Pendahuluan

Pada Tanggal 29 Desember 2023, Kementerian Keuangan (“Kemenkeu“) mengesahkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi (“PMK 168/2023“). Dengan adanya ketentuan-ketentuan baru ini, peraturan ini didesain dengan tujuan memberikan kepastian hukum, efisiensi dalam pelaksanaan perpajakan dan memastikan kepatuhan para pelaku usaha. PMK 168/2023 menambah ketentuan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 yang belum mencakup penyesuaian tarif pemotongan dan penghitungan pajak penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang terkait dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan pribadi di Indonesia serta untuk menyelaraskan dengan adanya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Isi

  1. Sesuai Pasal 2 ayat (2) huruf d jo Pasal 2 ayat (3) huruf c, Orang Pribadi (kecuali Orang Pribadi Karyawan) yang membayarkan uang jasa kepada Orang Pribadi lainnya (kecuali pembayaran kepada ART) termasuk tenaga ahli.
  2. Sesuai Pasal 5 ayat (1), Objek PPh Pasal 21/26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa atau Kegiatan (termasuk yang diberikan dalam bentuk Natura) adalah :
    1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur; yang dapat berupa :
      1. Seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan penghasilan teratur lainnya, termasuk uang lembur ( overtime) dan penghasilan sejenisnya;
      2. Bonus, tunjangan hari raya, jasa produksi, tantiem, gratifikasi, premi, dan penghasilan lain yang sifatnya tidak teratur;
      3. Imbalan sehubungan dengan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemberi kerja;
      4. Pembayaran iuran jaminan kecelakaan kerja dan iuran jaminan kematian kepada badan penyelenggara jaminan sosial ketenagakerjaan, yang dibayarkan oleh pemberi kerja;
      5. Pembayaran iuran jaminan pemeliharaan kesehatan kepada badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan yang dibayarkan oleh pemberi kerja; dan
      6. Pembayaran premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja.
    2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pensiunan secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
    3. Imbalan kepada anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur;
    4. Penghasilan Pegawai Tidak Tetap, yang dapat berupa:
      1. Upah harian;
      2. Upah mingguan;
      3. Upah satuan;
      4. Upah borongan; dan
      5. Upah yang diterima atau diperoleh secara bulanan;
    5. Imbalan kepada Bukan Pegawai sebagai imbalan sehubungan dengan Pekerjaan Bebas atau jasa yang dilakukan, yang dapat berupa:
      1. Honorarium;
      2. Komisi;
      3. Fee; dan
      4. Imbalan sejenis;
    6. Imbalan kepada Peserta Kegiatan, yang dapat berupa:
      1. Uang saku;
      2. Uang representasi;
      3. Uang rapat;
      4. Honorarium;
      5. Hadiah atau penghargaan; dan
      6. Imbalan sejenis;
    7. Uang manfaat pensiun atau penghasilan sejenisnya yang diambil sebagian oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai Pegawai; dan
      1. Penghasilan atau imbalan yang diterima atau diperoleh Mantan Pegawai, yang dapat berupa:
      2. Jasa produksi;
      3. Tantiem;
      4. Gratifikasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan;
      5. Bonus; dan
      6. Imbalan lain yang bersifat tidak teratur.
  3. Sesuai dengan Pasal 5 ayat (4), pemberian penghasilan dalam bentuk mata uang asing PPh Pasal 21/26 nya didasarkan pada nilai tukar (kurs) yang ditetapkan oleh Menteri yang berlaku pada saat pembayaran penghasilan atau pada saat terutangnya penghasilan, sesuai dengan peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
  4. Sesuai dengan Pasal 8, Dasar Pengenaan Pajak adalah :
    1. Seluruh penghasilan bruto dalam 1 (satu) Masa Pajak yang diterima/diperoleh oleh :
      • Pegawai Tetap dari Pemberi Kerja,
      • Anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas yang menerima atau memperoleh penghasilan secara tidak teratur
      • Pegawai Tidak Tetap dengan kriteria :
        1. tidak diterima atau diperoleh secara bulanan dan jumlah penghasilan bruto sehari sampai dengan500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), Dasar Pengenaan Pajak ditetapkan berdasarkan :
          • penghasilan bruto sehari, dalam hal penghasilan diterima atau diperoleh harian; atau
          • rata-rata penghasilan bruto sehari, dalam hal penghasilan diterima atau diperoleh selain harian.
        2. tidak diterima atau diperoleh secara bulanan dan jumlah penghasilan bruto sehari lebih dari500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah, sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto; atau
        3. diterima atau diperoleh secara bulanan, Dasar Pengenaan Pajak menggunakan jumlah penghasilan bruto.
      • Bukan Pegawai dengan DPP Nilai Lain 50% dari Penghasilan Bruto. Dengan ketentuan khusus sebagai berikut :
        1. Untuk jasa katering merupakan seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Bukan Pegawai dari Pemotong Pajak; atau
        2. Untuk jasa selain jasa katering merupakan seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Bukan Pegawai dari Pemotong Pajak, tidak termasuk:
          1. pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang diterima atau diperoleh tenaga kerja yang dipekerjakan oleh Bukan Pegawai;
          2. pembayaran pengadaan atau pembelian atas barang atau material, yang diterima atau diperoleh penyedia barang atau material dari Bukan Pegawai, yang terkait dengan jasa yang diberikan oleh Bukan Pegawai; dan/ atau
          3. pembayaran yang diterima atau diperoleh pihak ketiga dari Bukan Pegawai atas jasa yang diberikan oleh pihak ketiga tersebut,
            Yang dinilai berdasarkan kontrak atau perjanjian dengan Pemotong Pajak, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan, maka besarnya penghasilan bruto tersebut merupakan sebesar jumlah yang diterima atau diperoleh Bukan Pegawai. Sehingga untuk pembuktian poin a) sampai poin c) diatas ada kewajiban sebagai berikut :

            • Wajib memiliki kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pemberian lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan;
            • Wajib dilengkapi dengan faktur pembelian atas pengadaan/pembelian barang atau material;
            • Wajib dilengkapi dengan faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis, termasuk bukti pemberian penghasilan kepada pihak ketiga
      • Peserta Kegiatan yang pembayarannya bersifat utuh tidak dipecah;
      • Peserta Program Pensiun Yang Masih Berstatus Pegawai;
      • Mantan Pegawai;
      • Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri yang dipotong sesuai Pasal 26 UU PPh.
    2. Penghasilan Neto (seluruh jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak dikurangi dengan pengurangan yang diperbolehkan yang terdiri dari :
      • Untuk Pegawai Tetap terdiri dari :
        • Biaya jabatan, sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan;
        • Iuran terkait program pensiun dan hari tua, yang terkait dengan gaji, yang dibayar oleh Pegawai melalui pemberi kerja (sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, paling banyak Rp2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah) setahun atau paling banyak Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sebulan) kepada:
          1. Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri atau telah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan;
          2. Badan penyelenggara Jaminan sosial ketenagakerjaan; dan
          3. Badan penyelenggara tunjangan hari tua yang pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
        • Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang dibayarkan melalui pemberi kerja kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, dan lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
      • Untuk Pensiunan terdiri dari :
        • Biaya pensiun (ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, paling banyak Rp2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah) setahun atau paling banyak 000,00 (dua ratus ribu rupiah) sebulan) sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan; dan
        • Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang dibayarkan melalui pembayar uang pensiun berkala kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, dan lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diterima/diperoleh Pegawai Tetap atau Pensiunan dari Pemberi kerja dengan dibulatkan ke bawah hingga ribuan rupiah penuh.
  5. Sesuai dengan Pasal 9 ayat (5), Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk Pegawai yang baru datang dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun kalender ditentukan berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun kalender yang bersangkutan.
  6. Sesuai dengan Pasal 10 ayat (4), Dalam hal Pegawai Tetap menerima atau memperoleh penghasilan dari pemberi kerja yang bukan merupakan Pemotong Pajak, biaya jabatan dan iuran pensiun yang dibayar sendiri dikurangkan dari penghasilan bruto oleh Pegawai Tetap dalam penghitungan Pajak Penghasilan pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi yang bersangkutan.
  7. Sesuai Pasal 13, Tarif Pemotongan PPh 21/26 terdiri dari :
    1. Tarif efektif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terbagi atas :
      • Tarif efektif bulanan; atau
      • Tarif efektif harian
    2. Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan.
    3. Tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan sebesar 20% (dua puluh persen) dan bersifat final atau sesuai dengan ketentuan persetujuan penghindaran pajak berganda yang berlaku antara Republik Indonesia dan negara atau yurisdiksi domisili wajib pajak luar negeri tersebut. Dalam hal wajib pajak orang pribadi luar negeri berubah status menjadi wajib pajak orang pribadi dalam negeri, Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan yang sudah dipotong tidak bersifat final dan dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan Pajak Orang Pribadi yang terutang untuk Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak yang bersangkutan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.
  8. Sesuai Pasal 15, untuk PPh Pasal 21 pegawai tetap dan pensiunan berlaku ketentuan :
    1. Masa Pajak Januari s.d. November menggunakan tarif efektif bulanan dikalikan dengan Penghasilan Bruto dalam 1 masa Pajak;
    2. Masa Pajak Desember menggunakan tarif progresif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dikalikan dengan seluruh penghasilan dalam satu tahun dan dikurangi dengan Pajak Yang Telah Dipotong untuk Masa Januari s.d. November.
    3. Masa Pajak Pegawai Tetap berhenti bekerja atau pensiun, Pensiunan berhenti menerima atau memperoleh uang terkait pensiun menggunakan tarif progresif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dikalikan dengan seluruh penghasilan dalam satu tahun dan dikurangi dengan Pajak Yang Telah Dipotong untuk Masa Januari s.d. November
    4. Dalam hal kewajiban pajak subjektif Pegawai Tetap dan/atau Pensiunan baru dimulai setelah bulan Januari atau berakhir sebelum bulan Desember, penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang dilakukan berdasarkan penghasilan neto yang disetahunkan dan pajaknya dihitung secara proporsional terhadap jumlah bulan dalam bagian Tahun Pajak yang bersangkutan.
  9. Sesuai Pasal 16, PPh Pasal 21 untuk :
    1. Anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas yang menerima atau memperoleh penghasilan secara tidak teratur yaitu sebesar tarif efektif bulanan dikalikan dengan dasar pengenaan Pajak;
    2. Pegawai Tidak Tetap dihitung menggunakan:
      • tarif efektif harian dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan Pajak;
      • tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan Pajak; atau
      • tarif efektif bulanan dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan Pajak.
    3. Bukan Pegawai dihitung menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan Pajak.
    4. Peserta Kegiatan dihitung menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan Pajak;
    5. Peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai Pegawai dihitung menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan Pajak;
    6. Mantan Pegawai dihitung menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan Pajak;
    7. Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri dihitung menggunakan tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan Pajak.
  10. Sesuai Pasal 17, Dasar pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI, Pensiunan yaitu :
    1. Penghasilan bruto (seluruh penghasilan tetap dan teratur yang diterima atau diperoleh Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya) 1 (satu) Masa Pajak; atau
    2. Penghasilan kena pajak (penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak).
  11. Sesuai Pasal 17 ayat (6), Penghasilan neto bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI ditentukan berdasarkan jumlah seluruh penghasilan bruto dalam 1 (satu) Tahun Pajak dikurangi dengan:
    1. Biaya jabatan;
    2. Iuran terkait program pensiun dan hari tua, yang terkait dengan gaji, yang dibayar oleh Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI melalui pemberi kerja kepada:
      • Dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri atau telah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan;
      • Badan penyelenggara Jaminan sosial ketenagakerjaan; dan
      • Badan penyelenggara tunjangan hari tua yang pendiriannya diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
    3. Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang dibayarkan melalui pemberi kerja kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, dan lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
  12. Sesuai Pasal 17 ayat (7), Besarnya penghasilan neto bagi Pensiunan ditentukan berdasarkan seluruh penghasilan tetap dan teratur dikurangi dengan :
    1. Biaya pensiun;
    2. zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang dibayarkan melalui pembayar uang pensiun berkala kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, dan lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
  13. Sesuai Pasal 18, Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang wajib dipotong bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya pada :
    1. Setiap Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir dihitung menggunakan tarif efektif bulanan dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan Pajak;
    2. Masa Pajak Terakhir yaitu sebesar selisih antara Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang selama 1 (satu) Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak dengan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong pada Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan Pajak.
    3. Dalam hal kewajiban pajak subjektif Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, atau Pensiunan baru dimulai setelah bulan Januari atau berakhir sebelum bulan Desember, penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang dilakukan berdasarkan penghasilan neto yang disetahunkan dan pajaknya dihitung secara proporsional terhadap jumlah bulan dalam bagian Tahun Pajak yang bersangkutan.
  14. Sesuai Pasal 18 ayat (4), Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, atau Pensiunan menerima penghasilan dari 2 (dua) pemberi kerja dan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas seluruh penghasilan dimaksud ditanggung oleh pemerintah, penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Masa Pajak Terakhir yang dilakukan oleh selain pemberi kerja yang membayar gaji pokok harus memperhitungkan jumlah seluruh penghasilan tetap dan teratur yang diterima atau diperoleh Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, atau Pensiunan, termasuk penghasilan dalam penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada pemberi kerja yang membayar gaji pokok. Mekanisme Penghitungan yang harus dilakukan adalah :
    1. Pemberi kerja yang membayar gaji pokok menerbitkan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk diperhitungkan dengan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 pemberi kerja lainnya;
    2. Penerima penghasilan menyampaikan bukti pemotongan sebagaimana dimaksud kepada pemberi kerja lainnya; dan
    3. Penerima penghasilan membuat surat pernyataan (dibuat sesuai Lampiran huruf A PMK ini) yang menyatakan daftar pemberi kerja dan kesediaan pemberi kerja lainnya untuk memperhitungkan penghasilan dari pemberi kerja pertama.
  15. Sesuai Pasal 19, Saat terutang Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan bagi penerima penghasilan yaitu pada saat terjadinya:
    1. Pembayaran atau terutangnya penghasilan yang bersangkutan, sesuai dengan peristiwa yang terjadi lebih dahulu;
    2. Pengalihan atau terutangnya penghasilan yang bersangkutan, sesuai dengan peristiwa yang terjadi lebih dahulu untuk penggantian atau imbalan dalam bentuk natura; atau
    3. Penyerahan hak atau bagian hak atas pemanfaatan suatu fasilitas dan/atau pelayanan oleh pemberi untuk penggantian atau imbalan dalam bentuk kenikmatan.
  16. Sesuai Pasal 19 ayat (3), Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan oleh Pemotong Pajak dilakukan paling lambat akhir bulan saat terutang.
  17. Sesuai Pasal 20 ayat (4), Jika tidak ada kegiatan pemotongan atau pemberian Penghasilan yang menjadi Objek PPh 21, maka pemotong Pajak tidak Perlu melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21/26.
  18. Sesuai Pasal 21 ayat (1), kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 Masa Desember setelah memperhitungkan disetahunkan wajib dikembalikan kepada penerima Penghasilan paling lambat adalah 1 bulan setelah diketahui Lebih Bayar.
  19. Sesuai Pasal 21 ayat (3), atas SPT Masa PPh 21 Lebih Bayar, atas kelebihan pembayarannya dapat diperhitungkan/dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
  20. Sesuai Pasal 21 ayat (4), Dalam hal terdapat kelebihan penyetoran pajak pada pembetulan Surat Pemberitahuan Masa, kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan yang terutang pada bulan-bulan berikutnya, tanpa harus berurutan.
  21. Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku sejak 1 Januari 2024.
Read Also  Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Badan Melalui Sistem Administrasi Hukum Umum (AHU) Online

Contoh kasus dan penghitungan berada di dalam lampiran peraturan sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini sebagai sarana analogi.

Penutup

Dengan diterbitkannya PMK 168/2023, peraturan ini memberikan landasan hukum yang kuat dan rinci untuk proses pemotongan pajak, mengakomodasi kebutuhan pihak terlibat, serta mendorong transparansi dan keterbukaan dalam pengelolaan pajak atas penghasilan terkait aktivitas pekerjaan, jasa, atau kegiatan pribadi. Berbagai aspek pelaksanaan pajak, seperti dasar pengenaan, tarif pemotongan, dan penghitungan pajak, dijelaskan secara rinci dalam peraturan ini, untuk memberikan pedoman yang jelas bagi pihak-pihak yang terlibat pada pelaksanaannya. Seiring berlakunya PMK 168/2023 pada Tanggal 1 Januari 2024, diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan dan kemudahan serta improvisasi dalam pelaksanaan pemotongan pajak penghasilan di Indonesia.

Winarto Sugondo