar pun dapat dibatasi oleh undang-undang lain untuk menjamin pengakuan hak asasi orang lain.

Yurisprudensi Tentang Non-Kompetisi di Indonesia
Dalam praktik, perbedaan perspektif terhadap keberlakuan non-kompetisi di Indonesia masih terlihat, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pemberi kerja dan karyawan. Artikel ini akan membahas 3 (tiga) kasus yang menekankan perspektif yang berbeda satu sama lain dalam memutus terkait dengan keberlakuan non-kompetisi di Indonesia.
Suresh G. Vaswani v. Ram Prakash Pandey dan Global Jaya International School, Yurisprudensi No. 3046 K/Pdt/2017 jo. 118/Pdt/2016/PT.BTN jo. 787/Pdt.G/2014/PN.Tng.
Sekolah A telah mempekerjakan seorang Guru India melalui sebuah perjanjian kerja. Dalam perjanjian kerja tersebut, Guru India diwajibkan menjadi guru Sekolah A selama 2 (dua) tahun, terhitung sejak Juli 2012 hingga Juni 2014. Sekolah A berkewajiban untuk membiayai persiapan masuk dan bekerjanya Guru India di Indonesia.
Berdasarkan Pasal 4.4 perjanjian kerja, Guru India dilarang menerima pekerjaan apa pun di Indonesia dari lembaga mana pun selama 18 (delapan belas) bulan sejak tanggal pemutusan perjanjian kerja atau tanggal pengunduran diri. Pelanggaran terhadap ketentuan ini akan dikenakan denda sebesar USD 10.000 (sepuluh ribu dolar Amerika Serikat).
Pada tanggal 14 Maret 2014, Guru India mengajukan pengunduran dirinya. Namun, Sekolah A menemukan bahwa Guru India bekerja sebagai guru di Sekolah B dalam waktu kurang dari 18 (delapan belas) bulan sejak tanggal pengunduran dirinya. Oleh karena itu, Sekolah A mengajukan gugatan wanprestasi kepada Guru India dan Sekolah B dengan tuntutan ganti rugi sebesar USD 10.000 (sepuluh ribu dollar Amerika Serikat) ditambah kerugian materiil dan imateriil sebesar Rp 1.196.800.000 (satu miliar seratus sembilan puluh enam juta delapan ratus ribu Rupiah).
Pengadilan Negeri menolak gugatan dengan pertimbangan bahwa tindakan Guru India yang bekerja untuk Sekolah B setelah pengunduran diri dari Sekolah A bukan merupakan wanprestasi. Pengadilan Tinggi menguatkan putusan dari Pengadilan Negeri berdasarkan pertimbangan bahwa klausul non-kompetisi dalam perjanjian kerja tidak dapat dibenarkan karena bertentangan dengan UU HAM, karena melarang Guru India bekerja di tempat lain meskipun ia telah berakhir masa kerjanya, sehingga bertentangan dengan Pasal 38 ayat (2) UU HAM yang menyebutkan setiap orang berhak dan bebas memilih pekerjaan yang disukainya. Lebih lanjut, Mahkamah Agung juga menguatkan putusan tersebut dengan kaidah bahwa Sekolah A, berdasarkan hak asasi manusia, tidak dapat melarang Guru India bekerja untuk Sekolah B setelah Guru India mengundurkan diri dan berhenti bekerja untuk Sekolah A.
Dengan demikian, putusan ini menegaskan bahwa klausul non-kompetisi, meskipun secara tegas diatur dalam perjanjian kerja dengan ketentuan jangka waktu dan sanksi pelanggaran, tidak dianggap mempunyai kekuatan mengikat karena dinilai melanggar hak asasi manusia oleh hakim. Oleh karena itu, pelanggaran terhadap klausul non-kompetisi tidak dianggap sebagai perbuatan wanprestasi.
“Putusan ini menegaskan bahwa klausul non-kompetisi tidak dianggap mempunyai kekuatan mengikat karena dinilai melanggar hak asasi manusia oleh hakim”
Yurisprudensi ini menggambarkan bahwa dari perspektif UU HAM, non-kompetisi merupakan pelanggaran hukum [Pasal 38 ayat (2) UU HAM], yang menjamin bahwa setiap orang memiliki hak yang sama dan bebas memilih pekerjaan yang disukainya. Namun, klausul non-kompetisi pada prinsipnya akan membatasi hak dan kebebasan tersebut.
Oleh karena itu, pelanggaran hukum tersebut akan mengakibatkan tidak terpenuhinya syarat sah suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata yang menyaratkan bahwa suatu perjanjian harus memiliki sebab yang halal. Berdasarkan pertimbangan sebelumnya, dapat dipahami ketika hakim memutuskan bahwa klausul non-kompetisi tidak dapat dibenarkan karena klausul tersebut bertentangan dengan UU HAM.
PT Martina Berto Tbk v. Tiara Pradyta Adikusumah, Yurisprudensi No. 2961 K/Pdt/2019 jo. 303/PDT/2018/PT.DKI jo. 54/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Tim.
Perusahaan A yang bergerak di bidang usaha kosmetik dan produk herbal, mengangkat seorang Karyawan kontrak menjadi Karyawan tetap dengan jabatan wakil direktur pemasaran pada tanggal 1 April 2014. Perusahaan A dan Karyawan kemudian menandatangani perjanjian kerahasiaan.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (4) perjanjian kerahasiaan tersebut, terdapat klausul non-kompetisi, yaitu apabila pihak kedua [Karyawan] mengundurkan diri dari pihak pertama [Perusahaan A], maka Karyawan tidak diperkenankan bergabung dengan perusahaan lain yang bergerak di bidang usaha yang sama sesuai dengan jabatan terakhirnya, atau apabila Karyawan harus bergabung dengan perusahaan sejenis, setidak-tidaknya 2 (dua) tahun sejak Karyawan mengundurkan diri dari Perusahaan A.
Pada tanggal 2 Desember 2014, Karyawan mengundurkan diri dari Perusahaan A dan berlaku efektif per tanggal 31 Januari 2015. Karyawan kemudian diketahui mendirikan Perusahaan B yang memproduksi lipstik (serupa dengan Perusahaan A), pada bulan Februari 2015. Oleh karena itu, Perusahaan A mengajukan gugatan wanprestasi kepada Karyawan dengan tuntutan ganti rugi sebesar Rp 500.000.000 (lima ratus juta Rupiah) ditambah biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 306.000.000 (tiga ratus enam juta Rupiah).
Karyawan membela diri dengan menyatakan bahwa klausul non-kompetisi telah melanggar: (i) hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak baik di dalam atau di luar negeri (Pasal 31 UU Ketenagakerjaan), dan (ii) hak asasi manusia dimana setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil (Pasal 38 ayat (2) UU HAM), dan dimana tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 27 UUD 1945). Dengan demikian, klausul non-kompetisi yang menjadi dasar gugatan tidak memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPerdata karena dibuat dengan sebab yang tidak halal atau bertentangan dengan undang-undang.
Namun, Pengadilan Negeri tetap menguatkan klausul non-kompetisi, menyatakan Karyawan telah melakukan wanprestasi, dan menghukum Karyawan untuk membayar ganti rugi sebagaimana tercantum dalam perjanjian kerahasiaan sebesar Rp 500.000.000 (lima ratus juta Rupiah), dengan pertimbangan Karyawan telah mengundurkan diri dari Perusahaan A, kemudian bergabung Perusahaan B yang memproduksi produk sejenis dengan Perusahaan A, termasuk lipstik, sebelum masa 2 (dua) tahun berakhir.
Pengadilan Tinggi menegaskan pertimbangan ini dan menguatkan putusan tersebut dengan pertimbangan bahwa Karyawan telah terbukti melakukan wanprestasi dengan didukung oleh bukti-bukti yang kuat. Lebih lanjut, Mahkamah Agung juga menguatkan putusan tersebut dengan kaidah bahwa Karyawan telah melakukan wanprestasi karena melanggar kewajiban yang diatur dalam Pasal 2.4 perjanjian kerahasiaan [klausul non-kompetisi], sehingga putusan judex facti tidak bertentangan dengan hukum.
Dengan demikian, putusan ini menegaskan bahwa pelanggaran terhadap klausul non-kompetisi adalah sebuah wanprestasi. Sekalipun dibantah dengan alasan pelanggaran hak asasi manusia dan tidak terpenuhinya syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, klausul non-kompetisi tetap dianggap mengikat dan dapat diberlakukan terhadap orang-orang yang membuatnya demi hukum [pemberi kerja dan karyawan], serta harus dilaksanakan dengan itikad baik.
“Putusan ini menegaskan bahwa pelanggaran terhadap klausul non-kompetisi adalah sebuah wanprestasi”
Yurisprudensi ini menggambarkan bahwa dalam perspektif KUHPerdata, non-kompetisi tidak melanggar hukum selama disepakati dalam perjanjian tertulis oleh para pihak dan karyawan tidak telah dirugikan secara tidak adil oleh klausul tersebut. Berbeda dari yurisprudensi sebelumnya, meski menjadi bagian dari argumen hukum Karyawan, dalam yurisprudensi ini, Judex Facti dan Judex Juris tidak mempertimbangkan bahwa klausul non-kompetisi bertentangan dengan Pasal 38 ayat (2) UU HAM yang menyebutkan setiap orang berhak dan bebas memilih pekerjaan yang disukainya. Dengan demikian, klausul non-kompetisi mengikat orang-orang yang telah membuatnya demi hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ICC.

Daya Mengikat Klausul Non-Kompetisi
Pasal 1601x KUHPerdata telah meletakkan suatu dasar terhadap suatu ketentuan kontrak yang dikenal sebagai klausul non-kompetisi. Meski syaratnya mudah, yaitu dibuat secara tertulis, ketentuan tersebut mengatur beberapa pembatasan dan syarat tertentu untuk melindungi kepentingan karyawan dari majikan. Perlindungan tersebut antara lain bisa dilihat sebagai perlindungan terhadap hak-hak dasar karyawan, yaitu hak untuk bekerja. Namun, belajar dari berbagai yurisprudensi di atas, meski hak asasi manusia adalah ketentuan penting yang perlu dihormati oleh setiap pihak, termasuk majikan, ketentuan tersebut bukan tanpa batas. Suatu hak asasi juga terbatas oleh ketentuan undang-undang untuk melindungi hak asasi orang lain. Ketentuan mengenai rahasia dagang yang diatur dalam UU Rahasia Dagang dapat dilihat sebagai salah satu undang-undang yang membatasi hak dasar seseorang, dalam hal ini karyawan, terhadap hak dasar pihak lain, dalam hal ini majikan yang mempunyai rahasia dagang tersebut. Tulisan ini tentu tidak membahas lebih lanjut problematika hukum yang mungkin timbul apakah hak mendasar tersebut tetap ada jika majikan itu suatu perusahaan.
Secara umum, dari dasar hukum dan yurisprudensi di atas, dapat disimpulkan bahwa klausul non-kompetisi dalam suatu perjanjain kerja tidak dapat secara sederhana dinilai sebagai suatu klausul yang melawan hukum. Dasar hukum klausul non-kompetisi adalah undang-undang yaitu Pasal 1601x KUHPerdata yang secara esensial adalah bagian dari UU Ketenagakerjaan. Namun, meski diatur di dalam undang-undang, terdapat potensi pertentangan dengan dasar hukum lain yang juga setingkat undang-undang, yaitu ketentuan UU Ketenagakerjaan yang bersifat lebih umum dan ketentuan UU HAM. Di luar kedua undang-undang ini, ada ketentuan lain seperti di UU Rahasia Dagang yang justru membenarkan klausul non-kompetisi dan secara tidak langsung, Pasal 1601x KUHPerdata. Oleh karena itu, secara umum klausul non-kompetisi dapat dinilai sebagai dapat diberlakukan dan mengikat baik majikan dan karyawan. Namun, secara khusus, klausul ini berisiko disangkal dan dianggap tidak mengikat sepanjang terbukti melanggar ketentuan undang-undang lain yang menjadi titik tolak argumen hukum majelis hakim ketika memutus, seperti dalam kasus Suresh G. Vaswani v. Ram Prakash Pandey dan Global Jaya International School dalam Yurisprudensi No. 3046 K/Pdt/2017 jo. 118/Pdt/2016/PT.BTN jo. 787/Pdt.G/2014/PN. Tng.
Author

Dhimas Haris Anggara Mukti is a MidLevel Associate in Leks&Co. He earned his bachelor’s degree of law at University of Indonesia majoring in international and banking law (2019), where he actively contributed to the society in the Student Executive Body of Faculty of Law. He earned his master’s degree of law at University of Indonesia majoring in business law (2024). His master’s degree thesis titled “the binding power of a deed of settlement made outside of court which contents differ from a legally binding court decision” was published in Jurnal Hukum & Pembangunan vol. 53 no. 1 (2023). He joined Leks&Co in 2024. At the firm, his practice area covers real estate, general corporate/commercial, commercial dispute resolution and construction.
Editor

Dr Eddy Marek Leks, FCIArb, FSIArb, is the founder and managing partner of Leks&Co. He has obtained his doctorate degree in philosophy (Jurisprudence) and has been practising law for more than 20 years and is a registered arbitrator of BANI Arbitration Centre, Singapore Institute of Arbitrators, and APIAC. Aside to his practice, the author and editor of several legal books. He led the contribution on the ICLG Construction and Engineering Law 2023 and ICLG International Arbitration 2024 as well as Construction Arbitration by Global Arbitration Review. He was requested as a legal expert on contract/commercial law and real estate law before the court.
Contact Us for Inquiries
If you have any queries, you may contact us through query@lekslawyer.com, visit our website www.lekslawyer.com or visit our blog.lekslawyer.com, real estate law blogs i.e., www.hukumproperti.com and www.indonesiarealestatelaw.com
References:
Laws & Regulations
- HukumOnline. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie). https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/17229/burgerlijk-wetboek/.
- Republic of Indonesia. 1945. The 1945 Constitution. https://peraturan.bpk.go.id/Details/101646/uud-no–/.
- __________________ . 1999. Law on Human Rights. Law No. 39 of 1999. 1999 State Gazette No. 165, Additional State Gazette No. 3886. https://peraturan.bpk.go.id/Details/45361/uu-no-39-tahun-1999/.
- __________________ . 2003. Law on Employment. Law No. 13 of 2003. 2003 State Gazette No. 39, Additional State Gazette No. 4279. https://peraturan.bpk.go.id/Details/43013/.
- __________________ . 2023. Law on Stipulation of Government Regulation in Lieu of Law No. 2 of 2022 on Job Creation into Law. Law No. 6 of 2023. 2023 State Gazette No. 41, Additional State Gazette No. 6856. https://peraturan.bpk.go.id/Details/246523/uu-no-6-tahun-2023/.
- Subekti and R. Tjitrosudibio. 2012. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Bandung: PT Balai Pustaka (Persero).
Court Decision
- PT Berca Schindler Lifts v. Shara Agustina. Supreme Court Decision No. 3549 K/Pdt/2023 jo. Bandung High Court Decision No. 753/PDT/2022/PT.BDG jo. Bekasi District Court Decision No. 545/Pdt.G/2021/PN.Bks. https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/zaeedc93304c5424b2e2323135383432.html.
- PT Martina Berto Tbk v. Tiara Pradyta Adikusumah. Supreme Court Decision No. 2961 K/Pdt/2019 jo. DKI Jakarta High Court Decision No. 303/PDT/2018/PT.DKI jo. East Jakarta District Court Decision No. 54/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Tim. https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/6d5d14e269eab69a63b522c1065ddf98.html/.
- Suresh G. Vaswani v. Ram Prakash Pandey and Global Jaya International School. Supreme Court Decision No. 3046 K/Pdt/2017 jo. Banten High Court Decision No. 118/Pdt/2016/PT.BTN jo. Tangerang District Court Decision No. 787/Pdt.G/2014/PN.Tng. https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/b096758ad0d17b7d0e62e042ba571417.html/.
Books & Articles
- Adila, Nadia Yurisa. 2025. Kaidah Hukum Putusan MA Nomor 3549 K/Pdt/2023: Klausul Non Kompetisi dalam Perjanjian Kerja Bukan Pelanggaran HAM. Jakarta: MARI News. https://marinews.mahkamahagung.go.id/putusan/klausul-non-kompetisi-perjanjian-kerja-bukan-pelanggaran-0oS
- Alizia, Lia and Mandala, Golden. 2023. Enforceability of a Non-Competition Clause in Employment Relations in Indonesia. Jakarta: Makarim & Taira. https://www.makarim.com/news/enforceability-of-a-non-competition-clause-in-employment-relations-in-indonesia/.
- Alkad, Arif Fajri, et. al. 2022. Aspek Hukum Non-Competition Clause Dalam Perjanjian Kerja. Jambi: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Batanghari. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 22 (3), October 2022, 2045-2049, DOI 10.33087/jiubj.v22i3.2615. https://ji.unbari.ac.id/index.php/ilmiah/article/view/2615/.
- Bungaran, Kristian. 2022. Non-Competition Clause Dalam Perjanjian Kerja. Jakarta: DHP Law Firm. https://www.dhp-lawfirm.com/non-competition-clause-dalam-perjanjian-kerja/.
- Combley, Roz. 2011. Cambridge Business English Dictionary. Cambridgeshire: Cambridge University Press. https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/.
- Garner, Bryan A. 2009. Black’s Law Dictionary. St. Paul, Minnesota: Thomson Reuters.
- Satrio. 1999. Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya. Bandung: Alumni.
- Kurniawan, Chandra. 2010. Menyoal Non-Competition Clause Dalam Perjanjian Kerja. Jakarta: HukumOnline. https://www.hukumonline.com/berita/a/menyoal-non-competition-clause-dalam-perjanjian-kerja-lt4be0fde6504fa/.
- Mahendra, I Gusti Agung, et. al. 2023. Akibat Hukum Perjanjian Kerja Yang Mencantumkan Non-Competition Clause Untuk Melindungi Rahasia Dagang Bisnis. Denpasar: Fakultas Hukum Universitas Warmadewa. Jurnal Analogi Hukum, 5 (3) (2023), 293-297. https://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/analogihukum/article/view/8127/.
- Oktavira, Bernadetha Aurelia. 2023. Hukumnya Dipaksa Sepakati Non-Competition Clause Saat Resign. Jakarta: HukumOnline. https://www.hukumonline.com/klinik/a/hukumnya-dipaksa-sepakati-inon-competition-clause-i-saat-iresign-i-lt5327f77c4c646/.
- Putra, Agra Athallah Pramono. 2022. Perlindungan Hak Pekerja Terhadap Pencantuman Klausul Non-Kompetisi Dalam Perjanjian Kerja Dikaitkan Dengan Asas Keseimbangan Dalam Hukum Perjanjian. Bandung: Universitas Katolik Parahyangan. https://repository.unpar.ac.id/handle/123456789/17501/.
- Saputri, Theodora Pritadianing. 2022. Non-Solicitation dan Non-Competition Clause Dalam Perjanjian Kerja. Jakarta: HukumOnline. https://www.hukumonline.com/berita/a/non-solicitation-dan-non-competition-clause-dalam-perjanjian-kerja-lt636ca23dd60fa/?page=1/.
- Sugiarto, Dwi, et. al. 2025. Klausula Perjanjian Kerja Mengenai Larangan Bekerja Di Perusahaan Sejenis Dalam Jangka Waktu Tertentu Bukan Pelanggaran HAM. Jakarta: Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Garda Peradilan: Indonesia Law Report (ILR), 1 (1), January 2025, 59-71. https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/publikasi/garda-peradilan/2539-garda-peradilan-volume-1-nomor-1-tahun-2025/.
- Tanjung, M.L. Aldila. 2021. Mengenal Non-Competition Clause Dalam Perjanjian Kerja. Jakarta: KumparanNews. https://kumparan.com/aldila-tanjung/mengenal-non-competition-clause-dalam-perjanjian-kerja-1w8HtEB3BjT/full/.
- Tobing, Letezia. 2013. Masalah Klausul Non-Kompetisi (Non-Competition Clause) Dalam Kontrak Kerja. Jakarta: HukumOnline. https://www.hukumonline.com/klinik/a/masalah-klausul-non-kompetisi-non-competition-clause-dalam-kontrak-kerja-lt514f29fbb8c02/.

