Pendahuluan
Hukum kontrak merupakan aturan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan suatu perjanjian (Salim, 2019: 3). Pada dasarnya, perjanjian (kontrak) merupakan suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain untuk melaksanakan suatu prestasi. Prestasi dalam suatu kontrak berperan penting dalam hubungan hukum yang dilakukan oleh para pihak yang berjanji. Tanpa adanya prestasi yang jelas, suatu hubungan hukum yang dibentuk berdasarkan tindakan hukum, tidak akan mempunyai makna apapun bagi hukum kontrak (Harahap, 1982: 6-7).
Dalam sistem hukum Indonesia, prinsip ini tercermin dalam Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan (perjanjian), baik karena undang-undang.” Berdasarkan ketentuan ini, dapat dipahami bahwa kewajiban perdata atau prestasi dapat secara sah ditetapkan melalui kesepakatan para pihak yang secara sadar dan sengaja membentuk perikatan. Oleh karena itu, ketika para pihak mencapai kata sepakat dan memenuhi syarat sahnya perjanjian, maka timbul suatu perikatan yang harus dipenuhi dan bersifat mengikat secara hukum.
Setelah para pihak mencapai kesepakatan dan memenuhi persyaratan hukum untuk suatu perjanjian yang sah, maka timbul kewajiban yang mengikat.
Seiring dengan kemajuan zaman dan teknologi, bentuk dari kontrak pun kerap berkembang. Salah satu bentuknya adalah clickwrap agreement, yaitu metode memperoleh persetujuan dalam lingkungan digital atau daring, di mana suatu kontrak dianggap terbentuk ketika pengguna mengeklik kolom atau ikon yang menandakan persetujuan mereka terhadap syarat dan ketentuan tertentu sebelum mengakses layanan yang ditawarkan oleh penyedia layanan. Meningkatnya penggunaan clickwrap agreement, sebagaian besar disebabkan karena kepraktisan dan kemudahan yang ditawarkan kepada penyedia layanan dalam memperoleh persetujuan pengguna.
Meskipun pendekatan ini menawarkan kemudahan bagi kedua belah pihak, pendekatan ini juga menghadirkan tantangan tersendiri. Di satu sisi, kemudahan ini meningkatkan efektivitas penyedia layanan untuk mendapatkan persetujuan penggunanya terkait syarat dan ketentuan yang ditetapkannya. Namun di sisi lain, kesederhanaan dari kontrak satu klik ini sering kali membuat pengguna mengabaikan untuk membaca atau memahami secara menyeluruh syarat dan ketentuan yang diberikan. Akibatnya, ketika timbul sengketa, banyak orang mulai mempertanyakan keabsahan kontrak tersebut, dengan meragukan apakah persetujuan yang diperoleh dengan cara semudah itu dapat dianggap sama mengikatnya dengan kontrak konvensional. Permasalahan ini telah menimbulkan kekhawatiran mengenai kekuatan hukum mengikat dari clickwrap agreement dan apakah bentuk kontrak tersebut benar-benar mencerminkan persetujuan yang didapatkan berdasarkan informasi penuh dan secara sukarela.
Pembahasan
Istilah clickwrap, timbul dari metode pemberian persetujuan yang dilakukan dalam dunia digital atau daring, di mana suatu persetujuan dianggap telah terjadi ketika pengguna menyetujui syarat dan ketentuan dengan mengeklik tombol atau ikon bertuliskan “Saya Setuju” atau “Saya Menerima” yang disediakan oleh penyedia layanan. Proses ini menandai penerimaan atas syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh penyedia layanan, tanpa perlu adanya keterlibatan fisik maupun tanda tangan tertulis sebagaimana kontrak konvensional.
Hingga saat ini, istilah clickwrap agreement belum secara khusus digunakan atau diatur dalam hukum Indonesia. Namun demikian, sebagai bentuk dari kontrak elektronik, clickwrap agreement tunduk pada ketentuan mengenai kontrak elektronik berdasarkan hukum Indonesia. Kontrak elektronik sendiri telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (”UU ITE”). Kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik. Ketika menilai dari aspek keabsahanya, Pasal 18 ayat (1) UU ITE menegaskan bahwa transaksi elektronik yang dituangkan ke dalam kontrak elektronik mengikat para pihak.
Istilah clickwrap merujuk pada metode untuk memperoleh persetujuan dalam lingkungan digital atau daring.
Sebagai suatu bentuk kontrak, penerapan clickwrap agreement juga harus tunduk pada syarat-syarat sahnya perjanjian menurut KUHPerdata. Oleh karena itu, clickwrap agreement akan tetap sah dan mengikat para pihak selama memenuhi syarat sah perjanjian sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Ketentuan dalam KUHPerdata ini juga tercermin dalam ketentuan mengenai keabsahan kontrak elektronik sebagaimana diatur dalam Pasal 46 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (“PP 71/2019”), yang mengatur bahwa:
”Kontrak Elektronik dianggap sah apabila:
- terdapat kesepakatan para pihak;
- dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;
- terdapat hal tertentu; dan
- objek transakti tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.”
Namun, seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, salah satu isu utama yang timbul dari penggunaan clickwrap agreement adalah kapan persetujuan tersebut dianggap mengikat. Hal ini terjadi karena clickwrap agreement umumnya disajikan dalam bentuk kontrak baku. Seperti halnya kontrak baku konvensional, clickwrap agreement tidak memberikan kesempatan kepada pengguna untuk merundingkan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh penyedia layanan. Kondisi tersebut mengakibatkan adanya situasi ‘take it or leave it,’ di mana pengguna tidak memiliki pilihan selain menyetujui semua ketentuan yang telah ditentukan untuk dapat mengakses layanan yang ditawarkan.
Salah satu permasalahan utama yang timbul dari penggunaan perjanjian clickwrap adalah mengenai kapan perjanjian tersebut dianggap mengikat secara hukum.
Lebih lanjut, karena bentuk kontrak ini yang semakin umum digunakan dalam praktik daring dan digital, mayoritas pengguna cenderung menerima perjanjian tanpa membaca atau memahami isinya secara menyeluruh. Faktanya, banyak pengguna mungkin tidak menyadari bahwa melalui satu kali klik, mereka telah memasuki hubungan hukum, yaitu membentuk kontrak yang mengikat dengan penyedia layanan
Inilah mengapa, ketika terjadi sengketa, para pengguna mungkin mempermasalahkan keabsahan dari clickwrap agreement, meskipun secara tidak langsung, mereka sebenarnya telah memberikan persetujuannya. Dengan demikian, timbul pertanyaan mengenai aspek apa saja, dalam konteks kontrak elektronik seperti clickwrap agreement, yang sebenarnya menentukan apakah persetujuan pengguna telah diberikan secara sah? Untuk menganalisis permasalahan ini, akan dilakukan pembahasan beberapa studi kasus relevan berikut ini.
- Kasus Hukum di Indonesia
Meskipun dalam berbagai putusan pengadilan di Indonesia permasalahan ini belum betul-betul di bahas secara menyeluruh, terdapat beberapa putusan yang dapat dipertimbangkan dalam menentukan keberadaan suatu clickwrap agreement dan aspek-aspek yang menentukan pemberian persetujuan oleh para pengguna.- Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 142/Pdt/2019/PT MDN
Dalam Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 142/Pdt/2019/PT MDN jo. Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 268/Pdt.G/2018/PN Mdn, salah satu isu yang muncul adalah apakah kontrak elektronik, khususnya klausul penyelesaian sengketa yang tercantum dalam pendaftaran daring, bersifat mengikat. Dalam kasus ini, Penggugat/Pembanding sebelumnya telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Medan atas dasar dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Para Tergugat/Termohon. Namun, pengadilan tingkat pertama, yaitu melalui Putusan Pengadilan Negeri Medan, mengabulkan eksepsi Tergugat/Termohon dan memutuskan bahwa Pengadilan Negeri Medan tidak berwenang mengadili perkara tersebut, atas dasar adanya klausul penyelesaian sengketa yang mengharuskan perkara diselesaikan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sebagaimana tercantum dalam klausul pendaftaran daring pada situs Para Tergugat/Termohon.Selain itu, ditemukan juga bahwa Penggugat/Pembanding telah memilih sendiri tempat penyelesaian sengketa tersebut, di antara pilihan yang diberikan, yaitu Badan Arbitrase Perdagangan Berjangka Komoditi (BAKTI) atau Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Penggugat/Pembanding memilih Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan mengeklik pilihan yang tersedia, saat melakukan pendaftaran daring melalui situs web tersebut.Mengenai keberadaan kontrak elektronik itu sendiri, Majelis Hakim menyatakan bahwa tindakan transaksi yang terus dilakukan oleh Penggugat/Pembanding, khususnya, terkait setoran yang dilakukan oleh Penggugat/Pembanding, menunjukkan persetujuan untuk melanjutkan aktivitas layanan, yang mana merupakan bentuk persetujuan terhadap ketentuan dari kontrak elektronik. Majelis Hakim juga menekankan bahwa menjadi sangat tidak lazim ketika transaksi yang melibatkan jumlah uang yang begitu besar dilakukan tanpa adanya perjanjian yang mengikat, sebagaimana hal ini akan membuat hak dan kewajiban para pihak menjadi tidak jelas.
Setoran berulang yang dilakukan oleh pemohon secara daring menunjukkan adanya kesepakatan untuk melanjutkan kegiatan, yang seharusnya dipahami sebagai bentuk persetujuan terhadap ketentuan dalam kontrak elektronik.
Syarat dan ketentuan yang terdapat selama pendaftaran daring dalam kasus ini, adalah apa yang dapat dianggap sebagai clickwrap agreement, walaupun kasus-kasus yang ada tidak memberikan informasi rinci terkait hal ini Meskipun Penggugat/Pembanding mungkin mengakui untuk tidak sepenuhnya menyadari ketentuan tersebut pada saat pendaftaran dan menyatakan bahwa baru mengetahuinya ketika permasalahan muncul, Majelis Hakim pada tingkat pertama menyatakan bahwa Penggugat/Pembanding secara sukarela telah melakukan pendaftaran daring. Sehingga, pengadilan memutuskan bahwa pilihan yang dibuat oleh Penggugat/Pembanding mengenai tempat penyelesaian sengketa adalah pilihan yang dipilih sendiri, dan oleh karena itu, pilihan tersebut harus dihormati dan dianggap sah oleh semua pihak, termasuk oleh pengadilan.
- Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 567/Pdt/2019/PT MDN
Selanjutnya, dalam Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 567/Pdt/2019/PT MDN jo. Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 464/Pdt.G/2018/PN Mdn, Penggugat/Pembanding menyatakan bahwa partisipasinya dalam kontrak elektronik dengan Para Tergugat/Para Terbanding tidak mengikat secara hukum, dengan alasan bahwa mereka tidak mengetahui bentuk dari suatu kontrak elektronik. Penggugat/Pembanding menjelaskan bahwa Para Tergugat/Para Terbanding memiliki pengetahuan terbatas mengenai internet dan layanan yang ditawarkan oleh Para Tergugat/Para Terbanding. Penggugat/Pembanding menekankan bahwa keberadaan kontrak elektronik yang disebutkan tersebut hanyalah sebuah konstruksi menipu yang sengaja dibuat oleh Para Tergugat/Para Terbanding. Lebih lanjut, menyatakan bahwa mereka juga tidak pernah diberi informasi tentang, atau setuju dengan, keberadaan kontrak tersebut.Dalam tanggapannya, Para Tergugat/Para Terbanding menyatakan bahwa Penggugat/Pembanding telah menyetujui perjanjian elektronik dengan mencentang kotak yang menunjukkan penerimaan dokumen dan kontrak elektronik yang diberikan. Tergugat/Termohon Banding lebih lanjut menekankan bahwa kontrak elektronik tersebut dengan jelas menyatakan bahwa kontrak tersebut akan mengikat, seperti yang dibuktikan dengan pemberian peringatan tertulis sebagai berikut, “PERHATIAN! PERJANJIAN INI MERUPAKAN KONTRAK HUKUM. HARAP DIBACA DENGAN SEKSAMA.”Mengenai permasalahan ini Majelis Hakim di tingkat pertama dan kedua menyatakan bahwa perjanjian elektronik tersebut memang telah disetujui. Kesimpulan ini didukung oleh fakta bahwa Penggugat/Pemohon Banding juga telah memenuhi kewajibannya dengan mentransfer sejumlah uang, yang menunjukkan persetujuan mereka terhadap syarat-syarat yang ditetapkan antara kedua belah pihak. Oleh karena itu, Majelis Hakim menyimpulkan bahwa kontrak elektronik tersebut telah memenuhi persyaratan keabsahan yang ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata, dan dengan demikian prinsip yang terdapat dalam Pasal 1338 KUHPerdata juga harus diterapkan, di mana semua perjanjian yang sah dilaksanakan akan mengikat individu yang telah membuatnya secara hukum.
Ketika mempertimbangkan dua putusan yang diberikan di atas, keduanya dapat dijadikan sebagai referensi, apakah clickwrap agreement telah dibuat dan mengikat para pihak. Meskipun tidak ada keputusan yang secara spesifik membahas apakah satu klik sudah cukup untuk menetapkan persetujuan, kedua putusan tersebut memberikan bobot yang signifikan pada suatu tindakan atau tindakan berulang yang dilakukan setelah pendaftaran daring. Dengan kata lain, tindakan tersebut juga dapat diartikan sebagai manifestasi nyata dari ungkapan kehendak dan persetujuan pengguna terhadap kontrak elektronik tersebut. Ketika suatu kontrak elektronik telah dibuat, maka isinya akan mengikat para pihak.
Putusan pengadilan Indonesia memberikan bobot yang signifikan terhadap tindakan atau tindakan berulang yang dilakukan setelah pendaftaran daring dilakukan.
- Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 142/Pdt/2019/PT MDN
- Putusan Pengadilan Asing
Tidak seperti di Indonesia, dalam berbagai putusan pengadilan luar negeri, isu mengenai kekuatan hukum clickwrap agreement dan apakah kontrak tersebut benar-benar mencerminkan persetujuan yang terinformasi dan sukarela telah cukup banyak dipertimbangkan. Hal ini dapat dibandingkan melalui kasus-kasus berikut ini.- Feldman v. Google, Inc. (2007)
Dalam Feldman v. Google, Inc. (2007). Feldman menggugat Google terkait biaya yang dibebankan dalam layanan Google AdWords, dengan alasan bahwa biaya tersebut lebih tinggi dari yang diharapkannya. Feldman berpendapat bahwa ia tidak dapat dianggap terikat pada syarat dan ketentuan yang terdapat dalam clickwrap agreement yang disediakan oleh Google ketika ia mendaftar ke layanan tersebut. Feldman lebih lanjut menyatakan bahwa tidak pernah ada kesepahaman (meeting of minds) antara kedua belah pihak, sehingga kontrak daring yang harus diklik sebelum dapat memasang iklan di Google AdWords tidak dapat diberlakukan. Meskipun demikian, putusan pengadilan menyatakan bahwa clickwrap agreement tetap sah dan mengikat sejak Feldman mengklik tanda persetujuan, yang menandakan persetujuan eksplisit terhadap kontrak tersebut. Pengadilan menyatakan bahwa syarat-syarat yang tercantum dalam clickwrap agreement merupakan perjanjian yang mengikat dengan Google, karena clickwrap agreement telah memberikan pemberitahuan yang cukup kepada pengguna. Pengadilan juga menyatakan bahwa dalam bagian pembuka yang dapat dilihat secara langsung, juga telah jelas dinyatakan bahwa persetujuan terhadap ketentuan tersebut bersifat mengikat.Putusan Feldman v. Google, Inc. menunjukkan bahwa persetujuan dari pihak pengguna tetap dapat dianggap terpenuhi dan mengikat secara hukum, meskipun persetujuan tersebut diberikan hanya melalui tindakan mengklik kotak persetujuan yang tersedia (clickwrap).
- Sgouros v. TransUnion Corp. (2016)
Namun, dalam kasus Sgouros v. TransUnion Corp. (2016), pengadilan memutuskan bahwa klausul arbitrase dalam syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh TransUnion Corp. tidak dapat diberlakukan. Dalam kasus ini, Sgouros terbukti telah mengklik setuju ketika melakukan transaksi di situs web TransUnion. Meskipun begitu, pengadilan menyatakan bahwa tidak ada persetujuan yang sah terhadap klausul arbitrase tersebut, karena Sgouros sebagai pengguna tidak diberikan pemberitahuan yang cukup oleh TransUnion Corp. bahwa dengan mengeklik “setuju,” pengguna menyetujui syarat dan ketentuan, termasuk klausul arbitrase. Pengadilan lebih lanjut menyatakan bahwa isi kontrak dianggap tersembunyi dan tidak secara jelas menyatakan bahwa dengan mengeklik berarti menyetujui layanan. Selain itu, situs web TransUnion juga tidak memberikan peringatan kepada pengguna bahwa dengan menyelesaikan pembelian ia akan terikat oleh syarat tersebut. Sebagaimana seluruh isi kontrak, termasuk klausul arbitrase yang disengketakan, hanya menampilkan sedikit teks dan tidak memberikan kesempatan bagi pengguna untuk memberikan persetujuan secara eksplisit dan atas informasi yang cukup.Ketika membandingkan kedua putusan asing di atas, putusan Feldman v. Google, Inc. menunjukkan bahwa persetujuan dari pihak pengguna masih dapat dianggap terpenuhi dan mengikat secara hukum, meskipun persetujuan diberikan hanya melalui tindakan mengklik kotak persetujuan yang tersedia (clickwrap). Hal ini didukung dengan fakta bahwa Google, sebagai penyedia layanan, telah terbukti memberikan informasi yang memadai mengenai sifat dari clickwrap agreement dan tindakan yang harus diambil oleh pengguna.Sementara itu, dalam putusan Sgouros v. TransUnion Corp., pengadilan memutuskan bahwa persetujuan yang diberikan hanya dengan mengeklik tidak dapat secara otomatis dianggap sah jika pengguna tidak diberikan informasi yang cukup. Persetujuan dalam kasus ini, yang seharusnya diberikan oleh pengguna (Sgouros) dengan mengeklik untuk menyetujui, didasarkan pada ketidaktahuan. Penyedia layanan (Trans Union Corp.) gagal memberikan informasi yang memadai kepada pengguna tentang clickwrap agreement, termasuk sifat mengikatnya, dan apakah informasi yang diberikan cukup jelas bagi pengguna untuk memahami bahwa mereka akan terikat oleh syarat dan ketentuan yang tercantum dalam clickwrap agreement tersebut. Oleh karena itu, kunci untuk menentukan apakah clickwrap agreement sah atau tidak terletak pada apakah informasi yang memadai telah diberikan kepada pembeli atau pelanggan, dan apakah pembeli atau pelanggan tersebut menyadari bahwa dengan mengeklik tombol tombol “setuju”, ia akan terikat pada syarat dan ketentuan yang disediakan.
Dalam perkara Sgouros v. TransUnion Corp., pengadilan memutuskan bahwa persetujuan yang diberikan hanya dengan mengklik tidak secara otomatis dapat dianggap sah apabila pengguna tidak diberikan informasi secara menyeluruh.
Sehubungan dengan pemberian informasi yang jelas dalam kontrak elektronik, berdasarkan hukum Indonesia, hal tersebut dapat merujuk pada Pasal 48 GR 71/2019, yang mengatur bahwa pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan. Lebih lanjut, pelaku usaha juga wajib untuk memberikan kejelasan informasi tentang penawaran kontrak atau iklan. Ketentuan-ketentuan ini, pada dasarnya sejalan dengan kaidah hukum yang dinyatakan dalam dua putusan asing yang telah diuraikan di atas.
- Feldman v. Google, Inc. (2007)
Penutup
Perkembangan teknologi informasi telah membawa berbagai perubahan dan perkembangan terhadap bentuk dan mekanisme pembuatan kontrak, termasuk melalui clickwrap agreement, yang semakin umum digunakan. Dalam konteks hukum Indonesia, bentuk kontrak ini dapat diakui sebagai kontrak yang sah, sejauh memenuhi dan merujuk pada syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam KUHPerdata dan UU ITE, serta PP 71/2019.
Dari kasus-kasus asing yang dipaparkan di atas, terdapat beberapa elemen penting untuk menilai apakah clickwrap agreement akan menjadi sah atau tidak, yaitu (i) pemberitahuan yang cukup telah diberikan kepada pengguna terkait syarat dan ketentuan perjanjian dan (ii) telah dibuat secara jelas bahwa persetujuan terhadap syarat dan ketentuan akan bersifat mengikat. Elemen-elemen penting ini sejalan dengan Pasal 48 PP 71/2019. Lebih lanjut, dari kasus-kasus yang ada di Indonesia, satu elemen tambahan lainnya, yaitu suatu tindakan atau tindakan berulang atas suatu transaksi, merupakan bentuk persetujuan seseorang terhadap syarat dan ketentuan yang diberikan ketika melakukan pendaftaran secara daring.
Miskah Banafsaj
Sources:
- Indonesian Civil Code.
- Law No. 1 of 2024 on the Second Amendment to Law No. 11 of 2008 on Electronic Information and Transactions
- Government Regulation No. 71 of 2019 on the Electronic Systems and Transactions Operation.
- Feldman v. Google Inc. 2007.
- Sgouros v. TransUnion Corp. 2016.
- Medan High Court Decision No. 567/Pdt/2019/PT MDN.
- Medan High Court Decision No. 567/Pdt/2019/PT MDN.
- Medan District Court Decision No. 268/Pdt.G/2018/PN Mdn.
- Harahap, Yahya. 1980. Segi-Segi Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni, 1982.
- S, Salim H. 2019. Hukum Kontrak (Teori dan Penyusunan Kontrak).
- Gatt, Adam. 2002. Electronic Commerce Clik-Wrap Agreements. Computer Law & Security Report. Vol. 18. No. 6. 404 – 410.
- Oakley, Robert L. 2005. Fairness in Electronic Contracting: Minimum Standards for Non-Negotiated Contracts. Houston Law Review, Vol 42. No. 4. 1041 – 1105.