Pendahuluan

Indonesia beberapa tahun ke belakang mengalami kemajuan yang signifikan dalam sektor industri, menjadikannya salah satu negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Namun, hal ini tidak dapat dipungkiri ikut berdampak pada peningkatan emisi karbon secara global. Menurut Global Carbon Project, pada tahun 2017 saja, emisi karbon Indonesia mencapai 487 juta ton (Mt CO2), mengalami peningkatan sebesar 4,7% dibanding tahun sebelumnya dan berkontribusi sebesar 1,34% dari total emisi CO2 global, yaitu 36.153 juta ton (Mt CO2).  

Munculnya kesadaran akan pentingnya mengurangi emisi karbon mendorong Indonesia untuk terlibat aktif dalam upaya mengelola emisi karbon secara berkelanjutan. Dalam rangka menjaga keseimbangan lingkungan dan iklim, Indonesia turut serta dalam Conference of The Parties (“COP”) untuk Paris Agreement dan Net Zero Emission (“NZE”), dengan fokus pada pengembangan teknologi seperti Carbon Capture Storage (“CCS”) dan Carbon Capture, Utilization, and Storage (“CCUS”) sebagai salah satu langkah dalam mengatasi masalah ini.1

Teknologi seperti CCS dan CCUS penting untuk dikembangkan, utamanya pada sektor Minyak dan Gas (“Migas”), yang merupakan salah satu penyumbang utama emisi pada sektor energi selama ini. Sejalan dengan adanya pergerakan ke arah penggunaan dan pemanfaatan energi yang lebih “bersih” melalui berbagai upaya seperti bauran energi, diproyeksikan bahwa perubahan signifikan akan terjadi terhadap penurunan emisi CO2, yang diperkirakan mencapai 6% pada tahun 2025 hingga 37% pada tahun 2050, asalkan penerapan CCS dan CCUS telah dilakukan.2 Untuk itu, artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai CCS dan CCUS, potensi dan pemanfaatannya beserta hambatan dan mitigasi risikonya pada bagian selanjutnya. Tidak lupa juga, akan dibahas mengenai kerangka hukum terbaru dari penerapan teknologi ini.

Pembahasan

Definisi CCS dan CCUS

Carbon Capture and Storage atau Penangkapan dan Penyimpanan Karbon adalah sistem penyimpanan yang digunakan untuk menerima dan menyimpan emisi karbon yang dilepaskan oleh industri dan pembangkit listrik ke dalam formasi geologi dengan cara yang aman dan permanen, serta memiliki kapasitas tertentu dalam jangka waktu yang lama. Metode CCS ini memanfaatkan teknologi yang mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu, dengan tujuan utama untuk mencapai dekarbonisasi atau bahkan keadaan “zero karbon”, yang salah satu tujuannya adalah mengatasi dampak aktivitas eksplorasi dan eksploitasi migas.3 

Sementara itu, Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan karbon atau Carbon Capture, Utilization and Storage merupakan teknologi yang mengacu pada gabungan teknologi yang terlibat dalam menangkap CO2 dari sumber besar, mengirimkannya melalui pipa atau cara lain, menggunakan CO2 tersebut dalam berbagai aplikasi dan kegunaan lain, dan pada akhirnya menyuntikkannya ke dalam formasi geologi yang dalam, tempat CO2 akan terjebak dan disimpan secara permanen.4 Teknologi CCS dan CCUS merupakan satu-satunya teknologi yang dapat mengurangi pelepasan gas rumah kaca (“GRK”) dari aktivitas pemanfaatan bahan bakar fosil di industri dan pembangkit listrik skala besar. Hingga saat ini, teknologi CCS dianggap efektif dalam mendukung pengurangan emisi karbon secara global. Meskipun demikian, biaya yang diperlukan bagi suatu negara untuk mengadopsi teknologi CCS tidaklah kecil.5

Potensi dan Manfaat Penerapan CCS dan CCUS di Indonesia

Indonesia memiliki potensi besar dalam penerapan teknologi CCS dan CCUS yang dapat menjadi keuntungan besar dalam mengelola komoditi karbon. Potensi ini ditambah keunggulan geografis dan geologis Indonesia yang terletak secara strategis di kawasan Asia Pasifik. Dari segi geologi, Indonesia kaya akan akuifer asin yang sangat cocok untuk penyimpanan CO2, dengan kapasitas mencapai 80 hingga 100 Giga Ton. Hingga saat ini, terdapat 16 proyek CCS/CCUS di Indonesia yang masih dalam tahap studi dan persiapan.6

Sebagian besar proyek CCS/CCUS di Indonesia memiliki target untuk mulai beroperasi sebelum tahun 2030. Salah satu proyek yang menjanjikan dan akan segera dilaksanakan adalah Proyek Tangguh Enhanced Gas Recovery (“EGR”), di Lapangan Gas Tangguh, Papua Barat, sebagai salah satu bentuk pemanfaatan CCUS, yaitu peningkatan produksi gas alam menggunakan teknologi tersebut. Proyek ini bertujuan untuk mengurangi emisi karbon sekitar 25 juta ton CO2 hingga tahun 2035, sambil meningkatkan produksi hingga 300 Billions of Standard Cubic Feet (“BSCF”) pada tahun yang sama. Keberhasilan Tangguh EGR dapat menjadi contoh dalam pengembangan industri gas di masa depan di Indonesia.7

Gambar 1: Pemetaan rencana lokasi penyelenggaraan CCS/CCUS di Indonesia.8

Lemigas, ExxonMobil, dan Rystad Energy menyimpulkan dari studi-studi mereka bahwa Indonesia memiliki potensi penyimpanan CO2 yang luar biasa, melebihi 400 giga ton CO2 dari reservoir migas dan saline aquifer. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (“ESDM”) dan pemangku kepentingan lainnya memproyeksikan bahwa emisi GRK dari sektor migas akan mencapai puncaknya pada 2030, mencapai sekitar 44 juta ton CO2.9 Untuk itulah, teknologi ini dapat digunakan secara tepat sebagai penyerap dari emisi tersebut sekaligus menawarkan keuntungan ekonomi yang tinggi.

Di sisi lain, jika dimanfaatkan secara optimal, kegunaan CCS dan CCUS tidak hanya dalam rangka pengurangan emisi global, tetapi juga dapat mendukung produksi energi yang berkelanjutan. Produksi ini mencakup peningkatan akses energi yang terjangkau, berkelanjutan, dan modern bagi semua, serta memastikan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Teknologi ini juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan, memperpanjang umur infrastruktur, mengurangi biaya operasional penyediaan listrik, dan mendukung pertumbuhan ekonomi berbasis inovasi. Dengan keberadaannya, CCS dan CCUS dapat memberikan kontribusi pada keamanan energi melalui berbagai cara, seperti:

  1. Memungkinkan keragaman energi, termasuk bahan bakar fosil yang berkelanjutan.
  2. Menjaga kesempatan kerja dan investasi jangka panjang di industri energi.
  3. Melindungi nilai investasi dalam energi dan infrastruktur industri.
  4. Menambah pilihan teknologi untuk pembangkit listrik.
  5. Mendukung investasi dalam sumber energi alternatif.10

Cara Kerja CCS dan CCUS

Garis besar pelaksanaan pemanfaatan teknologi CCUS adalah dengan tahapan berikut: pertama, CO2 akan dihilangkan atau dipisahkan, dari industri besar seperti pabrik batubara, pembangkit listrik, dan proses pembuatan baja dan semen. Ada tiga jenis cara capture yaitu:

  1. Pre-Combustion
    Sistem Pre-combustion adalah metode untuk menangkap CO2 dari bahan bakar fosil sebelum pembakaran. Proses ini melibatkan pengolahan bahan bakar utama dengan uap, udara, atau oksigen dalam reaktor, menghasilkan campuran berupa karbon monoksida (“CO”) dan H₂ sebagai komponen utama gas sintesis.
  2. Post Combustion
    Sistem Post Combustion adalah metode untuk menghilangkan CO2 dari gas buang yang timbul saat pembakaran bahan bakar utama di udara. Biasanya, sistem ini menggunakan pelarut cair untuk menangkap sebagian kecil CO2 (sekitar 3% – 15% volume) dalam aliran gas buang yang didominasi oleh nitrogen dari udara.
  3. Oxyfuel Combustion
    Sistem ini menggunakan oksigen murni untuk menghasilkan gas buang berupa uap air dan CO2, dengan konsentrasi CO2 lebih tinggi dari uap air (lebih dari 80% volume). Uap air dihilangkan dari gas buang dengan pendinginan dan kompresi. Oxyfuel Combustion membutuhkan oksigen murni (95-99% kemurnian) dengan biaya lebih tinggi untuk menghasilkan aliran oksigen murni. Meskipun secara teori lebih sederhana dan murah daripada absorbsi, kelemahannya adalah biaya tinggi untuk menghasilkan oksigen murni.

    Gambar 2: Skema Pelaksanaan CCS dan CCUS.11
Read Also  Uji Karakteristik: Alat Pembuktian Bahan Berbahaya Beracun

Ketiga metode disebut sebagai CO2 Capture, yang dapat menangkap sekitar 90% emisi CO2. CO2 yang dikompresi kemudian diangkut melalui pipa ke lapangan penyimpanan yang sesuai, seperti bekas ladang migas atau saline aquifer dan kemudian diinjeksikan ke formasi tersebut. Penggunaan pipa ini dianggap sebagai transportasi yang efisien dan aman, seperti penggunaan di Inggris yang menggunakan pipa on shore dan off shore untuk mengangkut karbon ke penyimpanan bawah laut.12

Hambatan dan Mitigasi Risiko

Dalam menjalankan dan mempertahankan pemanfaatan teknologi CCS/CCUS, Pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan peraturan dan aspek hukum yang memadai serta dapat mencakup pengoperasian proyek CCS/CCUS jangka panjang. Pemanfaatan teknologi CCS/CCUS di Indonesia saat ini terfokus pada peningkatan produksi di sumur-sumur migas tua. Meskipun potensi CCS/CCUS terbukti ada, terutama dalam Enhanced Oil Recovery (“EOR”), realisasinya memerlukan dana yang sangat besar, dan transfer teknologi dari negara yang telah sukses diperlukan dalam hal ini.13

Hambatan utama untuk penerapan CCS/CCUS di Indonesia saat ini terutama berkaitan dengan masih kurangnya kerangka kerja dan peraturan operasional yang dapat membangun kepercayaan investor dan pengembang proyek, serta kepercayaan masyarakat terhadap keamanan operasional. Kesadaran masyarakat tentang CCS/CCUS juga masih rendah, namun peningkatan minat penelitian dan penerbitan regulasi untuk penelitian & pengembangan jangka pendek akhir-akhir ini menunjukkan perubahan yang positif.

Mengenai keamanan operasional, merupakan faktor yang menurut penulis wajib benar-benar diperhatikan. Sistem kerja CCS/CCUS yang menangkap CO2 untuk kemudian disimpan di berbagai jenis penyimpanan, termasuk formasi geologi bawah tanah, sebenarnya memiliki risiko yang cukup tinggi. Mengingat letak geografis dan geologis Indonesia yang membuat Indonesia rawan bencana, risiko kebocoran kembali CO2 yang telah disimpan di bawah tanah wajib diminimalisir dan rencana mitigasinya diatur dengan benar.

Faktor keamanan ini dapat kita lihat pada faktanya bahwa batuan tempat penyimpanan harus memenuhi kriteria tertentu, seperti adanya lapisan caprock dan rongga poros. Pengawasan dan monitoringnya pun dilakukan dengan berbagai metode, termasuk satelit dan pengukuran gelombang seismik, untuk menjaga kestabilan penyimpanan CO2. Tak hanya itu, penyimpanan sendiri melibatkan berbagai pertimbangan yang mempengaruhi prosesnya. Berbagai konsiderasi dari beberapa sisi wajib dilakukan untuk mengetahui kapasitas operasionalnya. Sangat diperlukan serangkaian analisis yang komprehensif dari segi teknis, hukum, infrastruktur, regulator, hingga ekonomi sebelum operasional benar-benar dilakukan.14

Kerangka Peraturan CCS dan CCUS di Indonesia

Per Maret 2023, kerangka hukum dan kebijakan CCS dan CCUS di Indonesia telah diakomodir oleh Peraturan Menteri ESDM No. 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan dan Penyimpanan Karbon Pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (“Permen ESDM 2/2023”). Beberapa ketentuan-ketentuan penting yang diatur dalam peraturan tersebut di antaranya adalah:

  • Pelaksanaan CCS dan CCUS yang dilaksanakan di Wilayah Kerja15, kegiatan penginjeksian, pemanfaatan, dan penyimpanan emisi karbon harus diawali dengan penangkapan emisi karbon dan/atau pengangkutan emisi karbon.16
  • Penangkapan emisi karbon sendiri dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain: 
  1. Memisahkan emisi karbon pada fasilitas produksi Migas; 
  2. Menangkap emisi karbon hasil pembakaran; 
  3. Menangkap pra-penyalaan; 
  4. Menangkap pembakaran oxyfuel; dan/atau 
  5. Metode lain yang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.  
  • Selain itu, penangkapan emisi karbon, khususnya karbon dioksida, tidak hanya terbatas pada sumber yang disebutkan sebelumnya, tetapi juga dapat berasal dari atmosfer dengan menggunakan teknologi direct air capture.17 Untuk pengangkutan emisi karbon dapat dilakukan dengan menggunakan pipa, truk, pengapalan, dan/atau metode lain sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. 
  • Sementara itu, penginjeksian dan penyimpanan emisi karbon sendiri merupakan proses penyuntikan emisi karbon ke dalam Zona Target Injeksi sesuai dengan prinsip keteknikan yang baik. Zona Target Injeksi dapat berupa reservoir pada lapangan Migas, reservoir Migas non konvensional, Akuifer Asin, atau lapisan batubara untuk kegiatan Gas Metana Batubara (“GMB”). Kegiatan ini dilakukan oleh kontraktor di Wilayah Kerja selama masa eksploitasi.18
  • Jadi kegiatan CCS/CCUS di sektor Migas tidak dapat dilakukan pada saat eksplorasi Migas. Pemanfaatan emisi karbon sendiri bertujuan untuk meningkatkan produksi Migas melalui peningkatan perolehan, baik pada tahap lanjut Minyak Bumi, tahap lanjut Gas Bumi, atau tahap lanjut GMB.19
  • Penyelenggara kegiatan CCS/CCUS wajib melakukan kajian untuk penyelenggaraan CCS/CCUS, yang minimal harus mencakup aspek-aspek berikut: 
  1. Geologi; 
  2. Geofisika; 
  3. Reservoir
  4. Operasi pengangkutan, penyimpanan, dan injeksi, termasuk pemanfaatan untuk kegiatan CCUS; 
  5. Keekonomian;
  6. Keteknikan; 
  7. Keselamatan dan lingkungan; 
  8. Evaluasi dan mitigasi risiko; dan 
  9. Monitoring dan Measurement, Reporting and Verification (“MRV”).20
  • Kajian tersebut dilakukan untuk memastikan kelayakan rencana penyelenggaraan CCS atau CCUS sesuai dengan standar yang diacu dan prinsip keteknikan yang baik. Hasil kajian minimal mencakup estimasi kapasitas penyimpanan emisi karbon, kedalaman dan ketebalan Zona Target Injeksi, konduktivitas hidrolik Zona Target Injeksi, dampak komposisi emisi karbon terhadap Zona Target Injeksi, integritas lapisan zona penyangga, dan lainnya. Selain itu, Sumur Injeksi dapat berupa sumur baru khusus atau sumur lama yang dikonversikan menjadi sumur injeksi.21
  • Penyelenggaraan CCS atau CCUS pada peraturan ini melibatkan tahap penyusunan dokumen mitigasi, proses perekayasaan, pengadaan, dan konstruksi, commissioning, operasi, manajemen keselamatan operasi, pengelolaan lingkungan, tanggap darurat, perbaikan dan pemeliharaan, serta Monitoring dan MRV hingga penutupan kegiatan CCS atau CCUS. Semua tahap ini harus mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.22
  • Di akhir masa pelaksanaan, apabila dihentikan, penutupan penyelenggaraan CCS atau CCUS dapat terjadi ketika: 
  1. Kapasitas penyimpanan di Zona Target Injeksi mencapai penuh; 
  2. Tidak ada lagi emisi karbon yang diinjeksikan; 
  3. Jangka waktu Kontrak Kerjasama23 berakhir dan tidak diperpanjang; 
  4. Terjadi kondisi yang tidak aman; atau 
  5. Keadaan kahar menyebabkan penutupan CCS atau CCUS menjadi opsi terbaik. 
Read Also  Perdagangan Karbon sebagai Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia

Jenis keadaan kahar diklasifikasikan sesuai dengan ketentuan dalam kontrak kerja sama.24

Kesimpulan

Dalam menghadapi dampak peningkatan emisi karbon dari sektor industri, Indonesia bergerak proaktif untuk mengelola masalah ini melalui partisipasinya dalam Paris Agreement dan menargetkan tercapainya NZE. Salah satu strategi Indonesia dalam upaya ini adalah penerapan teknologi CCS dan CCUS, terutama di sektor Migas.

Proyek-proyek seperti Tangguh EGR di Papua Barat dan 15 Proyek lain yang dalam tahap studi/perencanaan menunjukkan komitmen Pemerintah Indonesia, didukung oleh kekayaan potensi geologisnya, yang menjadi landasan strategis untuk mengatasi masalah emisi karbon, meskipun masih ada tantangan dan risiko yang perlu diatasi, terutama pada faktor keamanan pelaksanaan yang wajib benar-benar diperhatikan.

Lebih lanjut, dengan adopsi teknologi ini, Indonesia tidak hanya berkontribusi pada pengurangan emisi global tetapi juga membuka peluang untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan keamanan energi di masa depan. Peraturan dan kerangka hukum yang baru telah diimplementasikan untuk mengatur implementasi CCS dan CCUS di Indonesia, menciptakan dasar yang kuat untuk pengembangan teknologi ini untuk sekarang. Harapannya, ke depan akan dibuat juga regulasi-regulasi baru yang mengatur secara lebih komprehensif dan menyesuaikan pada perkembangan kebutuhan pada pelaksanaan proyek ini di masa depan.

Sang Rafi Syuja

References

Articles

Prasetyo, Ahmad Wisnu, and Jaka Windarta. “Utilization of Carbon Capture Storage (CCS) Technology in Efforts to Support Sustainable Energy Production.” Journal of New and Renewable Energy. Vol. 3. Number 3 (2022). Pages 231-238.

Amina, Steffany R., Amanda T. Deborah, and Muhammad D. Wajdi. “Analysis of Carbon Capture Storage from Oil and Gas Exploration in Achieving Sustainable Development Goals.” Journal of Geophysical Exploration. Vol. 8. Number 01 (2022). Pages 44-57.

Amelinda, Adanya T. and Subiakto Soekarno. “Financial Feasibility Study of Carbon Capture, Utilization, and Storage Project in West Java, Indonesia.” European Journal of Business and Management Research. Vol. 8. Issue 3 (2023). Page 215-220.

Internet

Artanti, Annisa Ayu. “Exxon, Chevron, and BP Compete to Apply CCUS Technology in Indonesia.” Metro TV News. July 13, 2023. Available at https://www.metrotvnews.com/read/KdZCVxDY-exxon-chevron-hingga-bp-rebutan-terapkan-teknologi-ccus-di-indonesia.

Defitri, Mita. “Carbon Capture Storage for Indonesia Towards Net Zero Emission.” Waste4change. August 22, 2022. Available at https://waste4change.com/blog/carbon-capture-storage-untuk-indonesia-menuju-net-zero-emission/.

Directorate General of Oil and Gas. “Costs Remain a Challenge, Efforts Needed to Boost the Economy of CCS/CCUS Projects.” Ministry of Energy and Mineral Resources of the Republic of Indonesia. February 2, 2023. Available at https://migas.esdm.go.id/post/read/biaya-masih-jadi-tantangan-perlu-upaya-dorong-keekonomian-proyek-ccs-ccus.

ITSRic. “Understanding Carbon Emission Management Through Carbon Capture Utilization Storage.” ITS News. July 14, 2022. Available at https://www.its.ac.id/news/2022/07/14/mengenal-pengelolaan-emisi-karbon-lewat-carbon-capture-utilization-storage/.

Rahayu, Arfyana Citra. “There Are 14 CCS/CCUS Projects in Indonesia, Majority On-Stream Before 2030.” Kontan.co.id. September 21, 2022. Available at https://industri.kontan.co.id/news/ada-14-proyek-ccsccus-di-indonesia-sebagian-besar-on-stream-sebelum-2030

Sources

  1. Mita Defitri, “Carbon Capture Storage untuk Indonesia menuju Net Zero Emission,” Waste4change, 22 Agustus 2022, tersedia pada https://waste4change.com/blog/carbon-capture-storage-untuk-indonesia-menuju-net-zero-emission/, diakses pada tanggal 12 Desember 2023.
  2. Ahmad Wisnu Prasetyo dan Jaka Windarta, “Pemanfaatan Teknologi Carbon Capture Storage (CCS) dalam Upaya Mendukung Produksi Energi yang Berkelanjutan,” Jurnal Energi Baru & Terbarukan, Vol. 3, No. 3 (2022), hlm. 235.
  3. Steffany R. Amina, Amanda T. Deborah, dan Muhammad D. Wajdi, “Analisis Carbon Capture Storage dari Eksplorasi Migas dalam Mencapai Sustainable Development Goals,” Jurnal Geofisika Eksplorasi, Vol. 8, No. 1 (2022), hlm. 45.
  4. Adanya T. Amelinda and Subiakto Soekarno, “Financial Feasibility Study of Carbon Capture, Utilization, and Storage Project in West Java, Indonesia,” European Journal of Business and Management Research, Vol. 8, Issue 3 (2023), page 216.
  5. Prasetyo dan Windarta, “Pemanfaatan Teknologi…,” hlm. 236.
  6. Arfyana Citra Rahayu, “Ada 14 Proyek CCS/CCUS di Indonesia, Sebagian Besar On-Stream Sebelum 2030,” Kontan.co.id, 21 September 2022, tersedia pada https://industri.kontan.co.id/news/ada-14-proyek-ccsccus-di-indonesia-sebagian-besar-on-stream-sebelum-2030, diakses pada 12 Desember 2023.
  7. Ibid.
  8. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, “Biaya Masih Jadi Tantangan, Perlu Upaya Dorong Keekonomian Proyek CCS/CCUS,” Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, 2 Februari 2023, tersedia pada https://migas.esdm.go.id/post/read/biaya-masih-jadi-tantangan-perlu-upaya-dorong-keekonomian-proyek-ccs-ccus, diakses pada tanggal 12 Desember 2023.
  9. Ibid.
  10. Prasetyo dan Windarta, “Pemanfaatan Teknologi…,” hlm. 237.
  11. Ibid, hlm. 233.
  12. Ibid, hlm. 233-234.
  13. Ibid, hlm. 236.
  14. ITSRic, “Mengenal Pengelolaan Emisi Karbon Lewat Carbon Capture Utilization Storage,” ITS News, 14 Juli 2022, tersedia pada https://www.its.ac.id/news/2022/07/14/mengenal-pengelolaan-emisi-karbon-lewat-carbon-capture-utilization-storage/. diakses pada 12 Desember 2023.
  15. Menurut Pasal 1 angka 20 Permen ESDM No. 2 Tahun 2023, Wilayah Kerja adalah daerah tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi, dalam hal ini Migas.
  16. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2023, Pasal 5.
  17. Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2023, Pasal 6 ayat (3) dan (4).
  18. Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2023, Pasal 7-8.
  19. Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2023, Pasal 9.
  20. Menurut Pasal 1 angka 16 Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2023, MRV adalah adalah kegiatan untuk memastikan data dan/atau informasi aksi mitigasi dan aksi adaptasi telah dilaksanakan sesuai dengan tata cara dan/atau standar yang telah ditetapkan serta dijamin kebenarannya.
  21. Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2023, Pasal 12.
  22. Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2023, Pasal 19 ayat (2).
  23. Menurut Pasal 1 angka 21, Kontrak Kerja Sama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
  24. Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2023, Pasal 22.