Latar Belakang
Subyek pemohon kepailitan dapat berbeda-beda, menurut Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Nomor 37 Tahun 2004. Pasal 2 menyebutkan bahwa subyek pemohon dapat diajukan oleh Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, Perusahaan Asuransi dan Menteri Keuangan
Kejaksaan
Kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit dengan alasan untuk kepentingan umum. Kepentingan umum dalam hal ini menurut penjelasan Undang-Undang Kepailitan adalah kepentingan bangsa dan Negara dan atau masyarakat luas, misalnya:
- Debitor melarikan diri;
- Debitor menggelapkan bagian dari harta kekayaannya;
- Debitor mempunyai utang kepada Badan Usaha Milik Negara atau badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat;
- Debitor mempunyai utang yang berasal dari perhimpunan dana masyarakat luas;
- Debitor tidak beritikad baik atau kooperatif dalam menyelesaikan masalah utang piutang yang telah jatuh waktu; atau
- Dalam hal yang lainnya, yang menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum.
Tata cara pengajuan permohonan pailit oleh Kejaksaan adalah sama dengan permohonan yang diajukan oleh Kreditor maupun Debitor hanya saja tidak menggunakan jasa advokat.
Bank Indonesia
Menurut Undang-Undang Perbankan Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 yang dimaksud dengan Bank adalah Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Ketika sebuah bank mengalami kepailitan, maka Bank Indonesia merupakan pihak yang berwenang untuk mencabut ijin usaha bank oleh Pimpinan Bank Indonesia yang berujung likuidasi dan juga memohonkan putusan kepailitan.
Dalam Undang-Undang Perbankan Indonesia, tidak ditentukan secara jelas mengenai kepailitan bank dengan demikian suatu bank dapat dinyatakan pailit oleh hakim berdasarkan peraturan yang berlaku umum bagi kepailitan yaitu UU Kepailitan Indonesia Nomor 37 Tahun 2004.
Jeany Tabita