1. PENDAHULUAN
    Merek sebagai hasil dari proses kekayaan intelektual, berperan penting dalam kegiatan ekonomi dan perdagangan barang/jasa. Di Indonesia ketentuan hak atas merek diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (“UU MIG”). Menurut undang-undang ini yang dimaksud dengan hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Merek yang terdaftar sudah semestinya dipergunakan untuk kegiatan perdagangan barang dan jasa.Baru-baru ini pada tanggal 30 Juli 2024 yang lalu Mahkamah Konstitusi (“MK”) melalui Putusan Nomor 144/PUU-XXI/2023 memberikan putusan terhadap Pasal 74 ayat (1) dan ayat (2) huruf c UU MIG. Adapun kedua pasal tersebut mengatur mengenai penghapusan merek terdaftar yang tidak digunakan (non-use).
  2. PEMBAHASAN
    Berdasarkan Putusan MK Nomor 144/PUU-XXI/2023 menyatakan bahwa Pasal 74 ayat (1) UU MIG bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:“Penghapusan merek terdaftar dapat pula diajukan oleh pihak ketiga yang berkepentingan dalam bentuk gugatan ke Pengadilan Niaga dengan alasan merek tersebut tidak digunakan selama 5 (lima) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir”.Selain itu MK menyatakan Pasal 74 ayat (2) huruf c bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Larangan serupa lainnya, termasuk dalam kondisi force majeure yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah”.

    Perpanjangan Waktu Penghapusan Merek Terdaftar yang Tidak Digunakan (Non-Use).
    Sebelumnya Pasal 74 ayat (1) MIG mengatur bahwa penghapusan merek terdaftar dapat diajukan oleh pihak ketiga yang berkepentingan dengan alasan merek tersebut tidak digunakan selama 3 tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir. Perlu diketahui bahwa ketentuan tersebut telah diatur sejak undang-undang merek tahun 1992 hingga saat ini yang diadopsi dari Article 19 Annex Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (“TRIPs”) Agreement. Namun demikian ketentuan ini hanya merupakan batas minimal. Pada praktiknya negara-negara peserta bebas menentukan batasan waktu sepanjang tidak bertentangan dengan batas minimum sesuai dengan TRIPs Agreement.

    MK mempertimbangkan bahwa meskipun Indonesia menganut asas first to file akan tetapi dengan memperhatikan kekhususan perekonomian bangsa yang bertumpu pada Usaha Mikro Kecil Menengah (“UMKM”) maka perlu dilakukan penyesuaian batas waktu non-use pada merek terdaftar yang semula 3 tahun menjadi 5 tahun berturut-turut. Dengan perpanjangan waktu tersebut diharapkan dapat memberikan ruang waktu yang cukup bagi pemilik merek terdaftar apabila terjadi keadaan luar biasa (force majeure). Sehingga pengusaha skala UMKM masih memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan kembali produksi barang atau jasa dengan merek terdaftarnya.

    Larangan Serupa Lainnya
    Pasal 74 ayat (2) UU MIG sebelumnya mengatur alasan-alasan lain yang dapat menjadi pengecualian dari penghapusan merek terdaftar yang tidak digunakan termasuk ketentuan dalam huruf  c yaitu “adanya larangan serupa lainnya”. Norma tersebut tidak secara jelas mengatur apa yang dimaksud dengan “larangan serupa lainnya” penjelasan pasal tersebut juga hanya menyatakan “cukup jelas”.

    Menurut pertimbangan MK perlu adanya penegasan lingkup larangan serupa lainnya tersebut termasuk apabila terjadi keadaan force majeure seperti krisis ekonomi, moneter, bencana alam, dan pandemi. MK kemudian  mempertimbangkan bahwa hal tersebut dapat mempengaruhi iklim perekonomian masyarakat baik dari sisi pengusaha atau pemilik merek dengan konsumen, atau dengan kata lain kondisi force majeure tersebut merupakan salah satu alasan yang menyebabkan pemilik hak atas merek tidak dapat menggunakan merek yang terdaftar miliknya atau tidak dapat menjalankan usaha sebagaimana mestinya.

  3. KESIMPULAN
    Putusan MK Nomor 144/PUU-XXI/2023 ini ditujukan kepada UMKM mengingat perekonomian negara menurut MK sangat bergantung kepada UMKM. Meskipun demikian putusan ini bermanfaat bagi semua pemilik merek.
Daffa Fahrizky Mahardhika

Source:

  • Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 144/PUU-XXI/2023.
Read Also  Pengelolaan Rumah Susun Berdasarkan Undang-Undang Rumah Susun