Membangun satu juta rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) adalah tujuan yang mulia. Dalam penjelasan peraturan pemerintah tahun 2016 tentang pembangunan perumahan MBR, diseubtkan bahwa rata-rata kepemilikan rumah di Indonesia adalah 78,7% dan sisanya adalah bukan pemilik (menyewa atau menumpang). Ada 11,8 juta Keluarga yang sama sekali tidak mempunyai rumah. Tujuannya mulia. Kebutuhannya sangat aktual. Masalahnya nyata.

Pada akhir tahun 2016, tepatnya tanggal 29 Desember, pemerintah pusat menerbitkan suatu peraturan yang secara khusus ditujukan untuk MBR. Melalui peraturan ini, pemerintah memfasilitasi para pengembang perumahan untuk MBR dengan menghilangkan izin lokasi, mengatur jangka waktu yang jelas terkait permohonan perizinan ke pemerintah daerah, fleksibel dalam validasi bea perolehan ha katas tanah dan bangunan serta dalam hal kewajiban penyediaan lahan makam, dan ketat dalam pemberian sanksi. Sebagai penduduk Indonesia, kita semua perlu mendukung aturan baru tersebut, setidak-tidaknya, dengan tidak melakukan hal-hal yang menghambat pencapaian tujuan mulia tersebut.

Aturan baru berfokus pada pengembangan tanah antara 0,5 sampai dengan 5Ha tanah untuk perumahan (bukan rumah susun). Badan hukum wajib menyiapkan suatu proposal pembangunan meliputi perencanaan dan disain dari perumahan MBR, fasilitasnya, infrastruktur, dan utilitas, pengadaan tanah, dan pemenuhan perizinan. Proposal perlu melampirkan sertipikat tanah atau bukti kepemilikan lain dan bukti pembayaran atas pajak bumi dan bangunan. Izin lokasi tidak lagi diperlukan sepanjang lokasi pengembangan memang diperuntukkan sebagai perumahan MBR. Hal ini menunjukkan keseriusan dan terobosan dari pemerintah untuk mempercepat proses pengadaan tanah. Pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) wajib menyetujui proposal tidak lebih dari 7 hari kerja setelah menerima dokumen lengkap dan sesuai persyaratan.

Pengembang kemudian akan melaksanakan pembebasan lahan (kecuali sudah dilakukan) melalui perjanjian pelepasan hak atas tanah di hadapan kepala kantor pertanahan. Ada mekanisme lain untuk memperoleh tanah, yaitu melalui jual beli, tukar-menukar, dan pelepasan hak di hadapan Notaris. Sangat disayangkan metode tersebut tidak diatur secara jelas di dalam peraturan tersebut karena akan memberikan fleksibilitas bagi pengembang. Kemudian, pengembang perlu mengajukan pengesahan site plan dan Pendaftaran surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan Lingkungan, yang wajib diterbitkan tidak lebih dari 1 (satu) hari kerja setelah diterimanya dokumen lengkap sesuai persyaratan.

Read Also  PPJB - Uji Tuntas Hukum

Jika pengembang tidak menyediakan lahan makam untuk perumahan MBR, pengembang dapat menyediakan lahan tersebut di lokasi terpisah sepanjang luasnya 2% dari total luas lahan yang dikembangkan untuk perumahan MBR atau meyediakan dana untuk lahan makam yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sebesar 2% dari nilai pengadaan tanah perumahan MBR yang direncanakan. Lahan yang diperoleh perlu diukur dan harus diselesaikan dalam 14 hari kerja setelah diterimanya dokumen lengkap sesuai persyaratan. Jangka waktu tersebut 4 hari lebih cepat dari jangka waktu biasa untuk umum (bukan untuk MBR). Pengukuran bisa dilakukan oleh surveyor berlisensi, yang bukan dari kantor pertanahan. Hal ini adalah terobosan lain dari pemerintah. Terobosan ini bisa memotong secara signifikan birokrasi internal di kantor pertanahan. Setelah diukur, pengembang mengajukan permohonan sertifikasi hak guna bangunan yang wajib diselesaikan dalam 3 hari kerja setelah diterimanya dokumen lengkap yang disyaratkan. Jika dibandingkan dengan jangka waktu untuk masyarakat, sertipikasi tersebut bisa mencapai 57 hari kalendar. Perbedaan yang sangat signifikan.

Hal lain yang penting, peraturan mengatur bahwa jika pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) tidak menerbitkan izin yang dimohonkan, pengembang bisa merujuk permasalahan tersebut kepada walikota/bupati. Jika tetap tidak ditindaklanjuti, dirujuk ke Gubernur untuk memberikan sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jika tetap belum berhasil, gubernur akan mengambil alih untuk menerbitkan izin tersebut. Jika gubernur tidak juga menerbitkan izin tersebut, pengembang bisa merujuk permasalahan tersebut kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan untuk mengambil alih dan menerbitkan izin tersebut. Oleh karena itu, mekanisme pengajuan izin menjadi jelas dan ada jalan bagi pengembang untuk melindungi kepentingannya sepanjang pengembang memenuhi persyaratan-persyaratan yang ada.

Read Also  Persyaratan untuk Memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi

Bagi seorang manusia, mempunyai rumah adalah hal penting. Hal itu baik untuk kebanggan pribadi dan masa depannya. Mendukung tujuan pemerintah dalam hal ini adalah mulia. Oleh karena itu, mari kita mendukung gerakan pemerintah dan berharap agar tujuan tersebut menjadi kenyataan.