Berdasarkan Kamus Hukum, istilah verstek diambil dari kata verstek procedure yang berarti “acara luar hadir”, dan verstekvonnis yang berarti “putusan tanpa hadir atau putusan di luar hadir tergugat”. Istilah bagi suatu putusan yang dikeluarkan oleh hakim tanpa hadirnya tergugat yang digunakan dalam Hukum Acara Perdata di Indonesia adalah verstek. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa verstek adalah suatu kewenangan hakim untuk memeriksa dan memutus perkara tanpa kehadiran tergugat di persidangan pada tanggal yang telah ditentukan, atau tidak pula menyuruh orang lain untuk mewakilinya, meskipun ia sudah dipanggil secara patut.

Ketentuan mengenai verstek diatur dalam Pasal 125 Herziene Indonesich Reglement (“HIR”)/ Pasal 78 Reglement op de Rechtsvordering (“Rv”). Dalam hal ini, hakim diberi wewenang untuk menjatuhkan putusan diluar hadir atau tanpa hadirnya tergugat, dengan syarat:

  • Tergugat tidak datang menghadiri sidang pemeriksaan yang ditentukan tanpa alasan yang sah; atau
  • Tergugat tidak pula menyuruh orang lain untuk mewakilinya di persidangan;
  • Tergugat telah dipanggil di persidangan secara sah dan patut, tetapi tidak datang ke persidangan;
  • Tergugat tidak mengajukan eksepsi/ tangkisan mengenai kewenangan;
  • Penggugat hadir di persidangan dan mohon suatu putusan.

Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, hakim berwenang untuk menjatuhkan putusan verstek yang berisi dictum:

  1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya atau sebagian, atau
  2. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima, atau
  3. Menolak gugatan Penggugat

Upaya Hukum Verstek

Berdasarkan Pasal 129 ayat (1) HIR atau Pasal 83 Rv, menegaskan bahwa:

“Tergugat, yang dihukum sedang ia tidak hadir (verstek) dan tidak menerima putusan itu, dapat mengajukan perlawanan atas putusan itu.”

Berdasarkan Pasal 125 ayat (3) HIR atau Pasal 78 Rv menyatakan bahwa:

Read Also  Leks&Co - Sejarah Undang Undang Pokok Agraria

“Jika surat gugatan diterima, maka atas perintah ketua diberitahukanlah keputusan pengadilan negeri kepada orang yang dikalahkan itu serta menerangkan pula kepadanya, bahwa ia berhak memajukan perlawanan (verzet) di dalam tempo dan dengan cara yang ditentukan pada pasal 129 tentang keputusan verstek di muka pengadilan.”

Melihat kepada kedua ketentuan tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa apabila tergugat menerima putusan verstek, maka tergugat berhak mengajukan perlawanan (verzet) terhadap putusan verstek tersebut.

 

Upaya perlawanan/verzet dapat diajukan paling lambat 14 (empat belas) hari setelah pemberitahuan mengenai adanya putusan verstek kepada Tergugat apabila pemberitahuan tersebut langsung disampaikan sendiri kepada yang bersangkutan. Jika pemberitahuan putusan itu tidak langsung diberitahukan kepada tergugat sendiri dan pada waktu aanmaning (peringatan) tergugat hadir, maka tenggang waktunya sampai pada hari kedelapan sesudah aanmaning.  Jika Tergugat tidak hadir pada waktu aanmaning, maka tenggang waktunya adalah hari kedelapan sesudah sita eksekusi dilaksanakan, sesuai dengan ketentuan Pasal 129 ayat (2) HIR jo. Pasal 207 RBg. Perkara mengenai verzet terhadap verstek didaftar dalam satu nomor perkara dengan perkara mengenai verstek.

Hakim yang melakukan pemeriksaan perkara verzet atas putusan verstek harus memeriksa gugatan yang telah diputus verstek secara keseluruhan. Pemeriksaan perkara verzet dilakukan secara biasa. Apabila dalam pemeriksaan verzet pihak Penggugat asal (Terlawan) tidak hadir, maka pemeriksaan dilakukan secara contradictoire, akan tetapi apabila Pelawan yang tidak hadir, maka Hakim menjatuhkan putusan verstek untuk kedua kalinya. Terhadap putusan verstek yang dijatuhkan kedua kalinya ini tidak dapat diajukan perlawanan, tetapi bisa diajukan upaya hukum banding berdasarkan Pasal 129 ayat (5) HIR dan Pasal 153 ayat(5) RBg.

Read Also  Gugurnya Suatu Gugatan

Alsha Alexandra Kartika