Poin Pembelajaran
Tanah yang digadaikan melebihi 7 tahun harus dikembalikan kepada pemilik tanah tanpa harus membayar uang tebusan sedangkan pemegang gadai yang menguasai tanah lebih dari 7 tahun harus membayar ganti kerugian kepada pemilik tanah.
Ringkasan Pokok Perkara
Orang tua Para Penggugat memiliki sebidang tanah seluas ± 25 are. Pada tahun 1982 tanah objek sengketa tersebut dijaminan oleh orang tua Para Penggugat untuk pinjaman uang sebesar Rp. 200.000. Uang tersebut digunakan untuk kepentingan ongkos naik haji dan sepulangnya ibadah haji H. Yasin belum dapat mengembalikan uang pinjamannya kepada Tergugat. Pada tahun 2006, Penggugat III telah mendatangi Tergugat untuk melunasi utang H. Yasin (orangtua Penggugat III), namun ditolak karena Tergugat masih ingin mengerjakan tanah objek sengketa dan disetujui oleh H. Yasin.
Setelah H. Yasin meninggal di tahun 2006, Penggugat III kembali lagi menemui Tergugat untuk melunasi pembayaran utang kepada Tergugat, namun Tergugat menolak pembayaran dengan alasan bahwa tanah sudah dilaukan jual beli labur. Pada tahun 2009, terjadi perubahan nama dalam buku Kohir dan buku Penetapan Pajak dari nama orang tua Para Penggugat menjadi H. Muhammad Amin. Tergugat beritikad buruk untuk memiliki objek sengketa (tanah) secara tidak sah dan melawan hukum. Selain itu, tanah tersebut telah dirubah bentuk dari kebun menjadi lahan pembuatan batu bata dengan cara menggali tanah objek sengketa, sehingga objek sengketa telah dirusak tanpa izin penggugat.
Pertimbangan Hakim
Pada pengadilan tingkat pertama, Majelis Hakim menolak gugatan Para Penggugat dengan alasan bahwa Para Penggugat tidak bisa membuktikan penguasaan tanah oleh Tergugat atas dasar gadai.
Putusan tingkat pertama dibatalkan pada tingkat banding dengan pertimbangan hukum bahwa tanah objek sengketa adalah milik Para Penggugat sebagai ahli waris H. Yasin Bin Ali At Anwar.
Majelis hakim pada tingkat banding memberikan pertimbangan hukum bahwa transaksi jual beli labur di bawah tangan harus bersifat “terang dan tunai” dimana syarat terang tidak terpenuhi karena tidak adanya saksi dari kepala desa setempat dan saksi lainnya yang cakap.
Majelis Hakim pada tingkat banding berkeyakinan bahwa peristiwa hukum yang terjadi antara orang tua Para Penggugat dengan H.M. Amin (Tergugat) adalah gadai atas pinjaman untuk ibadah haji. Sehingga, jika masa gadainya telah berlangsung 7 tahun, maka tanah tersebut harus segera dikembalikan kepada pemberi gadai (pemilik tanah) tanpa syarat apa pun termasuk tanpa kewajiban pemberi gadai untuk membayar uang tebusan.
Terhadap putusan Pengadilan Tinggi Mataram tersebut, tergugat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Namun, Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi dari Tergugat dengan pertimbangan hukum bahwa perbuatan hukum yang terjadi antara H. Yasin dengan H.M. Amin adalah gadai tanah. Majelis Hakim tingkat kasasi sependapat dengan Putusan Pengadilan Tinggi Mataram. Oleh karena gadai tanah tersebut telah lebih dari 7 tahun, maka tanah tersebut harus segera dikembalikan.
I Gusti Made Rajendra Nananjaya