Latar Belakang

Dalam suatu perkara perdata, terdapat 2 (dua) pihak yang dikenal sebagai penggugat dan tergugat. Apabila pihak penggugat merasa dirugikan haknya, maka ia akan membuat surat gugatan yang didaftarkan kepada pengadilan negeri setempat yang berwenang dan kemudian oleh pengadilan negeri disampaikan kepada pihak tergugat. Dalam hal surat gugatan yang telah didaftarkan oleh penggugat, maka penggugat dapat melakukan perubahan gugatan. Perubahan gugatan adalah salah satu hak yang diberikan kepada penggugat dalam hal mengubah atau mengurangi isi dari surat gugatan yang dibuat olehnya. Dalam hal ini, baik hakim maupun tergugat tidak dapat menghalangi dan melarang penggugat untuk mengubah gugatannya tersebut. Perubahan gugatan harus tetap mengedepankan nilai-nilai hukum yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pengaturan mengenai perubahan gugatan tidak diatur dalam Herziene Indonesich Reglement (“HIR”) maupun Rechtsreglement Buitengewesten (“RBg”), namun diatur dalam Pasal 127 Reglement op de Rechtsvordering (“Rv”), yang menyatakan bahwa:

Penggugat berhak untuk mengubah atau mengurangi tuntutannya sampai saat perkara diputus, tanpa boleh mengubah atau menambah pokok gugatannya.”

 

Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa penggugat memiliki hak untuk mengajukan perubahan gugatan, namun hanya yang bersifat mengurangi atau tidak menambah dasar daripada tuntutan dan peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar tuntutan. Jika perubahan gugatan berupa penambahan dasar atau peristiwa yang menjadi dasar tuntutan, maka hal tersebut akan sangat merugikan kepentingan tergugat. Dengan kata lain, perubahan gugatan diperbolehkan selama tidak merubah materi gugatan, melainkan hanya segi formal dari gugatan (misalnya: perubahan atau penambahan alamat penggugat, nama atau alias dari penggugat atau tergugat)

 

Syarat Perubahan Gugatan

Read Also  Syarat Materil Gugatan Rekonvensi

Peraturan mengenai syarat mengajukan perubahan gugatan tidak terdapat dalam Pasal 127 Rv.  Namun, dalam buku pedoman yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung (“MA”), terdapat syarat formil untuk mengajukan perubahan gugatan, dimana hal tersebut sangat penting diterapkan dalam praktik peradilan. Dalam buku pedoman MA, dijelaskan mengenai syarat formil dalam mengajukan perubahan gugatan, yaitu[1]:

 

a.    Pengajuan perubahan pada sidang yang pertama dihadiri tergugat

Syarat formil ini, ditegaskan oleh MA dalam buku pedoman, yang menyatakan:

  • Diajukan pada hari sidang pertama, dan
  • Dihadiri oleh para pihak

Dari ketentuan tersebut, penggugat juga tidak dibenarkan mengajukan perubahan gugatan:

  • Di luar hari sidang, dan
  • Pada sidang yang tidak dihadiri tergugat.

Tujuan dari syarat-syarat formil ini adalah untuk melindungi kepentingan tergugat dalam membela diri. Jika perubahan dibenarkan di luar sidang dan di luar hadirnya tergugat, maka akan dianggap sangat merugikan kepentingan tergugat.

b.    Memberi hak kepada tergugat untuk menanggapi

Syarat formil ini pun digariskan oleh MA, yang menyatakan:

  • Menanyakan kepada tergugat tentang perubahan gugatan yang bersangkutan,
  • Memberi hak dan kesempatan kepada tergugat untuk menanggapi dan membela kepentingannya.

 

c.    Tidak menghambat acara pemeriksaan

Dalam hal ini, perubahan gugatan tidak boleh menghambat jalannya pemeriksaan di pengadilan. Apabila perubahan gugatan tersebut menghambat jalannya pemeriksaan, maka akan menjadi masalah baru lagi di antara kedua belah pihak yang berperkara, seperti bertambahnya jangka waktu proses pemeriksaan sehingga memakan waktu yang lama dalam proses penyelesaian perkaranya.

Perubahan gugatan tersebut diajukan kepada majelis hakim yang memeriksa perkara. Apabila perubahan gugatan sudah diterima oleh hakim, maka hakim wajib untuk memeriksa isi dari perubahan gugatan tersebut. Hal terpenting yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan tersebut terletak pada konten atau isi dari perubahan gugatan yang diajukan, yakni apakah gugatan yang telah diubah itu bertentangan atau tidak bertentangan dengan hukum. Oleh karena itu, peran hakim dalam masalah perubahan gugatan yang telah diajukan ini sangat penting karena apabila isi dari perubahan gugatan tersebut bertentangan dengan hukum, sedangkan hakim menyetujui perubahan gugatan yang bertentangan dengan hukum tersebut, maka dapat dikatakan bahwa hakim telah melanggar kewajibannya untuk menegakkan keadilan.

Read Also  Reconventie

 

Alsha Alexandra Kartika



[1] Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan, Buku II, MA RI: Jakarta, April 1994, hlm. 110.