Pendahuluan

Munculnya pandemi Coronavirus Disease of 2019 (“COVID-19”) pada tahun 2020 silam telah memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap seluruh lini kehidupan manusia, tanpa terkecuali di bidang bisnis dan hukum, di mana pada saat itu, banyak permasalahan hukum yang timbul dari pandemi COVID-19, di antaranya, sengketa hukum sehubungan dengan ketidakpelaksanaan atau keterlambatan pemenuhan suatu atau beberapa kewajiban dari suatu pihak berdasarkan kontrak dikarenakan pandemi.

Terdapat kekhawatiran para pihak terkait bagaimana menyelesaikan sengketa hukum tersebut, terlebih lagi jika kontrak tersebut mengatur bahwa setiap sengketa akan diselesaikan melalui suatu institusi arbitrase internasional dengan tempat persidangan yang berada di luar negeri, sedangkan mayoritas negara di dunia telah mengeluarkan kebijakan karantina negara (lockdown) yang melarang setiap warga untuk bepergian ke luar negeri.1 Namun demikian, arbitrase memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dari penyelesaian sengketa secara litigasi, yakni adanya asas kebebasan berkontrak (dalam arbitrase, lebih dikenal sebagai prinsip party autonomy), di mana para pihak dapat bersama-sama menentukan tempat persidangan serta tata cara persidangan arbitrase sesuai dengan kebutuhan para pihak.2 Berbekal asas kebebasan berkontrak serta bantuan teknologi yang ada saat ini, suatu solusi telah diciptakan untuk menjawab permasalahan tersebut, yakni persidangan arbitrase secara daring.

Hasil survei dari institusi arbitrase, International Chamber of Commerce (“ICC”) pada tahun 2020 melaporkan bahwa 36 persen dari para pihak yang berperkara melalui ICC telah berpartisipasi dalam persidangan arbitrase secara daring pada triwulan pertama di tahun 2020, dan kemudian, persentase tersebut meningkat hingga 71 persen pada triwulan terakhir pada tahun yang sama.3 Hal ini dikarenakan bahwa persidangan arbitrase secara daring merupakan solusi utama atas larangan bepergian, baik antarkota maupun lintas negara yang dikenakan oleh pemerintah di seluruh dunia ketika pandemi COVID-19.

Pada tahun 2020, Singapore International Arbitration Centre (“SIAC”) menerbitkan panduan mengenai arbitrase jarak jauh (SIAC Guide – Taking Your Arbitration Remote/“Panduan SIAC”) yang mana memuat terkait isu-isu hukum dan teknis utama yang harus dipertimbangkan serta disepakati oleh para pihak sebelum memulai persidangan arbitrase secara daring. Saat ini, SIAC sedang menyusun SIAC Arbitration Rules 7th Edition Consultation Draft (“Draft Peraturan SIAC”), di mana Draft Peraturan SIAC juga mengakomodir hal yang sama. Lantas timbul pertanyaan apakah persidangan arbitrase secara daring lebih menghemat biaya arbitrase institusional jika dibandingkan dengan biaya persidangan arbitrase institusional secara tatap muka? Mengingat, arbitrase institusional, khususnya untuk persidangan arbitrase internasional, dipandang sangat membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Artikel ini akan membahas lebih jauh terkait dengan persidangan arbitrase secara daring dan akan menjawab pertanyaan apakah persidangan arbitrase secara daring dapat menekan biaya arbitrase institusional.

Pembahasan

  1. Arbitrase Institusional
    Dalam teori dan praktik arbitrase, secara umum, terdapat dua bentuk arbitrase, arbitrase institusional dan arbitrase ad hoc.4 Arbitrase institusional merupakan arbitrase yang dikelola oleh suatu institusi arbitrase khusus berdasarkan prosedur dan peraturan arbitrase institusi itu sendiri.5 Sementara itu, arbitrase ad hoc merupakan suatu arbitrase yang diatur sepenuhnya oleh arbiter dan para pihak, sehingga para pihak harus merencanakan dan menentukan sendiri prosedur arbitrase di bawah pengawasan majelis/arbiter tunggal.6
    Secara umum, arbitrase institusional menawarkan kelebihan-kelebihan yang besar, yakni, (i) aturan prosedural yang komprehensif, (ii) institusi diberikan kewenangan untuk menunjuk arbiter berdasarkan permintaan para pihak atau ketika para pihak gagal untuk sepakat dalam penunjukan arbiter, dan (iii) administrasi yang baik (termasuk pengelolaan perkara dan komunikasi kepada para pihak).7 Sementara itu, kekurangan institusi arbitrase, salah satunya adalah beberapa institusi arbitrase mengenakan biaya yang mahal, khususnya terkait biaya administratif dan biaya pemeriksaan perkara.8

    Selanjutnya, arbitrase ad hoc menawarkan fleksibilitas yang lebih kepada para pihak untuk mengatur arbitrase sesuai dengan kebutuhan yang khusus dari para pihak, serta biaya arbitrase cenderung lebih murah dibandingkan dengan arbitrase institusional.9 Namun demikian, apabila para pihak gagal untuk bekerja sama terkait arbitrase dikarenakan kurangnya pengalaman dalam arbitrase, hal ini dapat menjadi sebuah bencana terhadap arbitrase para pihak.10

    Terlepas dari kekurangan arbitrase institusional yang mana mengenakan biaya arbitrase yang mahal, para pihak cenderung untuk memilih arbitrase institusional dibandingkan dengan arbitrase ad hoc, dengan pertimbangan bahwa ketidakahlian para pihak dalam arbitrase serta putusan yang tidak benar dalam arbitrase ad hoc justru akan menimbulkan biaya yang lebih mahal dari biaya arbitrase yang dikenakan oleh institusi arbitrase.11

  2. Persidangan Arbitrase secara Daring di SIAC
    Persidangan arbitrase secara daring di SIAC telah diperkenalkan sejak bulan Agustus 2020 ketika pandemi COVID-19 muncul. Pada waktu itu, SIAC menerbitkan Panduan SIAC yang mana mengatur isu-isu hukum serta teknis yang harus diperhatikan oleh para pihak apabila para pihak berkehendak untuk melakukan persidangan arbitrase secara daring, seperti kesepakatan para pihak untuk persidangan arbitrase secara daring, pemilihan platform, dan tata tertib pelaksanaan persidangan.12

    Panduan SIAC di atas didasarkan pada fleksibilitas yang ditetapkan oleh SIAC Arbitration Rules 6th Edition (2016) (“Peraturan SIAC 2016”). Berdasarkan Peraturan SIAC 2016, majelis arbitrase wajib melaksanakan arbitrase dengan cara yang dianggap wajar dan sesuai, setelah berkonsultasi dengan para pihak, untuk memastikan keputusan akhir terhadap sengketa yang adil, cepat, dan ekonomis.13 Lebih lanjut, Peraturan SIAC 2016 juga memberikan mandate bahwa segera setelah terbentuknya majelis arbitrase, majelis arbitrase wajib segera mengadakan pertemuan awal dengan para pihak, baik secara tatap muka maupun dengan “cara lain”, untuk membahas prosedur persidangan mana yang lebih sesuai dan efisien untuk penyelesaian sengketa tersebut.14 Namun demikian, pada saat itu Peraturan SIAC 2016 belum secara eksplisit menuangkan istilah persidangan secara elektronik.

    Pada tahun 2023, SIAC merilis Draft Peraturan SIAC serta mengumumkan masa konsultasi publik terhadap Draft Peraturan SIAC tersebut.15 Pasal 39.2 Draft Peraturan SIAC memberikan kewenangan para pihak untuk menentukan format persidangan (seperti tatap muka, hybrid, melalui videoconference, teleconference, atau format komunikasi elektronik lainnya) dan majelis arbitrase, setelah mempertimbangkan pandangan para pihak, akan menentukan tanggal waktu, format persidangan dan akan mengirimkan pemberitahuan mengenai hal tersebut kepada para pihak.

  3. Bukti-Bukti, Dokumen, Saksi, Ahli dan Putusan
    Draft Peraturan SIAC memperkenalkan fitur terbaru, yakni SIAC Gateway yang merupakan sistem manajemen perkara yang dikelola oleh SIAC dan dapat diakses oleh para pihak. SIAC Gateway mungkin terinspirasi oleh system manajemen perkara pendahulu-nya yang dikelola oleh sesama institusi arbitrase internasional lainnya, antara lain, SCC Platform milik the Arbitration Institute of the Stockholm Chamber of Commerce (“SCC”) yang diluncurkan pada tahun 201916, atau ICC Case Connect milik ICC yang diluncurkan pada tahun 202217. Untuk mengoperasikan SIAC Gateway, SIAC telah bermitra dengan Opus 218, salah satu penyedia perangkat lunak dan jasa untuk pasar sengketa hukum global terkemuka di dunia.

    Setelah notifikasi terkait dimulainya arbitrase, secretariat SIAC dapat memerintahkan para pihak untuk mengunggah seluruh komunikasi tertulis, termasuk namun tidak terbatas pada, pemberitahuan, komunikasi, korespondensi, proposal, keterangan saksi, keterangan ahli, bukti-bukti serta dokumen-dokumen lainnya yang dibuat, diajukan atau ditukar dalam persidangan arbitrase ke dalam SIAC Gateway.19

    Setiap pihak dapat meminta agar saksi(-saksi) hadir untuk memberikan kesaksian secara verbal, baik secara tatap muka, melalui videoconference, atau bentuk komunikasi elektronik lainnya.20 Namun demikian, hal tersebut tunduk pada ketentuan bahwa majelis arbitrase memiliki kewenangan untuk memerintahkan, menolak untuk mengizinkan atau membatasi kehadiran saksi(-saksi) untuk memberikan kesaksian secara verbal pada persidangan.21

    Apabila dimintakan oleh para pihak atau ditentukan oleh majelis arbitrase, ahli(-ahli) yang ditunjuk oleh majelis arbitrase, setelah penyerahan keterangan dari ahli(-ahli) secara tertulis, memberikan keterangan secara lisan di depan persidangan baik secara tatap muka, melalui videoconference, atau bentuk komunikasi elektronik lainnya.22

    Sementara itu, putusan arbitrase akan dibuat secara tertulis oleh (para) arbiter. Majelis arbitrase juga dapat menentukan, setelah mempertimbangkan pandangan para pihak serta melakukan konsultasi dengan sekretariat, apakah putusan arbitrase tersebut ditandatangani pada salinannya secara basah atau secara elektronik.23

  4. Biaya Arbitrase
    Biaya arbitrase termasuk persidangan arbitrase secara daring ditentukan oleh secretariat SIAC sesuai dengan Lampiran Biaya (Schedule of Fees) dan Catatan Praktik (Practice Notes). Biaya arbitrase tersebut mencakup (i) biaya dan pengeluaran majelis arbitrase, (ii) biaya dan pengeluaran administrasi SIAC, (iii) biaya dan pengeluaran arbiter darurat (jika menggunakan prosedur arbitrase darurat), (iv) biaya dan pengeluaran sekretaris majelis, (v) biaya atas setiap ahli yang ditunjuk oleh majelis arbitrase dan setiap bantuan yang secara wajar dimintakan oleh majelis arbitrase, dan (vi) biaya pengajuan (“Biaya Arbitrase SIAC”), di mana untuk komponen biaya majelis arbitrase dan SIAC, biaya akan tunduk pada nilai nominal sengketa.24 Sementara itu, untuk biaya pengajuan akan tunduk pada kewarganegaraan para pihak.25
  5. Hal-Hal yang Perlu Dipertimbangkan Para Pihak terkait Biaya dalam Persidangan Arbitrase secara Daring
    Sebagaimana yang telah dipaparkan dalam bagian sebelumnya, biaya arbitrase pada institusi arbitrase SIAC, ditetapkan secara proporsional berdasarkan nilai nominal sengketa, bukan berdasarkan cara persidangan yang dipilih oleh para pihak. Maka dari itu, Biaya Arbitrase SIAC dalam persidangan arbitrase secara tatap muka dan secara daring adalah sama.

    Namun demikian, terdapat hal-hal yang dapat dipertimbangkan oleh para pihak terkait biaya dalam persidangan arbitrase secara daring, antara lain:

    • Biaya perjalanan dan akomodasi para pihak, arbiter(-arbiter), saksi(-saksi), dan ahli(-ahli). Persidangan arbitrase secara daring dianggap dapat mengurangi biaya perjalanan serta akomodasi, khususnya, dalam arbitrase internasional di mana para pihak, arbiter(-arbiter), saksi(-saksi), dan ahli(-ahli) harus menempuh jarak yang jauh untuk mencapai tempat persidangan.26
    • Biaya jasa platform yang digunakan untuk melakukan arbitrase secara daring, baik jasa platform videoconference, teleconference, atau komunikasi elektronik lainnya.
    • Biaya penunjang lainnya, seperti biaya interpreter dan penerjemah,

Kesimpulan

Pandemi COVID-19 telah merubah cara hidup manusia termasuk sehubungan dengan persidangan arbitrase. Persidangan arbitrase secara daring telah diperkenalkan sebagai suatu solusi terhadap situasi pandemi. Beberapa tahun setelah pandemi, institusi arbitrase, SIAC telah berupaya untuk mengakomodir aturan dan prosedur tentang persidangan arbitrase secara daring melalui Draft Peraturan SIAC, termasuk biaya arbitrase dan yang terkini adalah fitur SIAC Gateway, suatu sistem manajemen perkara yang dikelola oleh SIAC. Meskipun tidak terdapat perbedaan terkait biaya arbitrase antara persidangan arbitrase secara daring dan tatap muka, persidangan arbitrase secara daring dapat menjadi solusi bagi para pihak untuk menekan pengeluaran-pengeluaran, khususnya, terkait pengeluaran perjalanan ke tempat persidangan arbitrase.

Dodi Roikardi

Sources

  1. Aram Aghababyan dan lainnya, “Dampak Global Pandemi terhadap Arbitrase: Eksekusi dan Implikasi Lainnya”, Kluwer Arbitration, 19 Agustus 2020, tersedia pada https://arbitrationblog.kluwerarbitration.com/2020/08/19/global-impact-of-the-pandemic-on-arbitration-enforcement-and-other-implications/, diakses pada tanggal 5 Februari 2024.
  2. Russell Thirgood, “Persidangan Jarak Jauh: Tantangan dan Hikmah”, International Bar Association (IBA), 27 September 2022, tersedia pada https://www.ibanet.org/clint-september-2022-feature-5, diakses pada tanggal 5 Februari 2024.
  3. Ibid.
  4. Ulrich G. Schroeter, “Arbitrase Ad Hoc atau Arbitrase Institusional – Suatu Pembeda yang Jelas? Tinjauan Lebih Dekat pada Perkara-Perkara Lintas Batas”, Contemporary Asia Arbitration Journal (2017), halaman 143.
  5. Zisha Rizvi, “Pergeseran Menuju Arbitrase Institusional: Menelaah Secara Kritis Undang-Undang Arbitrase (Amandemen) 2019”, 1 Maret 2020, halaman 9.
  6. Hong Kong International Arbitration Centre (HKIAC), https://www.hkiac.org/arbitration/what-is-arbitration, diakses pada tanggal 5 Februari 2024.
  7. William Hartnett, QC dan Michael Schafler, “Arbitrase Ad Hoc melawan Arbitrase Institusional – Kelebihan dan Kekurangan”, ADR Institute of Canada, September 2017, tersedia pada https://adric.ca/wp-content/uploads/2017/09/Hartnett-and-Shafler.pdf, diakses pada tanggal 2 Februari 2024.
  8. Ibid.
  9. Ibid.
  10. Ibid.
  11. Namrata Shah dan Niyati Gandhi, “Arbitrase: Satu Ukuran Tidak Pas untuk Semua: Perlunya Mengembangkan Arbitrase Institusional di Negara Berkembang”, Journal of International Commercial Law and Technology Vol. 6, Issue 4 (2011), halaman 236.
  12. SIAC, “Panduan SIAC – Membawa Arbitrase Anda Jarak Jauh”, Sekretariat SIAC, Agustus 2020, tersedia pada https://siac.org.sg/wp-content/uploads/2022/07/SIAC-Guides-Taking-Your-Arbitration-Remote-August-2020.pdf, diakses pada tanggal 24 Januari 2024.
  13. Pasal 19 ayat (1) Peraturan SIAC 2016.
  14. Pasal 19 ayat (3) Peraturan SIAC 2016.
  15. SIAC, “SIAC Mengumumkan Konsultasi Publik terhadap Draft Edisi Ketujuh dari SIAC Rules”, 22 Agustus 2023, tersedia pada https://siac.org.sg/wp-content/uploads/2023/08/Press-Release-SIAC-Announces-Public-Consultation-on-the-Draft-7th-Edition-of-the-SIAC-Rules.pdf, diakses pada tanggal 24 January 2024.
  16. SCC Arbitration Institute, https://sccarbitrationinstitute.se/en/case-management diakses pada tanggal 23 Februari 2024.
  17. ICC, “ICC meluncurkan ICC Case Connect: Manajemen Perkara Daring yang Aman membuat lebih mudah”, 12 Oktober 2022, tersedia pada https://iccwbo.org/news-publications/news/icc-launches-icc-case-connect-secure-online-case-management-made-easy/ diakses pada tanggal 23 Februari 2024.
  18. Opus 2, https://insight.opus2.com/siac-reveals-digital-solution-powered-by-opus-2, diakses pada tanggal 23 Februari 2024.
  19. Pasal 4.2 juncto Pasal 2.1 Draft Peraturan SIAC.
  20. Pasal 40.4 Draft Peraturan SIAC.
  21. Pasal 40.2 Draft Peraturan SIAC.
  22. Pasal 41.6 Draft Peraturan SIAC.
  23. Pasal 52.1 dan 52.2 Draft Peraturan SIAC.
  24. Pasal 57.2 dan 57.3 Draft Peraturan SIAC.
  25. SIAC, https://siac.org.sg/siac-schedule-of-fees, diakses pada tanggal 5 Februari 2024.
  26. Joseph R Profaizer dan lainnya, “Biaya-Biaya”, Panduan terhadap Kerugian dalam Arbitrase Internasional – Edisi Kelima, 19 Desember 2022, tersedia pada https://globalarbitrationreview.com/guide/the-guide-damages-in-international-arbitration/5th-edition/article/costs, diakses pada tanggal 6 Februari 2024.
Read Also  Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Pemukiman Dengan Hunian Berimbang