Dengan semakin berkembangnya dunia bisnis sekarang ini, kegiatan usaha suatu Perseroan Terbatas (“Perseroan”) juga semakin berkembang. Banyak Perseroan yang memperluas kegiatan bidang usahanya untuk mengimbangi perkembangan bisnis yang terjadi, sehingga pemisahan beberapa usaha dalam satu Perseroan merupakan alternatif yang dapat dilakukan oleh Perseroan untuk melakukan efisiensi usaha dan menekan ongkos operasi disamping untuk mengejar laba yang lebih maksimal. Pemisahan memungkinkan suatu Perseroan memisahkan satu atau beberapa kegiatan usaha ke dalam Perseroan yang menerima pemisahan. Dengan melakukan pemisahan suatu Perseroan dapat lebih memfokuskan pada usaha intinya (core business) dan juga dapat mengurangi risiko usaha pada Perseroan akibat meluasnya kegiatan usaha yang dilakukan oleh Perseroan yang bersangkutan.

Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 (“UU PT”) mendefinisikan Pemisahan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) Perseroan atau lebih.

UU PT membedakan Pemisahan kedalam 2 (dua) jenis pemisahan yaitu Pemisahan murni dan Pemisahan tidak murni. Pemisahan murni adalah Pemisahan yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan Perseroan yang melakukan Pemisahan tersebut berakhir karena hukum. Sedangkan pada Pemisahan tidak murni atau spin off  adalah Pemisahan yang mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) Perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan Perseroan yang melakukan Pemisahan tetap ada.

Persamaan dari kedua Pemisahan ini adalah adanya peralihan karena hukum atas aktiva dan pasiva dari Perseroan yang melakukan pemisahan. Sedangkan perbedaannya terletak pada eksistensi Perseroan yang melakukan Pemisahan setelah pemisahan tersebut dilakukan. Pada Pemisahan murni, Perseroan yang melakukan pemisahan berakhir karena hukum, sedangkan pada Pemisahan tidak murni, Perseroan yang melakukan Pemisahan tidak berakhir.

Read Also  Podcast on Real Estate Law - Perbedaan Luas

Suatu Perseroan apabila akan melakukan Pemisahan harus memperhatikan kepentingan Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan, kreditor dan mitra usaha lainnya, serta masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha. Pemisahan tidak dapat dilakukan apabila akan merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu.

Direksi Perseroan yang akan melakukan Pemisahan wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS’). Pengumuman ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada kreditor atau pihak-pihak lain yang merasa keberatan akan rencana Pemisahan agar dapat mengajukan keberatannya. Kreditor atau pihak yang merasa keberatan dapat mengajukan keberatan atas rencana Pemisahan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman. Apabila dalam jangka waktu tersebut ternyata Kreditor tidak mengajukan keberatan, maka kreditor dianggap menyetujui Pemisahan.

Keputusan untuk melakukan Pemisahan harus didasarkan pada keputusan RUPS untuk menyetujui Pemisahan Perseroan yang hanya dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS, dan keputusan RUPS adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit  ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. Selanjutnya, rancangan pemisahan yang telah disetujui RUPS dituangkan ke dalam Akta Pemisahan yang dibuat di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia.

Maria Amanda