Pendahuluan

Hunian merupakan salah satu kebutuhan paling mendasar manusia dan memegang peran sangat strategis dalam agenda pembentukan watak serta kepribadian bangsa. Negara wajib menjamin agar setiap manusia Indonesia dapat memiliki akses terhadap hunian yang layak dan terjangkau.

Dengan demikian, negara bertanggung jawab untuk merancang dan menetapkan kebijakan perumahan dan kawasan permukiman yang berkeadilan. Salah satu bentuk kebijakan dibidang perumahan dan kawasan permukiman yang ditujukan untuk merealisasikan keadilan, mereduksi ketimpangan sosial dan untuk mengatur arah pembangunan perumahan agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat adalah kebijakan hunian berimbang.

Hunian berimbang adalah kebijakan yang mewajibkan Badan Hukum yang melakukan pembangunan perumahan (“Pengembang Perumahan”) untuk membangun perumahan atau lingkungan hunian dengan komposisi yang berimbang antara rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah. Eksistensi kebijakan ini didasari semangat untuk memperluas akses Masyarakat Berpenghasilan Rendah (“MBR”)  untuk dapat memperoleh hunian yang layak dan terjangkau.

Kebijakan ini diatur secara rinci melalui Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman (“PP Perumahan”) yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (“UU Perumahan”).

Pembahasan

  1. Unsur Kebijakan Hunian Berimbang
    Kewajiban membangun hunian berimbang ditujukan untuk pembangunan perumahan skala besar1 maupun non skala besar2. Terdapat 3 unsur yang menjadi inti dari kebijakan hunian berimbang, yaitu lokasi, klasifikasi rumah, dan komposisi.
  1. Lokasi
    Terdapat dua aturan lokasi dalam implementasi kebijakan hunian berimbang:3

    1. Untuk pembangunan perumahan skala besar, maka hunian berimbang harus dilakukan dalam 1 (satu) hamparan;
    2. Sementara untuk pembangunan perumahan non skala besar, Pengembang Perumahan dapat memilih untuk melaksanakan kewajiban hunian berimbang dalam 1 (satu) hamparan atau tidak dalam 1 (satu) hamparan, tetapi tetap harus dalam 1 (satu) daerah kabupaten/kota yang sama.
  2. Klasifikasi Rumah
    Klasifikasi rumah terdiri atas rumah mewah, rumah menengah, dan rumah sederhana, dimana kriteria tiap jenis rumah tersebut didasarkan pada harga jual yang ukurannya ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  3. Komposisi
    Komposisi adalah perbandingan jumlah rumah mewah, rumah menengah, dan rumah sederhana yang dibangun oleh Pengembang Perumahan. Ketentuan mengenai komposisi inilah yang sesungguhnya menjadi pokok dari kebijakan ini.
    Terdapat perbedaan ketentuan komposisi hunian berimbang untuk pembangunan perumahan skala besar dan non skala besar dengan penjelasan sebagai berikut:

    1. Untuk pembangunan perumahan skala besar, digunakan komposisi 1:2:3, yaitu tiap pembangunan 1 (satu) rumah mewah harus diimbangi dengan pembangunan minimal 2 (dua) rumah menengah dan 3 (tiga) rumah sederhana.
    2. Untuk pembangunan perumahan non skala besar, terdapat 3 alternatif komposisi yang dapat diterapkan, yaitu:
      1. 1 (satu) rumah mewah berbanding paling sedikit 2 (dua) rumah menengah dan berbanding paling sedikit 3 (tiga) rumah sederhana sebagaimana juga diterapkan pada perumahan skala besar;
      2. 1 (satu) rumah mewah berbanding paling sedikit 3 (tiga) rumah sederhana; atau
      3. 2 (dua) Rumah menengah berbanding paling sedikit 3 (tiga) Rumah sederhana.
  4. Sementara untuk pembangunan rumah susun, hunian berimbang dilaksanakan melalui kewajiban pembangunan rumah susun umum4 dengan alokasi paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dari total luas lantai rumah susun komersial5 yang dibangun.
    Ketentuan mengenai pembangunan paling sedikit 3 (tiga) rumah sederhana sebagaimana dijelaskan sebelumnya wajib terdiri atas Rumah sederhana subsidi dan Rumah sederhana non-subsidi. Ketentuan ini ditujukan sebagai akses keadilan bagi MBR untuk bisa memperoleh hunian yang layak dan terjangkau.
    Komposisi hunian berimbang dirancang sesuai dengan kondisi Indonesia saat ini, dimana kebutuhan atas rumah sederhana bagi MBR dan kebutuhan atas rumah menengah bagi masyarakat berpenghasilan menengah lebih banyak dari pada kebutuhan atas rumah mewah. Dengan ketentuan komposisi ini, pembangunan perumahan akan lebih terencana dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
  1. Keringanan Kewajiban Hunian Berimbang
    UU Perumahan memberikan keringanan bagi Pengembang Perumahan terkait kewajiban membangun hunian berimbang. UU Perumahan menentukan bahwa kewajiban Pengembang Perumahan untuk membangun rumah sederhana tunggal atau deret dalam agenda kebijakan hunian berimbang dapat dikonversi dalam bentuk:

    1. Rumah susun umum yang dibangun dalam 1 (satu) harnparan yang sama; atau
    2. Dana untuk pembangunan rumah umum6 yang diserahkan pada Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan untuk dikelola.
  2. Ketentuan Pengecualian
    Pasal 34 UU Perumahan menentukan bahwa kewajiban membangun hunian berimbang dikecualikan bagi Pengembang Perumahan yang membangun perumahan yang seluruhnya ditujukan untuk membangun rumah umum. Ketentuan ini sangat logis, mengingat semangat dari kebijakan hunian berimbang adalah untuk memperluas akses MBR untuk dapat memperoleh hunian, sehingga aturan ini tidak perlu diberlakukan terhadap pembangunan perumahan yang seluruh unitnya memang dibangun sebagai rumah umum bagi MBR.
Read Also  Penerbitan PP 51/2023: Komitmen Penyempurnaan atas Regulasi Upah Minimum

Penutup

Kebijakan hunian berimbang adalah bentuk dari tanggung jawab negara untuk menjamin kesetaraan dan keadilan dalam hal akses terhadap rumah layak dan terjangkau, khususnya bagi MBR. Kebijakan ini diharapkan dapat menjadi instrumen vital dalam merealisasikan keadilan, mereduksi ketimpangan sosial, dan mengatur arah pembangunan perumahan agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Avaya Ruzha Avicenna

Sources

  1. Pasal 21B ayat (2) PP Perumahan: Perumahan skala besar adalah kumpulan Rumah yang terdiri paling sedikit 3.000 (tiga ribu) unit Rumah.
  2. Pasal 21B ayat (3) PP Perumahan: Perumahan non skala besar adalah kumpulan Rumah yang terdiri atas 100 (seratus) unit Rumah sampai dengan 3.000 (tiga ribu) unit Rumah.
  3. Pasal 21D PP Perumahan
  4. Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (“UU Rumah Susun”): Rumah susun umum adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR.
  5. Pasal 1 angka 10 UU Rumah Susun: Rumah susun komersial adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan.
  6. Pasal 1 angka 10 UU Perumahan: Rumah umum adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.