- PENDAHULUAN
Perlindungan terhadap lingkungan hidup merupakan salah satu isu penting yang semakin mendapat perhatian di berbagai negara, termasuk Indonesia. Lingkungan hidup yang sehat merupakan hak asasi setiap warga negara yang tercantum dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945. Pada dasarnya, setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperjuangkan hak tersebut. Namun pada kenyataannya, tidak jarang masyarakat yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup ini harus menghadapi berbagai ancaman, intimidasi, dan tindak kekerasan.1Baru-baru ini, pada tanggal 30 Agustus 2024, Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 10 Tahun 2024 tentang Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat yang Memperjuangkan Hak Atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat. Peraturan ini menitikberatkan pada prosedur teknis dan melengkapi mekanisme perlindungan bagi para pejuang lingkungan hidup untuk menghentikan perkara sedini mungkin yang pada dasarnya telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup sebagai pelaksanaan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.2
Peraturan baru ini merupakan jawaban atas kebutuhan mendesak untuk melindungi para aktivis lingkungan hidup, yang berperan penting dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup dan ekosistem. Peraturan ini bertujuan untuk memberikan jaminan perlindungan hukum bagi individu, kelompok, dan organisasi yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat yang memberikan perlindungan bagi para pembela lingkungan hidup dari ancaman tuntutan pidana dan perdata.3 Beberapa poin penting dalam PP ini mengatur mekanisme untuk menjamin perlindungan bagi para pejuang lingkungan hidup.
- PEMBAHASAN
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1), pejuang lingkungan hidup yang dimaksud adalah orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup, baik sebagai korban atau pelapor yang menempuh cara hukum akibat pencemaran atau perusakan lingkungan hidup. Selanjutnya, dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan ini, orang yang memperjuangkan lingkungan hidup tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.Dalam Pasal 2 ayat (2) peraturan ini menguraikan kategori orang yang dapat melakukan advokasi lingkungan hidup yang sehat. Hal ini mencakup perorangan, kelompok, organisasi lingkungan hidup, akademisi, badan hukum adat, dan badan usaha. Entitas-entitas ini diakui sebagai pihak yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang sehat dan dapat melakukan tindakan hukum akibat pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup. Paragraf ini memberikan cakupan yang komprehensif mengenai entitas yang tercakup dalam peraturan tersebut, memastikan inklusivitas dan perlindungan bagi pejuang lingkungan.
Terdapat tindakan pembalasan yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) yang dilakukan oleh pihak yang diduga atau berpotensi melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup kepada Pejuang Lingkungan Hidup. Tindakan tersebut dapat berupa:
- Pelemahan perjuangan dan partisipasi publik, somasi, pengadilan pidana, atau gugatan perdata. Pelemahan perjuangan dan partisipasi publik juga dapat mencakup ancaman tertulis, ancaman lisan, kriminalisasi, atau kekerasan fisik atau psikis yang membahayakan seseorang, anggota keluarga mereka, atau properti mereka.
- Somasi merujuk pada pemberitahuan atau peringatan resmi.
- Proses pidana mencakup pelaporan dugaan tindakan pidana atau penuntutan pidana (vide Pasal 5 ayat (3)).
- Gugatan perdata melibatkan pengajuan gugatan perdata dengan tujuan agar mendapatkan ganti rugi (vide Pasal 5 ayat (4)).
Menanggapi tindakan pembalasan seperti itu, pasal 6 dari peraturan ini menjelaskan bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada individu yang mengadvokasi lingkungan yang sehat. Hal ini mencakup pencegahan tindakan pembalasan dan penanganan tindakan tersebut. Ketentuan ini memastikan bahwa perlindungan hukum bersifat komprehensif dengan menangani berbagai tahap potensi ancaman atau pembalasan.
Peraturan ini juga menekankan upaya-upaya untuk mencegah tindakan-tindakan tersebut, termasuk peningkatan kapasitas penegakan hukum, pembentukan forum penegakan hukum lingkungan yang tersertifikasi, koordinasi dengan pemerintah daerah, pembentukan tim hukum, lembaga pemerintah daerah, dan organisasi berbasis masyarakat untuk berkomunikasi satu sama lain dan/atau berkolaborasi dengan lembaga pemerintah daerah dan organisasi berbasis masyarakat untuk mengembangkan hukum lingkungan. Dengan demikian, hal ini menggarisbawahi pentingnya langkah-langkah proaktif untuk melindungi para aktivis lingkungan dari potensi pembalasan.
Penanganan perlindungan hukum dapat dilakukan melalui:
- penetapan kasus sebagai Tindakan pembalasan; dan
- pemberian bantuan hukum.
Memperkuat aparat penegak hukum, membentuk forum komunikasi, dan melakukan pengawasan terhadap pemerintah daerah untuk memastikan penindakan segera terhadap pelanggaran lingkungan hidup.
Sebagai prosedur, berbagai subjek hukum yang dapat mengajukan permohonan tersebut, termasuk perorangan, penasihat hukum, perwakilan masyarakat, organisasi lingkungan hidup, badan usaha, dan akademisi atau ahli. Selain itu, permohonan dapat diajukan oleh kementerian/lembaga atau lembaga daerah berdasarkan permintaan pemohon atau lembaga daerah berdasarkan permintaan pemohon. Peraturan ini memberikan prosedur yang jelas dan inklusif untuk memulai perlindungan hukum, memastikan bahwa spektrum yang luas dari entitas dapat mencari jalan hukum untuk perlindungan lingkungan.
Untuk permohonan penilaian yang diajukan oleh aktivis lingkungan hidup mengenai potensi kerusakan/pencemaran lingkungan dan pembalasan, Menteri membentuk tim penilai yang terdiri dari perwakilan dari berbagai entitas, termasuk kementerian, lembaga penegak hukum, lembaga pemerintah terkait, pemerintah daerah, akademisi, dan pemangku kepentingan terkait lainnya. Pendekatan multidisiplin ini memastikan evaluasi yang komprehensif terhadap permohonan yang diajukan, dengan mempertimbangkan aspek administratif dan substantif.
Menteri memiliki wewenang untuk menolak permohonan tersebut dan menguraikan proses untuk melakukannya. Hal ini menggarisbawahi pentingnya menetapkan kriteria untuk menolak permohonan perlindungan hukum, memastikan bahwa sumber daya dialokasikan untuk kasus-kasus yang memenuhi kriteria yang diperlukan dan memiliki dasar yang sah untuk mendapatkan perlindungan hukum.
Selain itu, dijelaskan bahwa perlindungan hukum berhenti jika penerima meminta penghentiannya atau jika pemantauan dan evaluasi selanjutnya menunjukkan bahwa perlindungan hukum tidak lagi diperlukan. Ini menekankan peran masukan dari penerima dan evaluasi yang sedang berlangsung dalam menentukan kelanjutan atau penghentian langkah-langkah perlindungan hukum. Dengan demikian, hal ini memastikan bahwa sumber daya dapat dialokasikan secara efektif dan perlindungan hukum hanya diberikan jika diperlukan.
Peraturan ini sangat menekankan pada koordinasi antar lembaga dalam menerapkan perlindungan hukum bagi individu yang mengadvokasi lingkungan hidup yang sehat. Peraturan ini mengamanatkan Menteri untuk berkoordinasi dengan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah yang terlibat dalam perlindungan dan penegakan hukum lingkungan hidup. Koordinasi ini dapat diwujudkan dalam bentuk nota kesepahaman dan perjanjian kerja sama. Koordinasi antar lembaga sangat penting dalam melindungi hak-hak para pembela lingkungan hidup dan menggarisbawahi perlunya pendekatan yang kohesif dan melibatkan banyak pemangku kepentingan dalam perlindungan lingkungan hidup dan dukungan hukum.
Tantangan Implementasi
Meskipun peraturan ini menegaskan bahwa aktivis lingkungan tidak dapat dipidana, tantangan utamanya tetap pada masih adanya praktik kriminalisasi. Data menunjukkan bahwa antara tahun 2014 hingga 2023, setidaknya terdapat 133 kasus ancaman terhadap para pejuang lingkungan.4 Banyak aktivis yang mengalami intimidasi, ancaman, atau bahkan kekerasan fisik sebagai akibat dari perjuangan mereka untuk lingkungan.Contoh kasus yang baru-baru ini terjadi adalah seorang aktivis lingkungan bernama Daniel Frits Tangkilisan yang menolak industri tambak udang yang limbahnya merusak hutan bakau, budidaya rumput laut, dan pariwisata di Taman Nasional Karimunjawa. Dalam Putusan Nomor 14/Pid.Sus/2024/PN Jpa,5 Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jepara menyatakan bahwa Daniel Frits terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)”, sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE. Majelis Hakim menilai perbuatan Daniel yang menuliskan komentar di akun Facebook-nya dengan kalimat “komunitas otak udang” telah menimbulkan kebencian pada sebagian kelompok masyarakat di Desa Kemujan dan Desa Karimunjawa. Ia dijatuhi hukuman tujuh bulan penjara dan denda sebesar lima juta Rupiah atau subsider satu bulan.
Dia mengajukan banding atas keputusan tersebut.
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi memberikan pertimbangan sebagai berikut:
- Pasal 66 UU 32/2009 berbunyi: “setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”.
- Pasal 77 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1/2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup menyatakan: “Dalam hal setelah memeriksa pokok perkara, Hakim berkesimpulan bahwa perbuatan yang didakwakan oleh penuntut umum terbukti, tetapi Terdakwa juga terbukti sebagai pejuang hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 UU No. 32/2009, maka Hakim menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum”.
Berdasarkan pertimbangan majelis hakim tersebut, Pengadilan Tinggi Semarang melalui Putusan No. 374/Pid.Sus/2024/PT. SMG memutus lepas aktivis lingkungan Daniel Frits. Majelis hakim menyatakan Daniel terbukti bersalah atas ujaran kebencian yang dilakukannya di social media namun karena ia terbukti merupakan pejuang lingkungan hidup, sehingga merujuk pada Pasal 77 Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1/2023, Daniel Frits dilepaskan dari segala tuntutan hukum.6
Kasus Daniel Frits memberikan contoh perlindungan hukum bagi individu yang mengadvokasi lingkungan yang sehat, namun kemudian dibebaskan berdasarkan Pasal 66 UU No. 32 Tahun 2009 dan pasal 77 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023. Dari hal tersebut dapat kita lihat bahwa pemberlakuan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 10 tahun 2024 dapat melengkapi peraturan yang ada. Integrasi ini diharapkan dapat lebih melindungi para aktivis lingkungan, baik yang mencakup aspek substantif maupun prosedural perlindungan hukum.
Kasus tersebut telah diajukan untuk kasasi dan kami akan menunggu putusan Mahkamah Agung.
- KESIMPULAN
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 10 Tahun 2024 tentang Perlindungan Hukum Terhadap Orang yang Memperjuangkan Hak atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat adalah langkah maju untuk memastikan bahwa setiap warga negara dapat memperjuangkan hak lingkungan hidup mereka tanpa rasa takut atau ancaman. Peraturan ini diharapkan akan memberikan lebih banyak ruang bagi aktivis lingkungan dan masyarakat sipil untuk terlibat dalam proses pengawasan proyek yang berdampak pada lingkungan. Semua stakeholder, baik pemerintah maupun swasta, dan yang paling penting, aktivis lingkungan dan masyarakat sipil akan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terkait lingkungan. sekaligus memastikan bahwa semua orang bertanggung jawab untuk melindungi lingkungan. Peraturan ini tidak hanya memberikan perlindungan hukum, tetapi juga mempertegas komitmen Indonesia terhadap perlindungan hak asasi manusia, terutama terkait hak lingkungan hidup yang sehat dan layak.
Salza Farikah Aquina
Sources
- Detik news: KLHK Sebut Permen LHK 10 Tahun 2024 Mampu Lindungi Pejuang Lingkungan. Available at https://news.detik.com/berita/d-7544851/klhk-sebut-permen-lhk-10-tahun-2024-mampu-lindungi-pejuang-lingkungan/amp
- Indonesian Center for Environmental Law (ICEL): Terbitnya Permen LHK No. 10 Tahun 2024: Instrumen Baru bagi Pelindungan Pejuang Lingkungan. Available at https://icel.or.id/id-id/kerja-kami/kabar-/siaran-pers/v/terbitnya-permen-lhk-no-10-tahun-2024-instrumen-baru-bagi-pelindungan-pejuanglingkungan
- Kumparan: Peraturan Menteri No 10 Tahun 2024, Kebijakan untuk Para Aktivis Lingkungan. Available at https://kumparan.com/ap-dimas-rahmat-naufal/peraturan-menteri-no-10-tahun-2024-kebijakan-untuk-para-aktivis-lingkungan-23WR8ocjvso/full
- Auriga Nusantara: Status Pembela Lingkungan di Indonesia 2014-2023: Ancaman Kiang Tinggi, Saatnya Negara Hadir. Available at https://auriga.or.id/press_release/detail/50/status-pembela-lingkungan-di-indonesia-2014-2023-ancaman-kian-tinggi-saatnya-negara-hadir?lang=id
- Putusan Nomor 14/Pid.Sus/2024/PN Jpa
- Putusan No. 374/Pid.Sus/2024/PT. SMG