Seiring dengan pesatnya pembangunan nasional dalam bidang agraria yang diwujudkan dalam berbagai bentuk seperti apartemen, perumahan, gedung, mall dan kantor – kantor baik pemerintah maupun swasta, maka tentunya diperlukan pula pengaturan dan perlindungan hukum atas alas hak yang melekat pada tanah tempat bangunan tersebut berdiri. Namun, ada kalanya masih terdapat beberapa tanah yang terlihat kosong dan tidak dimanfaatkan oleh pemiliknya selama bertahun – tahun sehingga praktis tidak mempunyai fungsi apapun, kecuali terlantar.
Berkaitan dengan tanah – tanah yang tidak difungsikan, tidak diolah, tidak diusahakan, tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan haknya atau dasar penguasaannya, maka Pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (“PP Tanah Terlantar”). Peraturan ini diundangkan di Jakarta pada tanggal 22 Januari 2010 mulai berlaku pada tanggal diundangkannya. Maksud dikeluarkannya PP Tanah Terlantar ini adalah untuk memaksimalkan penggunaan tanah dan menjadi acuan untuk penyelesaian penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar.
Obyek Penertiban Tanah Terlantar
Obyek penertiban tanah terlantar dalam PP Tanah Terlantar ini adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa Hak Milik, Hak Guna Bangunan (“HGB”), Hak Guna Usaha (“HGU”), Hak Pakai dan Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan atau tidak dimanfaatkan sesuai keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian haknya atau dasar penguasaannya.
Sedangkan dasar penguasaan atas tanah adalah izin atau keputusan atau surat dari pejabat yang berwenang yang menjadi dasar bagi orang atau badan hukum untuk menguasai, menggunakan dan memanfaatkan tanah. Oleh karenanya, tanah yang ada dasar penguasaannya dapat dinyatakan sebagai terlantar apabila tanahnya tidak dimohon hak, tidak diusahakan, tidak dipergunakan atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan persyaratan atau ketentuan yang ditetapkan dalam izin lokasi, surat keputusan pemberian hak, surat keputusan pelepasan kawasan hutan, dan/atau dalam izin/keputusan/surat lainnya dari pejabat yang berwenang.
Tanah – tanah yang tidak termasuk dalam kriteria tanah terlantar adalah :
- Tanah Hak Milik atau HGU yang secara tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya.
- Tanah yang dikuasai pemerintah, sudah berstatus maupun tidak berstatus milik Negara atau daerah yang tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya.
Yang dimaksud dengan “tidak sengaja tidak dipergunakan” adalah ketidakmampuan untuk mempergunakan tanah tersebut karena terbatas dalam segi ekonomi atau karena keterbatasan anggaran negara atau daerah.
Identifikasi dan Penelitian
Identifikasi dan penelitian atas tanah yang teridentifikasi terlantar dilaksanakan oleh Panitia yang diatur oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional ( Kepala BPN).
Pengertian tanah yang teridentifikasi terlantar adalah tanah hak atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya yang belum dilakukan identifikasi dan penelitian. Identifikasi dan penelitian dilaksanakan terhitung mulai 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan Hak Milik, HGU, HGB, Hak Pakai atau sejak berakhirnya izin/keputusan/surat dasar penguasaan atas tanah dari pejabat yang berwenang.
Kegiatan identifikasi dan penelitian tanah terlantar meliputi :
- Nama dan alamat Pemegang Hak.
- Letak, luas, status hak atau dasar penguasaan atas tanah dan keadaan fisik tanah yang dikuasai pemegang hak.
- Keadaan yang mengakibatkan tanah terlantar.
Peringatan Kepada Pemegang Hak Atas Tanah
Apabila hasil dari laporan kegiatan identifikasi dan penelitian menyimpulkan terdapat tanah terlantar, maka Kepala Kantor Wilayah BPN akan memberitahukan dan sekaligus memberikan peringatan tertulis pertama kepada pemegang hak atas tanah agar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkannya peringatan tertulis pertama tersebut, menggunakan tanahnya sesuai keadaanya atau menurut sifat dan tujuan pemberian haknya atau sesuai izin/keputusan/surat sebagai dasar penguasaannya.
Apabila pemegang hak tidak melaksanakannya, maka akan diberikan lagi peringatan tertulis kedua sampai peringatan tertulis ketiga dengan jangka waktu yang sama seperti peringatan tertulis pertama. Dalam surat peringatan pertama pertama, kedua dan ketiga perlu disebutkan hal – hal yang secara konkret harus dilakukan oleh pemegang hak dan sanksi yang dapat dijatuhkan apabila pemegang hak tidak mengindahkan atau tidak melaksanakan peringatan tersebut.
Dan apabila tanah tersebut dibebani hak tanggungan, maka surat peringatan tertulis tersebut juga diberitahukan kepada pemegang hak tanggungan. Konsekuensi yang diterima dari pengabaian ketiga surat peringatan tertulis ini adalah Kepala Kantor Wilayah BPN mengusulkan kepada Kepala BPN untuk menetapkan tanah yang bersangkutan sebagai tanah terlantar.
Penetapan Tanah Terlantar
Kepala BPN akan menetapkan tanah terlantar berdasarkan usulan Kepala Kantor Wilayah BPN dan menyatakan tanah terlantar tersebut dalam keadaan status quo sejak tanggal pengusulan. Tanah yang dinyatakan dalam keadaan status quo sebagaimana dimaksudkan diatas tidak dapat dilakukan perbuatan hukum atas bidang tanah tersebut sampai diterbitkan penetapan tanah terlantar yang memuat juga penetapan hapusnya hak atas tanah, sekaligus memutuskan hubungan hukum serta ditegaskan sebagai tanah yang dikuasai oleh negara.
Dalam hal tanah yang akan ditetapkan sebagai tanah terlantar merupakan tanah hak, penetapan tanah terlantar memuat juga penetapan hapusnya hak atas tanah, sekaligus memutuskan hubungan hukum serta ditegaskan sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Sedangkan dalam hal tanah yang akan ditetapkan sebagai tanah terlantar adalah tanah yang telah diberikan dasar penguasaan, penetapan tanah terlantar memuat juga pemutusan hubungan hukum serta penegasan sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh negara.
Terhadap tanah yang ditetapkan sebagai tanah terlantar yang merupakan keseluruhan hamparan, maka Kepala BPN memutuskan penghapusan hak atas tanah dan pemutusan hubungan hukum dan ditegaskan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Apabila tanah yang ditetapkan sebagai tanah terlantar merupakan sebagian hamparan yang diterlantarkan, maka hak atas tanahnya dihapuskan, diputuskan hubungan hukumnya dan ditegaskan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara dan selanjutnya kepada bekas pemegang hak atas tanah diberikan kembali atas bagian tanah yang benar – benar diusahakan, dipergunakan, dan dimanfaatkan sesuai dengan keputusan pemberian haknya.
Bekas pemegang hak atas tanah wajib untuk mengosongkan benda – benda di atas tanah yang ditetapkan sebagai tanah terlantar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak penetapan tersebut. Dan dalam hal apabila bekas pemegang hak atas tanah tidak melaksanakan kewajiban tersebut, maka benda – benda di atas tanah tersebut tidak lagi menjadi miliknya dan dikuasai langsung oleh negara.
Penutup
Dengan berlakunya PP Tanah Terlantar ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar dan peraturan pelaksanaannya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Handy Samot